Mengerikan! di Balik 30 September 1965, Nyanyian Maut Syam Kamaruzaman Sapu Bersih PKI

30 September 2022, 14:17 WIB
Pahlawan Revolusi yang Gugur Akibat Peristiwa G30S PKI? /Instagram/@pahlawan_revolusi

PRIANGANTIMURNEWS- Kamis 30 September 1965 di pangkalan udara Halim Perdana Kusuma, Jakarta Timur.

Pada tengah malam Kamis 30 September 1965, tiga jam menjelang operasi penculikan tujuh jenderal TNI Angkatan darat akan dimulai.

Ketegangan mulai terasa intens pada Kamis 30 September 1965 menyelimuti para gerombolan penculik.

Baca Juga: Pemerintah Kota Tasikmalaya Kembali Meriahkan Hari Jadi dan HUT ke 22

Pada kamis 30 September 1965 beberapa gerombolan lelaki tampak terburu-buru memasuki Gedung Pemetaan Nasional, Divisi pengamat Udara TNI Angkatan Udara, tidak jauh dari sudut Barat laut Halim.

Lima pemimpin operasi penculikan menggelar rapat persiapan terakhir.

Mereka adalah Syam Kamaruzaman sebagai Ketua Biro Khusus PKI, Supono Marsudijoyo sebagai asisten Syam di biro khusus, Kolonel Abdul Latief sebagai Komandan Garnisun Kodam Jaya.

Baca Juga: Bikin Heboh!! Sosok Devina Kirana Dituding Sebagai Selingkuhan Rizky Billar, Hingga Memicu KDRT

Letkol Untung sebagai Komandan Batalyon pasukan pengawal Presiden Cakrabirawa dan Mayor Sujono sebagai Komandan Resimen Pasukan Pertahanan di Pangkalan Halim.

Mereka duduk mengitari meja rapat, wajah mereka Nampak letih.

Seharusnya operasi penculikan sudah dimulai pada pukul 11 malam.

Rencana pun akhirnya berubah karena tim inti terlambat berkumpul.

Syam membuka rapat sembari mengepulkan asap rokok, dalam rapat tersebut laporan dari pasukan-pasukan di daerah sudah masuk, ternyata banyak dari pasukan tersebut yang belum siap bergerak ke Jakarta.

Baca Juga: Link Streaming Nonton Series Antares Season 2 Episode 1,2,dan 3, GRATIS DI SINI

Ketegangan pun mulai memuncak di benak para peserta rapat.

Tidak jauh dari Halim, tepatnya di daerah Lubang Buaya, pasukan G30S sudah bersiaga.

Namun persiapan pasukan di lubang buaya pun tidak berjalan mulus alias banyak terjadi kendala, seperti rantai Komando tujuh regu penculik belum disepakati.

Pembagian sasaran penculikan juga kacau, dua tim penculik Sebagian besar beranggotakan pemuda rakyat organisasi pemuda sayap PKI yang baru belajar menembak.

Namun mereka malah diberikan tugas mengambil target kelas kakap yakni Menteri Pertahanan Jenderal abdul Haris Nasution dan Panglima TNI Angkatan darat Letnan Jenderal Ahmad Yani.

Baca Juga: SADIS!! Polisi Ungkap Semuanya, Beginilah KDRT yang Dilakukan Rizky Billar kepada Sang Istri Lesti Kejora

Target kemudian ditukar lagi dengan pasukan lain dengan tergesa-gesa.

Brigjen Suparjo panglima komando tempur 4 Komando Mandala Siaga.

Tiga hari sebelumnya baru tiba dari Kalimantan untuk bergabung dengan tim G30S.

Pada malam itu tertegun melihat buruknya persiapan.

“Ternyata setelah diteliti, kekuatan positif di pihak kita hanya satu kompi cakrabirawa,”ucap Brigjen Suparjo.

Baca Juga: Akhirnya Terkabul! Permintaan Mengejutkan Luis Milla di Ijabah vs Persija! Kira-Kira Apa? 

Keraguan pun mulai menjalar di benak para peserta rapat, Syam menghardik mereka dengan keras.

“Bung, giliran revolusi mau berjalan, banyak yang ingin mundur, tapi kalau sudah mau menang banyak yang mau ikut,” ucap Syam.

“Kekurangan apapun tidak bisa membatalkan rencana kita, apa boleh buat, kita tidak bisa mundur lagi,”sambungnya.

Rapat kemudian ditutup pada pukul 03.15, tim penculik bergerak menuju sasaran masing-masing.

Inisiatif operasi penculikan dini hari itu datang dari ketua umum Comite Central PKI, Dipa Nusantara Aidit.

Baca Juga: Ini Negara yang Lolos Semifinal UEFA Nations League,  Inggris Turun Kasta, Prancis Gagal Lolos

Pada awal agustus 1965, sepulang dari kunjungannya ke cina, Aidit menghubungi tangan kanannya, Syam kamaruzaman.

“Kenapa bung pulang mendadak ke Indonesia? Kata Syam

“Saya segera ke Indonesia begitu mendapat kabar presiden sakit, saya khawatir presiden meninggal dunia,” jawab Aidit

“Saya takut kematian Bung Karno bisa dimanfaatkan jenderal Angkatan darat untuk merebut istana dan menyingkirkan PKI,” jelas Aidit.

