Pers Indonesia: Historis dari Masa ke Masa, Perjuangan Tidak Mengenal Lelah

- 22 Mei 2022, 22:21 WIB
Potret salah satu buku yang menjelaskan tentang pers di Indonesia.
Potret salah satu buku yang menjelaskan tentang pers di Indonesia. /PRMN/PRITIMNEWS/NANANG YUDI/

PRIANGANTIMURNEWS- Secara historis, pers telah mengalami perjalanan periodik waktu cukup panjang. Kehidupan pers Indonesia diawali dari masa Hindia-Belanda, Penjajahan Jepang, masa kemerdekaan, era Orde lama, era Orde Baru, dan kini di era reformasi.

Dalam perjalanan sejarahnya, pers Indonesia tidak mengenal lelah. Sebelum Indonesia merdeka, pers menjadi perhatian serius, khususnya dari pemerintah kolonial yang menjajah hampir 350 tahun.

Meskipun Indonesia sudah merdeka kebebasan pers masih dikhawatirkan akan terancam dengan berbagai bentuknya.

Baca Juga: Pelayanan Publik Harus Mengarah Pada SSO

Kondisi perkembangan kebebasan pers menjadi faktor dominan agar pers dapat terus hidup dalam menjalankan peran dan fungsi-fungsinya, turut dipengaruhi oleh realitas politik penguasa pada tiap periode tersebut.

Pada masa Kolonialisme, pers berperan sebagai pers perjuangan bersifat lokal dan merupakan unsur penting dari perjuangan rakyat dalam memproklamirkan kemerdekaan Indonesia.

Pers perjuangan label kepada pers di masa revolusi kebebasan, murni menyuarakan semangat antikolonialisme. Pers ketika itu sangat jauh dari pemikiran bagaimana mencari keuntungan dan hanya sedikit bisa bertahan dalam situasi demikian, seperti Antara, Medan Prijaji, dan Pemandangan.

Baca Juga: Isi Waktu Luang, Presiden RI ke-6 SBY Melukis di Pantai Pancer Door Pacitan bersama Ribuan Anak-Anak

Selanjutnya pada penjajahan Jepang, regulasi seputar pers berlandaskan undang-undang penguasa (Osamu Seiri) Nomor 16 Tentang Pengawasan Badan-Badan Pengumuman dan Penerangan.

Propaganda Jepang terhadap Pers untuk melawan Sekutu memberikan Inspirasi baik bagi perjuangan mencapai kebebasan secara keseluruhan ataupun tekad untuk terlibat langsung dalam proses pencapaian tersebut.

Dinamika pers mengalami perkembangan semasa awal Republik ini merdeka 17 Agustus 1945, kemudian tumbuh kerdil di bawah Demokrasi Terpimpin dan rezim Orde Baru. 

Baca Juga: Hasil Timnas U-23 Indonesia vs Malaysia di SEA Games 2022, Tim Garuda Rebut Medali Perunggu

Setelah Indonesia merdeka, tepatnya pada bulan Oktober 1945, Menteri Penerangan mengeluarkan pengumuman tentang persuratkabaran dengan pernyataan bahwa pikiran masyarakat (public opinion).

Itulah sendi dasar pemerintah berkedaulatan rakyat maka pers yang tidak merdeka tidak mungkin menyatakan pikiran masyarakat dan hanya pikiran dari penguasa.

Ketika revolusi dan perang kemerdekaan pecah, nasib pers kian terbelenggu dengan kompleksitas permasalahannya. Tak mengherankan, pada tahun pertama bangsa ini merdeka merupakan tahun terbaik pelaksanaan kebebasan pers.

Baca Juga: Nayeon, Tzuyu, dan Momo TWICE Dinyatakan Positif COVID-19, Alami Gejala Ini

Dinamika partai politik ketika itu, menyebabkan pers terpolarisasi dan banyak yang berafiliasi dengan parpol dan menjadikannya menjadi alat perjuangan.

Namun pada tahun 1950-an, pers mulai bisa bertahan dengan mencari keuntungan. Starategi bisnis keluarga untuk mengembangkan pers mulai dilakukan, seperti Muchtar Lubis (Indonesia Raya), B.M Diah (Merdeka), Rosihan Anwar (Pedoman), dan Hetami (Kedaulatan Rakyat).

Sejarah mencatat nama-nama tersebut memiliki kontribusi besar membangun pers Indonesia, selain R.M. Tirtoadisuryo, Djamaluddin Adinegoro, dan Suardi Tasrif.

Baca Juga: Kejar Vietnam di SEA Games 2021, Indonesia Raih Emas Kembali

Apabila kita flashback, kisah pers di Indonesia merupakan cerita penekanan yang pahit. Sepanjang tahun 1980 misalnya, fungsi pers masih mengalami pengerdilan.

Dengan demikian, pers di Indonesia lahir dari penderitaan dan tekanan terhadap rakyat dan kemarahan, seperti rasa nasionalisme, kemerdekaan dan seterusnya.***

Editor: Galih R

Sumber: Buku Pengantar Hukum Pers


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah