Kisah Kesenian Tradisional Benjang Batok Asli Pangandaran yang Berhasil Mengelabui Penjajah Jepang

25 September 2021, 12:08 WIB
Kesenian Benjang Batok di Sanggar Saung Angklung Mang Koko Desa Cibanten, kecamataten /Aldi Nur Fadilah/Sabtu, 25 September 2021

PRIANGANTIMURNEWS - Kesenian tradisional daerah di Kabupaten Pangandaran sangat banyak sekali.

Salah satu kesenian daerah asli Pangandaran yakni, Benjang batok yang alat musik utamanya berasal dari batok kelapa.

Benjang batok merupakan kesenian tradisional yang sudah ada sejak zaman penjajahan Jepang pada tahun 1942-1945.

Tepatnya, kesenian Benjang batok berasal dari Karangpaci, Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang, Kabupaten Pangandaran.

Saung Angklung Mang Koko

Saat ini kesenian tradisional daerah Benjang Batok dilestarikan dan dirawat oleh Saung angklung Mang Koko.

Pemilik Saung angklung Mang Koko mengatakan sudah merawat seni tradisional daerah Benjang Batok sejak dirinya muda.

"Kalo untuk Sanggar angklung Mang Koko mulai serius sejak tahun 2008," kata Mang Koko kepada PRIANGANTIMURNEWS pada Sabtu, 25 September 2021.

Mang Koko juga ceritakan sejarah singkat Benjang batok ketika berhasil melawan Penjajah Jepang dengan seni.

"Kesenian Benjang batok ini merupakan sisa perjuangan saat membela nusa dan bangsa zaman penjajahan Jepang," terangnya.

Baca Juga: Mitos Kedatangan Naga Bintang di Pantai Pangandaran, Ini Kata Nelayan Batukaras

Menurut Mang Koko cara Benjang batok melawan penjajah Jepang hanya dengan mengelabui para penjajah dengan sekumpulan perempuan.

Pada waktu itu menurut Mang Koko terjadi pada zaman kerja paksa atau Romusa. Untuk menghindari terjadinya kerja paksa yang menyebabkan banyak korban, para perempuan di daerah Karangpaci berkumpul membentuk kelompok Benjang batok.

Salah satunya ibu-ibu pada zaman itu mengelabui penjajah dengan diiringi Benjang batok yang merupakan gerakan tarian dengan memukul batok.

Supaya penjajah itu senang akan hiburan terus bikin lupa yang akhirnya, bisa membuat penjajah melupakan segala hal termasuk niat romusa di daerah tersebut.

"Akhirnya para penari Benjang batok berhasil mengalihkan perhatian, sehingga para suami penari bisa lari ke mana saja agar terhindar dari romusa," terangnya.

Baca Juga: Gunung Parang Pangandaran Menjadi Saksi Petarungan Dua Pengawal yang Memperebutkan Pusaka Raja Galuh Ajisaka

Benjang batok berasal dari kata asalnya bahasa Sunda yaitu "Ngabebenjo Anu Nganjang".

Benjang yang artinya dalam bahasa Indonesia Memanjakan atau melayani dengan baik dengan tujuan mengalihkan perhatian para penjajah.

Sedangkan Kata "Nganjang" sendiri artinya pendatang, datang dari tempat jauh ke rumah pribumi.

"Jadi Benjang Batok merupakan siloka atau kata lain Kirata (dikira-kira tapi nyata)," ucapnya.

Jika disimpulkan Benjang batok artinya memberikan pelayanan dengan baik kepada para pendatang atau tamu.

"Orang yang pertama kali menyebut nama Benjang batok yaitu Ibu Eloh salah satu penari dan penyanyi Benjang batok pertama," kata Mang Koko.

Baca Juga: Gunung Parang Pangandaran Menjadi Saksi Petarungan Dua Pengawal yang Memperebutkan Pusaka Raja Galuh Ajisaka

Ibu Eloh juga merupakan salah satu pengajak di lingkungan munculnya Benjang batok di Karangpaci, Desa Kertayasa, Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran.

Selain itu, Ibu Eloh juga salah satu pejuang yang berhasil mengalihkan pasukan penjajah dengan tradisi seni tradisional Benjang batok.

Mang Koko juga sebut untuk penari Benjang batok tidak memiliki pakem harus berapa orang.

Tapi seiring berjalannya waktu ada kolaborasi yang menyatukan kesenian Benjang batok dengan kesenian musik lain, salahsatunya dengan angklung yang dilestarikan Saung angklung Mang Koko di Desa Cibanten, Kecamatan Cijulang Kabupaten Pangandaran.

Instrumen yang dikolaborasikan dalam kesenian Benjang Batok diantaranya angklung ageung, angklung alit atau angklung buncis, kendang, kecrek, jenglong dan tarompet.

Untuk mempertahankan kesenian Benjang batok agar tetap utuh nilai-nilai kebudayaanya, Mang Koko dirikan Saung angklung.

"Saung angklung Mang Koko mulai serius untuk melestarikan kesenian musik tradisional mulai pada tahun 2008," ucapnya.

Mang Koko juga sebut Saung angklung miliknya saat ini sudah menjadi sanggar pelestarian khusus alat tradisional Budaya daerah Kabupaten Pangandaran, Jawa Barat.

Cara mempertahankan alat musik tradisional daerah di Kabupaten yang dilakukan Mang Koko dengan bebaskan biaya pelatihan alat musik tradisional.

"Karena Kabupaten Pangandaran hampir 90 persen hapus seni tradisional daerahnya karena tidak banyak diminati," kata Mang Koko.

Mang Koko juga mengatakan sejak berdirinya Saung angklung Mang Koko dari mulai tahun 2008 sampai saat ini melestarikan budaya daerah tanpa bayaran ataupun imbalan apapun.

"Saung angklung Mang Koko secara cuma-cuma membudayakan Seni budaya tradisional," ucapnya.

Baca Juga: Cerita Sembah Agung dan Penyebaran Agama Islam di Wilayah Cijulang

Saung angklung Seni tradisional Mang Koko tidak dipungut biaya sampai saat ini untuk murid yang belajar seni tradisional budaya.

"Sudah ada 1700 murid Saung angklung Mang Koko di Kabupaten Pangandaran dan Tasikmalaya," ucapnya.

Agar tetap lestari seni budaya tradisional Benjang Batok oleh Mang Koko dikenalkan kepada putranya dan masyarakat sekitar.

Sempat manggung dibeberapa daerah di Jawa Barat. "Alhamdulillah semua Kota sempat Saung Angklung Mang Koko kunjungi, termasuk Ibu Kota Jakarta, Purwakarta, Berebes dan Bandung," kata Mang Koko.

Mang Koko juga punya inisiatif sendiri, sekarang murid yang unggulan merupakan anaknya sendiri. "Kebetulan pengurus Saung angklung Mang Koko merupakan masyarakat sekitar," ucapnya.

Mang Koko juga merupakan pengrajin angklung di Pangandaran yang memproduksi sendiri dengan penjualannya yang sudah ke beberapa daerah.

Selama pandemi Mang Koko mengakui merasakan dampak pandemi terutama penjualan angklung yang biasanya diproduksi untuk sekolah-sekolah.

"Semuanya pasti merasakan dampak dari Pandemi Covid-19. Namun Saung angklung Mang Koko tidak mengurangi semangat untuk tetap berkesenian dalam melestarikan budaya," ucapnya.

Untuk penyaluran karyanya Saung angklung Mang Koko menampilkannya di media sosial dan YouTube dengan nama Studi Angklung.

"Alternatif itu dilakukan Saung angklung Mang Koko agar tetap bisa manggung walaupun secara virtual," pungkasnya.***

Editor: Agus Kusnadi

Tags

Terkini

Terpopuler