“PKI harus memilih didahului atau mendahului,”sambungnya.

Baca Juga: DRAMATIS! Inilah Enam Kemenangan Persib Bandung Paling Dikenang Saat Melawan Persija Jakarta!

Dan pada malam itu ketua tampaknya sudah mengambil keputusan, Syam segera diminta untuk memeriksa barisan Biro Khusus, dan membuat konsep untuk mengadakan suatu Gerakan yang bersifat terbatas.

Syam bergerak cepat, dua hari setelah bertemu dengan Aidit, dia mengumpulkan dua asistennya yaitu Pono dan Bono di rumahnya di Salemba Tengah, Jakarta Pusat.

Tiga perwira menengah TNI menjadi kandidat utama pelaksana operasi terbatas Aidit.

Mereka adalah kolonel Abdul Latif, Letkol Untung, dan Mayor Sujono.

“Karena ini tugas partai, maka tenaga pelaksana utama harus berasal dari anggota partai,”kata Syam.

Baca Juga: Teror Nikita Mirzani Makin Menyeramkan Kepada Najwa Shihab, Sampai Berani Mengancam Seperti Ini!

Syam juga mengirim telegram ke semua jaringan Biro khusus daerah. Dalam telegram itu berisi taktik dan strategi pergerakan pasukan PKI.

Begitu rencana aksi terbatas sukses, mereka harus menguasai instansi penting di daerah, dan mengajak pejabat setempat mendukung dewan revolusi.

Dengan cara itu diharapkan sebuah aksi kecil di Jakarta bisa memicu Gerakan massa yang meluas di seluruh Nusantara.

Rapat persiapan dilakukan sampai sepuluh kali.

Lokasi berganti-ganti, kadang di rumah Syam, kolonel Latif, atau kediaman Kapten Wahyudi.

Baca Juga: SELAMAT, Inilah Daftar Nama Pemenang Infotainment Awards 2022, Best Couple Lesti Kejora dan Rizky Billar

Sasaran operasi terbatas PKI baru ditentukan pada 26 September 1965.

Tim pelaksana menentukan ada 10 tokoh anti komunis yang harus diamankan.

Selain tujuh nama jenderal TNI Angkatan darat yang sudah umum diketahui, Syam mengusulkan penculikan mantan wakil presiden Mohammad Hatta, Wakil perdana menteri III Chairul Saleh, dan Jenderal Sukendro.

Aidit kemudian mencoret tiga nama terakhir.

Lubang buaya 1 Oktober 1965 pukul 05.30 WIB. Tim penculik Pasopati Kembali ke Markas dengan kabar buruk.

Tiga jenderal tewas tertembak, termasuk sasaran utama, Ahmad Yani.

Baca Juga: Manfaat Garam dan Madu Hilangkan Plek Hitam di Wajah

Sedangkan Jenderal Nasution mampu lolos dari sergapan para penculik. Semula Aidit bermaksud membawa para jenderal ke hadapan Presiden Soekarno hidup-hidup.

Dan meminta mereka membatalkan rencana kudeta dewan Jenderal.

Sekarang rencana itu gagal, sejak itu operasi Biro khusus PKI perlahan-lahan runtuh.

Satu batalion pasukan Gerakan cepat TNI Angkatan udara, yang direncanakan datang, tidak pernah muncul.

Pasukan tank dan panser yang diharapkan datang dari Bandung pun tidak pernah ada.

Baca Juga: Borong Banyak Penghargaan, Lesti Kejora dan Rizky Billar Tak Hadiri Infotainment Awards 2022

Kubu TNI menyerang balik para komplotan PKI, ditengah serangan balik itu, pukulan terakhir datang dari Presiden Soekarno.

Kepada Brigjen Supardjo yang menemuinya di Halim Jumat 1 Oktober, Bung Karno itu memberikan perintah tugas.

“Jangan lanjutkan pertempuran darah !!,”tegas Soekarno.

Moral para penculik pun langsung jatuh tepat pukul 7 malam, suara Bariton Panglima Kostrad Mayjen Soeharto pun mengudara.

“Gerakan 30 September adalah kontrarevolusioner,”kata Soeharto.

Ketika itu Syam sadar, mereka sudah kalah.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Capricorn Hari Ini Jumat 30 September 2022, Akan Ada Kesempatan Baik Datang Untuk Anda

Pada 2 Oktober pukul 1 siang, sehari setelah operasi dipastikan gagal.

Syam meninggalkan Halim dan pulang ke rumahnya di jalan pramuka jati, Jakarta Pusat.

Sepekan kemudian tanpa pamit kepada anak-anaknya dia melarikan diri ke Bandung.

Dibutuhkan satu setengah tahun bagi tentara untuk menemukan Syam.

Pada 9 maret 1967, Syam akhirnya bisa ditangkap TNI Ketika bersembunyi di Cimahi, Jawa barat.

Di rumah letnan Suparman, tentara yang bersimpati kepada PKI.

Setelah itu aparat menguras informasi dari Syam tentang G30S dan Partai Komunis Indonesia.***

Editor: Galih R

Sumber: YouTube Sejarah Seru

Tags

Terkini

Terpopuler