3. Meninggal Dunia di Usia 25 Tahun
Kartini menikah dengan Raden Adipati Djojodiningrat yang merupakan bupati Rembang, dari sanalah Kartini merasakan horison pemikirannya semakin berkembang.
"Di rumah orang tua saya dulu, saya sudah tahu banyak. Tetapi di sini, di mana suami saya bersama saya memikirkan segala sesuatu, di mana saya turut menghayati seluruh kehidupannya, turut menghayati pekerjaannya, usahanya, maka saya jauh lebih banyak lagi menjadi tahu tentang hal-hal yang mula-mula tidak saya ketahui," ungkap Raden Ajeng Kartini melalui suratnya kepada Ny. RM Abendanon-Mandiri.
"Bahkan tidak saya duga, bahwa hal itu ada", lanjut Kartini kepada Nyonya Abendanon yang menjadi sahabat penanya (Surat kepada Ny. R.M Abendanon-Mandiri, 10 Agustus 1904).
Baca Juga: Ramalan Zodiak Ini Berpotensi Mengalami Depresi
Meski sudah menghasilkan beragam tulisan yang menceritakan isi hatinya dan pemikirannya terhadap kesetaraan gender, Kartini harus menghembuskan nafas terakhirnya di usia muda yaitu berusia 25 tahun.
Kartini meninggal dunia setelah melahirkan anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada 13 september 1904.
Setelah beberapa hari melahirkan, Kartini meninggal dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.
4. Habis Gelap Terbitlah Terang
Habis gelap terbitlah terang. Kata-kata ini menjadi identik dengan sosok pahlawan nasional Kartini.