Tanggapan Seputar Pemilu 2024 Ditunda, Mahfud MD: PN Jakarta Pusat Buat Sensasi Berlebihan

- 3 Maret 2023, 07:23 WIB
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan empat kekeliruan PN berdasarkan hukum.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) Mahfud MD menegaskan empat kekeliruan PN berdasarkan hukum. /Instagram @mohmahfudmd/


PRIANGANTIMURNEWS - Tanggapan seputar Pemilu 2024 ditunda akibat dampak putusan Pengadilan Negeri(PN) Jakarta Pusat menuai kritik dan disebut keliru dari beberapa tokoh.

Seperti yang disampaikan oleh Mahfud MD, Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

Dirinya menyebut PN Jakarta Pusat (Jakpus) telah membuat sensasi berlebihan dalam keputusan beberapa waktu lalu terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU).

Baca Juga: Waduh! Pemilu 2024 Ditunda? PN Terima Gugatan Partai PRIMA, KPU Ajukan Banding

Menyebabkan KPU harus dibebankan ganti rugi sebesar Rp 500 juta dan menunda melaksanakan sisa tahapan pemilu selama 2 tahun 4 bulan 7 hari.

Pernyataan tersebut disampaikan dalam unggahan Instagram pribadinya di @mohmahfudmd pada hari Kamis, 2 Maret 2023.

Mahfud MD kemudian menyampaikan dan menegaskan dengan logika sederhana yang berdasar bahwa vonis tersebut adala salah.

"Bahwa vonis itu salah, logikanya sederhana, mudah dipatahkan tapi vonis ini bisa memancing kontroversi yg bisa mengganggu konsentrasi," ujar Mahfud MD.

"Bisa saja nanti ada yang mempolitisir seakan-akan putusan itu benar," tegasnya

Sembari menegaskan bahwa PN tidak memiliki wewenang dalam ranah vonis tersebut terhadap KPU.

Bersamaan dengan menegaskan bahwa ada empat alasan yang berdasarkan hukum, vonis Pemilu 2024 ditunda itu salah.

Pertama Mahfud tegaskan, terkait sengketa proses, administrasi, dan hasil pemilu diatur dalam ranah beda hukum dan kompetensi tersebut dan tidak berada di PN.

Perlu diketahui adanya sengketa sebelum pencoblosan dan terkait proses administrasi, pihak yang memutuskan harus Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu).

Untuk perkara keputusan peserta hanya dapat digugat pada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Nah Partai Prima sudah kalah sengketa di Bawaslu dan sudah kalah di PTUN. Itulah penyelesaian sengketa administrasi jika terjadi sebelum pemungutan suara," paparnya
 
Sedangkan, terkait sengketa pasca pemungutan suara dan hasil pemilu diserahkan pada Mahkamah Konstitusi (MK).

"Itu pakemnya. Tak ada kompetensinya Pengadilan Umum. Perbuatan Melawan Hukum secara perdata tak bisa dijadikan obyek terhadap KPU dalam pelaksanaan pemilu," lanjutnya.

Hal kedua Mahfud menyampaikan bahwa hukum dari penundaan pemilu termasuk semua proses di dalamnya tidak dijatuhkan PN sebagai kasus perdata.

"Tidak ada hukuman penundaan pemilu yang bisa ditetapkan oleh PN," tegasnya

Menurut UU penundaan pemungutan suara dalam pemilu hanya bisa diberlakukan oleh KPU untuk daerah-daerah yang bermasalah sebagai alasan spesifik, bukan untuk seluruh Indonesia," sambungnya

Dirinya pun menyampaikan contoh penundaan pemilu seperti adanya suatu bencana alam yang benar-benar serius, sebabkan pemungutan suara tertunda.

Kemudian Ketiga, Mahfud MD sampaikan vonis PN Jakarta Pusat tersebut tak dapat dilanjutkan eksekusinya.

"Harus dilawan secara hukum dan rakyat bisa menolak secara masif jika akan dieksekusi. Mengapa? Karena hak melakukan pemilu itu bukan hak perdata KPU," tegasnya.

Terakhir, dirinya menyampaikan bahwa vonis pemilu 2024 ditunda atau hal yang mengarah pada kondisi tersebut  itu hanya berlandaskan gugatan perdata partai politik saja.

Itu tidak hanya bertentangan dengan Undang-Undang, namun bertentangan pula dengan konstitusi yang menetapkan pemilu yang disepakati dilakukan lima tahun sekali.

Mahfud MD menegaskan, seluruh masyarakat dan KPU harus melakukan perlawanan hukum mengenai vonis PN Jakpus tersebut.

"Kita harus melawan secara hukum vonis ini. Ini soal mudah, tetapi kita harus mengimbangi kontroversi atau kegaduhan yang mungkin timbul," akhirinya.

Bersamaan dengan itu Prof Yusril Ihza Mahendra, Pakar Hukum Tata Negara menyampaikan pernyataan yang sama dalam menilai vonis PN Jakarta Pusat.

Pernyataan tersebut Yusril sampaikan pada hari Kamis, 2 Maret 2023.

"Saya berpendapat majelis hakim telah keliru membuat putusan dalam perkara ini," ujar Yusril.

"Sejatinya gugatan yang dilayangkan Partai Prima adalah gugatan perdata, yakni gugatan perbuatan melawan hukum biasa." tambahnya.

"Bukan gugatan perbuatan melawan hukum oleh penguasa, dan bukan pula gugatan yang berkaitan dengan hukum publik di bidang ketatanegaraan atau administrasi negara," akhirinya.

Hal yang sama pun disampaikan oleh Ahmad Doli Kurnia, Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Partai Golkar dalam pernyataannya Kamis, 2 Maret 2023

"Kan, Pemilu ini diatur dalam Undang-Undang (UU), bahkan UUD kita mengatakan Pemilu itu lima tahun sekali. Jadi, habis dari 2019 ya 2024," ungkap Doli keheranan.***

Editor: Sri Hastuti

Sumber: Instagram @mohmahfudmd


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x