Krisis Minyak Bumi Ternyata Pernah Dialami Dunia Selama Bertahun-tahun, Ini Penyebabnya

- 11 Januari 2021, 11:52 WIB
Pengisian bahan bakar mobil
Pengisian bahan bakar mobil /Pixabay/

PRIANGANTIMURNEWS- Sempatkah berpikir bagaimana apabila dunia krisis minyak bumi. Dan terjadi kemacetan yang luar biasa karena kendaraan berhenti secara bergantian.

Antrian dalam pengisian bahan bakar di seluruh dunia mulai mengalami kehabisan.

Tentunya yang akan pertama terjadi adalah keterpurukan ekonomi, karena mungkin perputaran uang terhambat dan kemiskinan bisa saja terjadi.

Baca Juga: Bisnis Menjanjikan Dengan Modal Kecil. 3 Jenis Usaha Ini Banyak Diminati

Bayangkan saja Indonesia menjadu negara penghasil minyak bumi dan mengalami krisis besar. Hal apa yang akan terjadi pada negeri ini.

Benak yang terpikir jika negara kehabisan minyak bumi adalah impor dari negara penghasil minyak bumi terbesar dunia seperti Negara Arab dan Timur Tengah lainnya.

Dengan itu mungkin setidaknya negara masih bisa mengantisipasi hal tersebut dengan impor. Tapi apa jadinya jika seluruh dunia kehabisan minyak bumi.

Baca Juga: Pangandaran Tidak Termasuk Penerapan PSBB di Jawa Barat, Hajatan Harus Sesuai Prokes

Dilansir Priangan Timur News dari Ring Times Banyuwangi, 'Tahukah Anda, Dunia Pernah Mengalami Krisis Minyak Bumi Selama Bertahun-tahun'

Mari kita beranjak dan sejenak kembali pada masa lalu. Pada tahun 1970-an dunia pernah mengalami krisis minyak bumi akibat embargo yang dilakukan Timur Tengah dan Amerika Serikat.

Hal ini membuat kemacetan dan atrian kendaraan yang panjang selama bertahun-tahun di tempat pengisian bahan bakar.

Pasca Perang Dunia II, selama Perang Arab dan Israel pada awal tahun 1973 hingga akhir tahun 1974, anggota Arab dari Organisasi Negara Pengekspor Minyak (OPEC) memberlakukan embargo terhadap Amerika Serikat.

Baca Juga: 7 Kantong Jenazah Dikonfirmasi RS Polri Telah Ditemukan Yang Diduga Korban Sriwijaya Air

Hal ini dilakukan sebagai pembalasan atas keputusan Amerika Serikat dengan harga dolar yang secara terus-menerus mengalami penurunan.

Selian itu, emborga juga dilakukan agar Amerika Serikat memasok kembali militer Israel dan sehingga mendapatkan pengaruh dalam perdamaian pasca perang dan sebagai jalan untuk melakukan negosiasi dari keduanya.

Anggota OPEC Arab juga memperpanjang embargo ke negara lain yang mendukung Israel termasuk Belanda, Portugal, dan Afrika Selatan.

Embargo melarang proses ekspor minyak bumi ke negara-negara yang ditargetkan dan mengakibatkan pemotongan produksi minyak sehingga dunia mengalami krisis minyak bumi akibat hal ini.

Setelah beberapa tahun melakukan negosiasi antara negara-negara penghasil minyak dan perusahaan minyak yang telah mengguncang dunia dengan sistem harga tersebut akibatnya, hal ini justru memperburuk efek embargo pada dunia.


Embargo minyak yang dilakukan sejak tahun 1973 sangat menekan ekonomi Amerika Serikat karena mereka semakin bergantung pada minyak produksi asing. 

Upaya pemerintahan Presiden Richard M. Nixon pada masa itu untuk mengakhiri embargo menandakan pergeseran kompleks dalam keseimbangan keuangan global serta kekuasaan ke negara-negara penghasil minyak.

Upaya ini juga memicu Amerika Serikat untuk mengatasi tantangan kebijakan luar negeri yang berasal dari ketergantungan jangka panjang pada produksi minyak asing.

Ketika embargo dimulai, pada masa itulah lonjakan harga minyak bumi sangat memberikan dampak dan implikasi secara global.

Harga minyak per barel pada awal masa ini naik menjadi dua kali lipat, kemudian naik empat kali lipat, dan menimbulkan biaya yang meroket pada konsumen serta memberikan tantangan struktural terhadap stabilitas ekonomi nasional Amerika Serikat bahkan global.

Tentu saja, hal ini terjadi karena embargo bertepatan dengan devaluasi dolar, resesi global yang berimbas pada perekonomian dunia.

Sekutu Amerika Serikat di Eropa dan Jepang telah menimbun pasokan minyak, dengan demikian mereka mampu mengamankan sendiri bantalan jangka pendek, tetapi kemungkinan jangka panjang dari harga minyak yang tinggi dan resesi memicu keretakan dalam Aliansi Atlantik.

Hingga pada akhirnya, negara-negara Eropa dan Jepang mendapati diri mereka dalam posisi tidak nyaman karena membutuhkan Amerika Serikat untuk mengamankan sumber energy minyak bumi, bahkan ketika mereka berusaha untuk melepaskan diri dari kebijakan Timur Tengah dan Amerika Serikat.

Amerika Serikat, yang menghadapi ketergantungan semakin besar pada konsumsi minyak dan berkurangnya cadangan domestik, mendapati dirinya lebih bergantung pada minyak impor daripada sebelumnya.

Hingga pada akhinya, Amerika Serikat harus merundingkan untuk segera mengakhiri masa embargo di bawah keadaan ekonomi domestik yang keras yang berfungsi untuk mengurangi pengaruh dunia.

Sejak saat itu, para ekonom memahami bahwa bank sentral dapat mempengaruhi sejauh mana guncangan penawaran yang mempengaruhi inflasi bagi dunia.

Harga minyak yang lebih tinggi, akan memiliki pengaruh yang luas terhadap komoditas di seluruh perekonomian dunia yang akan cenderung menghasilkan tekanan inflasi dan pertumbuhan yang lebih lambat bagi dunia.*** Kurnia Sudarwati/Ringtimes Banyuwangi

Editor: Agus Kusnadi

Sumber: Ringtimes Banyuwangi


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah