Pemerintah Dianggap Makin Abai Terhadap Perlindungan Tenaga Kesehatan

- 4 Februari 2021, 06:10 WIB
Sejumlah anggota Satgas Covid-19 Kota Tasikmalaya mengenakan baju hazmat untuk melakukan sterilisasi dengan desinfektan saat bersiap melaksanakan proses pemakaman di sebuah permakaman belum lama ini.
Sejumlah anggota Satgas Covid-19 Kota Tasikmalaya mengenakan baju hazmat untuk melakukan sterilisasi dengan desinfektan saat bersiap melaksanakan proses pemakaman di sebuah permakaman belum lama ini. /Rommy Rosyana/Priangantimurnews/

PRIANGANTIMURNEWS - Koalisi Warga untuk Keadilan Akses Kesehatan yang terdiri Indonesia Corruption Watch (ICW), LaporCovid19, Lokataru Foundation, dan Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) menganggap pemerintah abai terhadap perlindungan tenaga kesehatan.

Peneliti ICW Wana Alamsyah menjelaskan, kebijakan pemerintah dalam penanganan Covid-19 kembali menuai persoalan. Pada 1 Februari 2021 lalu Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengirimkan surat kepada Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin mengenai permohonan perpanjangan pembayaran insentif bulanan dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan dan peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis (PPDS) yang menangani Covid-19.

"Dalam surat tersebut tercantum besaran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan yang dipotong oleh pemerintah," jelas Wana dalam keterangan tertulis yang diterima Priangantimur, Rabu, 3 Februari 2021.

Baca Juga: PMII Minta Polres Tasik Tegas Berantas Kejahatan

Besaran insentif dan santunan kematian bagi tenaga kesehatan kata dia, telah diatur dalam Keputusan Menteri Kesehatan Nomor 447 tahun 2020 (Kepmenkes 447/2020). Dalam aturan tersebut besaran insentif yang didapatkan oleh tenaga kesehatan bervariasi: Dokter Spesialis Rp15 juta; Dokter Umum dan Gigi Rp10 juta; Bidan dan Perawat Rp7,5 juta; dan Tenaga Medis Lainnya Rp5 juta.

"Mirisnya, dalam surat yang dikirimkan oleh Menteri Keuangan, insentif yang berhak didapatkan oleh tenaga kesehatan dipotong 50 persen," tandasnya.

Tak hanya itu sambung Wana, akhir Januari lalu, Indonesia menduduki peringkat atas se-Asia dengan kasus aktif terbanyak yakni 174.083 kasus. Buruknya tata kelola tidak diimbangi dengan politik anggaran yang berfokus pada penanganan pandemi Covid-19.

Baca Juga: Sandiaga Uno Ajak Media Siber Bangkitkan Sektor Pariwisata di Indonesia

"Alih-alih memperbesar anggaran kesehatan, pemerintah di tahun 2021 malah menaikkan anggaran infrastruktur sekitar 67 persen atau menjadi sebesar Rp 417,4 triliun dibanding dengan tahun sebelumnya yang hanya Rp 281,1 triliun," paparnya.

Dia mengungkapkan, dalam APBN 2021, anggaran untuk bidang kesehatan khususnya penanganan Covid-19 mengalami penurunan cukup drastis. Tahun 2020 pemerintah mengalokasikan anggaran kesehatan khusus Covid-19 sebesar Rp 87,55 triliun. Sedangkan tahun 2021 anggaran tersebut turun menjadi Rp 60,5 triliun. "Pemotongan insentif bagi tenaga kesehatan ini diduga disebabkan adanya penurunan alokasi anggaran untuk Covid-19," ungkapnya.

Halaman:

Editor: Muh Romli


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah