Sejarah Singkat Perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam Memperjuangkan Emansipasi Wanita

- 21 April 2022, 07:39 WIB
Potret Raden Ajeng Kartini.
Potret Raden Ajeng Kartini. /Instagram/@jejak_aktifis/

PRIANGANTIMURNEWS- Raden Ajeng Kartini atau Raden Ayu Kartini merupakan sosok wanita pribumi yang dilahirkan dari keturunan bangsawan.

Anak ke 5 dari 11 bersaudara ini merupakan sosok wanita yang sangat antusias dengan pendidikan dan ilmu pengetahuan.

Inilah sejarah singkat tentang perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita.

Baca Juga: RESMI !! Piala Walikota Solo 2022, Jadwal dan 8 Klub Ikut Berpartisipasi

1. Biografi Raden Ajeng Kartini

Raden Ajeng Kartini lahir di Jepara pada tanggal 21 April 1879. Kartini berasal dari kalangan bangsawan Jawa yang merupakan putri dari bupati Jepara bernama Raden Mas Adipati Ario Sosroningrat dengan M.A. Ngasirah.

Kartini lahir pada era penjajahan, dimana tidak adanya kesetaraan antara laki-laki dan wanita. Pada masa itu, perempuan tidak boleh pergi ke sekolah atau bekerja.

Banyak orang beranggapan bahwa tugas perempuan itu cukup tinggal dirumah dan melayani suami.

Baca Juga: Selamat Hari Kartini 2022, Yuk Pasang Twibbon di Media Sosial, Ini Cara Pemasangannya

Dari situlah mulai lahirnya pemikiran Kartini terhadap berbagai masalah termasuk tradisi feudal yang menindas, pernikahan paksa, dan poligami bagi wanita Jawa kelas atas, dan pentingnya pendidikan bagi anak perempuan.

2. Ketertarikan Menyetarakan Gender Wanita

Sosok Kartini juga digambarkan sebagai sosok perempuan yang memiliki kegemaran dalam belajar.

Meski pernah didiskriminasi saat sekolah, Kartini tetap rajin membaca buku-buku yang ia miliki. Mulai dari majalah hingga surat kabar yang menuliskan tentang pergerakan emansipasi wanita di Eropa.

Baca Juga: 5 Jenis Gangguan Mental Emosional yang Umum

Dari buku, surat kabar, dan majalah Eropa yang dibacanya, Kartini mulai tertarik dengan kemajuan berpikir para wanita Eropa.

Itulah yang membuat rasa keinginannya untuk mewujudkan wanita pribumi memiliki kesetaraan gender dengan laki-laki.

Tak sampai di situ, di usianya yang masih muda Kartini mendirikan sebuah sekolah untuk para perempuan dalam menempuh pendidikan di sana.

Baca Juga: KASUS SUBANG TERAKTUAL: Bohong dan Dusta Kepada Publik, Ternyata Dia Pembuka Tragedi ini !!!

Tujuan Kartini membangun sekolah ini agar ia dapat mengajarkan kepada wanita pribumi pengetahuan sehingga ia bisa mewujudkan cita-citanya yaitu kesetaraan terhadap emansipasi wanita.

3. Meninggal Dunia di Usia 25 Tahun

Kartini menikah dengan Raden Adipati Djojodiningrat yang merupakan bupati Rembang, dari sanalah Kartini merasakan horison pemikirannya semakin berkembang.

"Di rumah orang tua saya dulu, saya sudah tahu banyak. Tetapi di sini, di mana suami saya bersama saya memikirkan segala sesuatu, di mana saya turut menghayati seluruh kehidupannya, turut menghayati pekerjaannya, usahanya, maka saya jauh lebih banyak lagi menjadi tahu tentang hal-hal yang mula-mula tidak saya ketahui," ungkap Raden Ajeng Kartini melalui suratnya kepada Ny. RM Abendanon-Mandiri.

"Bahkan tidak saya duga, bahwa hal itu ada", lanjut Kartini kepada Nyonya Abendanon yang menjadi sahabat penanya (Surat kepada Ny. R.M Abendanon-Mandiri, 10 Agustus 1904).

Baca Juga: Ramalan Zodiak Ini Berpotensi Mengalami Depresi

Meski sudah menghasilkan beragam tulisan yang menceritakan isi hatinya dan pemikirannya terhadap kesetaraan gender, Kartini harus menghembuskan nafas terakhirnya di usia muda yaitu berusia 25 tahun.

Kartini meninggal dunia setelah melahirkan anak laki-laki bernama Soesalit Djojoadhiningrat pada 13 september 1904.

Setelah beberapa hari melahirkan, Kartini meninggal dan dimakamkan di Desa Bulu, Kecamatan Bulu, Rembang.

4. Habis Gelap Terbitlah Terang

Habis gelap terbitlah terang. Kata-kata ini menjadi identik dengan sosok pahlawan nasional Kartini.

Baca Juga: Puasa Ramadan Bikin Insomnia Makin Parah?

Bukan tanpa alasan, kata-kata tersebut menjadi banyak pembicaraan dan hal ini merupakan salah satu buku tulisan Kartini mengenai emansipasi perempuan.

Selama masa hidupnya, Kartini diketahui selalu berkomunikasi dengan sahabat penanya yang berada di Eropa melalui surat.

Kartini pun bercerita tentang keinginannya seperti kaum wanita Eropa dan terlepas dari penderitaan di masa itu.

Sepeninggalan Kartini, J.H. Abendanon yang merupakan Menteri Kebudayaan, Agama, dan Kerajinan Hindia Belanda mengumpulkan seluruh surat dari Kartini dan membuatnya menjadi sebuah buku berjudul "Door Duisternis tot Licht" yang artinya "Dari Kegelapan Menuju Cahaya" pada tahun 1911.

Baca Juga: Jadwal TV RCTI hari ini, Kamis 21 April 2022: Bapau Asli Indonesia hingga Dunia Terbalik

5. Karya Raden Ajeng Kartini

Di tahun 1922, Balai Pustaka menerbitkan buku dalam bahasa Melayu dengan judul "Habis Gelap Terbitlah Terang: Boeah Pemikiran".

Kemudian tahun 1938, terbitlah "Habis Gelap Terbitlah Terang" versi Armijn Pahe yang merupakan sastrawan Pujangga al.

Tulisan-tulisan Kartini sangat menarik perhatian masyarakat Belanda. Pemikiran Kartini pun mulai mengubah pandangan masyarakat Belanda terhadap wanita pribumi di Jawa.

Itulah cikal bakal yang memulai kesetaraan gender pada perempuan sudah tak dianggap tabu lagi.

Baca Juga: Gejala Kanker Mulut dan Bedanya dengan Sariawan

Jadi, meskipun Kartini sudah meninggal namanya sampai saat ini tetap diapresiasi sebagai tokoh perempuan nasional yang berjuang dalam emansipasi perempuan. Tak heran banyak orang yang mengagumi pengorbanannya.

Itulah sejarah singkat tentang perjuangan Raden Ajeng Kartini dalam memperjuangkan emansipasi wanita. Jangan biarkan kegelapan kembali datang, jangan biarkan kaum wanita kembali diperlakukan semena-mena. -RA Kartini.***

Editor: Galih R

Sumber: Instagram @lenterajiwa_plg


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah