Ahmad Muhdlor Bupati Sidoarjo Ditetapkan KPK Sebagai Tersangka Korupsi, Insentif Pegawai BPPD Disunat

- 17 April 2024, 21:25 WIB
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor, Ali memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat 16 Februari 2024/ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat
Bupati Sidoarjo Ahmad Muhdlor, Ali memberikan keterangan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat 16 Februari 2024/ANTARA/Fianda Sjofjan Rassat /

PRIANGANTIMURNEWS - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Ahmad Muhdlor Ali, Bupati Sidoarjo, sebagai tersangka atas kasus dugaan korupsi terkait pemotongan insentif pegawai di BPPD (Badan Pelayanan Pajak Daerah) Kabupaten Sidoarjo.

Ali Fikri, Kepala Bagian Pemberitaan KPK, menyatakan bahwa identitas lengkap tersangka belum dapat diungkapkan, dan peran serta pasal yang terlibat akan dijelaskan kemudian ketika tim penyidik telah mengumpulkan cukup bukti.

"KPK belum bisa menyampaikan spesifik identitas lengkap dari pihak yang ditetapkan sebagai tersangka, peran dengan sangkaan pasalnya sampai nanti sudah cukup alat bukti dipenuhi oleh tim penyidik. Tetapi kami mengkonfirmasi atas pertanyaan dari sejumlah media bahwa benar yang bersangkutan menjabat sebagai Bupati di Kabupaten Sidoarjo untuk periode 2021 hingga sekarang,"ucap Ali Fikri, Kepala Bagian Pemberitaan KPK di Jakarta, pada Selasa 16 April 2024.

Baca Juga: Resmi Jadi Tersangka Kasus Pencucian Uang, KPK Melarang Windy Idol Dicegah Keluar Negeri

Penetapan status tersangka didasarkan pada analisis dari keterangan saksi, termasuk para tersangka, dan bukti-bukti lainnya.

Tim penyidik KPK juga menemukan keterlibatan pihak lain dalam dugaan korupsi tersebut, yang melibatkan pemotongan serta penerimaan uang di BPPD Kabupaten Sidoarjo.

Hasil temuan tersebut mengarah pada kesimpulan bahwa ada pihak yang bertanggung jawab atas aliran uang yang diduga terjadi, dan mereka akan dimintai pertanggungjawaban di hadapan hukum.

Baca Juga: Terima Suap, 15 Petugas KPK Ditetapkan Menjadi Tersangka, Jumlah Uang Mencapai 6,3 Miliar

Ali belum bisa memberikan informasi tambahan mengenai kasus tersebut karena penyidikan masih berlangsung. Meskipun begitu, dia menegaskan bahwa kemajuan dalam penanganan kasus akan diumumkan secara berkala kepada publik.

"Perkembangan atas penanganan kasus tersebut, akan kami sampaikan bertahap kepada publik,"katanya.

Pada 29 Januari 2024, KPK menahan Siska Wati (SW), Kasubag Umum dan Kepegawaian BPPD Kabupaten Sidoarjo, sebagai tersangka dalam dugaan korupsi pemotongan insentif pegawai di BPPD Kabupaten Sidoarjo, Jawa Timur.

Baca Juga: Heboh Pegawai KPK Lakukan Pungli, Jubir Pastikan Penyidik ​​Tak Terlibat

Kemudian, pada 23 Februari 2024, KPK juga menahan Ari Suryono (AS), Kepala BPPD Kabupaten Sidoarjo, dalam kasus yang sama.

Kronologi perkara ini diduga dimulai ketika BPPD Kabupaten Sidoarjo memenuhi target pendapatan pajak pada 2023.

Sebagai imbalan, Bupati Sidoarjo mengeluarkan Surat Keputusan untuk memberikan insentif kepada pegawai BPPD. AS lantas memerintahkan kepada SW agar menghitung jumlah insentif yang diterima pegawai BPPD beserta potongan yang akan dialokasikan untuk kebutuhan AS dengan bupati.

Baca Juga: Nawawi Pomolango Resmi Jadi Ketua KPK Gantikan Firli Bahuri, Jokowi Enggan Beberkan Alasan

Insentif yang diterima akan dipotong sebesar 10 hingga 30 persen, tergantung pada jumlah insentif yang diterima.

SW juga diminta oleh AS untuk menyelesaikan penyerahan uang secara tunai, yang akan diorganisir oleh bendahara yang ditunjuk di 3 bidang pajak daerah serta di bagian sekretariat.

AS telah diduga secara aktif mengoordinasikan dan berkomunikasi tentang penyaluran potongan insentif kepada bupati melalui beberapa perantara yang dipercayai oleh bupati.

Baca Juga: Sempat Mangkir, Ajudan Ketua KPK Penuhi Akhirnya Panggilan Polda Metro Jaya

Pada tahun 2023, SW berhasil mengumpulkan potongan dengan penerimaan dana insentif dari ASN senilai Rp2,7 miliar.

Penyidik KPK masih sedang menyelidiki aliran dana terkait kasus dugaan korupsi ini.

AS didakwa melanggar hukum dalam Pasal 12 huruf f dari Undang-Undang No 31 Tahun 1999 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana telah diubah oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2019 perihal Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke 1 KUHP.***

Editor: Sri Hastuti

Sumber: ANTARA


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah