UEFA vs European Super League, Siapa yang Lebih Korup

- 21 April 2021, 18:40 WIB
Kolase foto Ketua European Super League, Florentino Perez dan Ketua UEFA, Aleksander Ceferin.
Kolase foto Ketua European Super League, Florentino Perez dan Ketua UEFA, Aleksander Ceferin. /Twitter/@goal/

PRIANGANTIMURNEWS- Setelah mendapat protes keras dari para penggemar, klub sepak bola yang awalnya tergabung dalam European Super League (ESL) akhirnya memutuskan untuk mundur dari kompetisi kontroversial tersebut.

Namun, masih harus dilihat apa akibatnya bagi 12 klub yang dijuluki "The Dirty Dozen" itu.

Fokus saat ini ada pada para pemilik klub yang memutuskan untuk ambil bagian dalam ESL.

Tokoh-tokoh seperti Stan Kroenke dari Arsenal, Glazers dari Manchester United dan John Henry dari Liverpool sedang dalam sorotan besar saat ini.

Baca Juga: Aldebaran Menugaskan Randy untuk Jebak Elsa dan Riky yang sedang Berduaan di Hotel Emerald

Di luar pemilik klub, mungkin banyak yang berkata bahwa sepak bola adalah untuk para penggemar, dan permainan tidak ada artinya tanpa mereka.

Atau mungkin mereka berkata, bahwa sepak bola bukan tentang uang, tetapi tentang sportifitas, atau bla bla bla.

Namun, sayangnya, pernyataan-pernyataan tersebut juga terlalu kekanak-kanakan, sebab telah melupakan betapa pentingnya investasi dan keuangan dalam olah raga tersebut.

Gagasan European Super League bukanlah hal yang bisa hanya dilihat dari sudut penggemar saja. Ia juga harus dilihat dari segi politik dan kepentingan organisasi tersebut.

Baca Juga: Elsa dan Riki Kepergok Papa Candra Berduaan di Hotel Emerald, Ikatan Cinta Malam Ini Rabu 21 April 2021

Kita tidak bisa memandang UEFA atau Federasi sepak bola lainnya sebagai dewa yang tidak bisa dikritik. Sebab pada faktanya, banyak kasus korupsi yang menjerat para petinggi di UEFA, FIFA dan Federasi sepak bola yang saat ini menentang ESL.

Pemerhati sepak bola sejati harusnya faham, bagaimana UEFA, FIFA, dan federasi-federasi lainnya mengontrol keuangan dari sepak bola tersebut.

Pernahkan anda mendengar nama-nama seperti Gianni Infantino, Sepp Blatter, atau Michel Platini?

Atau, pernahkan anda mendengar kasus Panama Papers yang telah merugikan banyak klub karena telah semena-mena menjual hak siar Liga Champions, Liga Eropa, dan Piala Super Eropa ke Amerika Selatan?

Ya. Itu adalah sederet kasus yang menunjukkan betapa serakah dan korupnya UEFA dan FIFA.

Baca Juga: 6 Karakter R.A Kartini dalam Menyuarakan Emansipasi Wanita

Jika anda berkata bahwa ESL hanya tentang uang, memangnya UEFA tidak?

Salah besar jika anda berfikir bahwa ESL telah mencoreng sepak bola, ESL justru hendak menyelamatkannya.

ESL dibentuk untuk melawan sistem yang berlaku di UEFA yang telah lama merugikan klub. Penggemar tidak akan faham tentang hal itu.

Penggemar hanya tahu, bagaimana seandainya pemain kesayangan mereka tidak bisa memperkuat timnas di laga internasional, atau mereka hanya tahu bagaimana seandainya klub kesayangan mereka tidak bisa berkompetisi di liga domestik.

Mereka tidak mengerti, bahwa ini perang kepentingan antar organisasi sepak bola. Bukan perang yang pangkalnya ada pada filosofis atau nilai dan budaya yang mengakar pada sepak bola itu sendiri.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tinjau Langsung Panen di Indramayu Jawa Barat

Jika pihak UEFA atau Ceferin mengatakan bahwa ESL telah "meludahi wajah sepak bola" harusnya mereka berkaca pada kasus-kasus yang telah menjerat UEFA atau FIFA sebelumnya.

Dan penggemar juga harusnya tahu, kenapa UEFA berkata demikian? Itu hanya cara mereka untuk mengelabui publik dengan membangun opini di luar permasalahan yang sebenarnya terjadi.

Permasalahan yang terjadi saat ini adalah tentang pembagian uang yang selama ini UEFA tidak pernah mau untuk berterus terang tentang pembagian tersebut kepada klub.

Wajar, jika ESL dibentuk. Karena klub tidak puas pada pengelolaan dan pembagian uang yang diberlakukan UEFA saat ini.

Baca Juga: Awas Hati-Hati, Penjual Daging Celeng Berkedok Daging Sapi Kini Kembali Beredar di Lampung Timur

Harusnya, penggemar tidak hanya mengutuk ESL, tetapi, mereka juga mengutuk UEFA yang tidak pernah transparan dalam pembagian hasil dengan klub yang bernaung di bawah mereka.***

Editor: Agus Kusnadi

Sumber: Berbagai Sumber


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah