Kekerasan Seksual Putri Candrawathi Ada Kejanggalan, Ini Kata Reza Indragiri Pakar Psikologi Forensik

13 Desember 2022, 23:22 WIB
Terdakwa Putri Candrawathi . ANTARA FOTO/Indrianto Eko Suwarso/aww. /

PRIANGANTIMURNEWS - Dugaan kekerasan seksual oleh Brigadir J kepada Putri Candrawathi dinilai banyak kejanggalan.

Dalam kasus ini, Putri Candrawathi mengaku alami dugaan kekerasan seksual oleh Brigadir Nofitansyah Yosua Hutabarat (Brigadir J) di Magelang.

Pengakuan Putri Candrawathi banyak kejanggalan. Kejanggalan itu, berdasarkan keterangan Ricky Rizal dalam kesaksiannya, bahwa Putri Candrawathi mencari Brigadir J, kemudian Brigadir J diketahui menghadap Putri setelah disebut-sebut melakukan perkosaan.

Baca Juga: Calo Penerimaan Calon Siswa Polri Ditetapkan Jadi Tersangka

Demikian disampaikan Pakar psikologi forensik Reza Indragiri Amriel.

Sesuai keterangan Reza yang diterima Antara di Jakarta, Senin 12 Desember 2022 menyebutkan, ada tahap-tahap pulih dari trauma akibat kejahatan seksual.

Tahapan itu dimulai dari mengatasi perasaan takut, kemudian memulihkan ingatan dan berinteraksi kembali dengan orang yang disebut menjahati secara seksual (reconnecting to others).

"Secepat itukah PC bisa langsung pulih dan melompat ke fase ketiga? Dan reconnecting to others itu adalah berinteraksi kembali dengan orang yang dia sebut telah menjahatinya secara seksual beberapa menit sebelumnya," kata Reza.

Baca Juga: Perampok terhadap Polwan di NTB Ditembak Petugas karena Berusaha Melarikan Diri

Dalam situasi ini, ujar Reza, singkat sekali jeda waktu sejak momen Putri Candrawathi diperkosa sampai kemudian mau bertemu lagi dengan pelaku perkosaan tersebut.

"Masuk akalkah?" tanya Reza.

Kejanggalan berikutnya, kata ahli psikologi forensik pertama di Indonesia itu, dalam pertemuan empat mata antara Putri Candrawathi dan Brigadir J selama sekitar 15 menit di kamar Putri, menimbulkan tanda tanya, apa yang diobrolkan oleh keduanya.

Sebagai ahli psikologi forensik, Reza mempertanyakan apa obrolan tersebut setara.

Namun, dia berpendapat, kemungkinan obrolan merupakan obrolan di mana satu pihak mengendalikan pihak lain.

Baca Juga: Waspada! Kasus HIV AIDS di Tasikmalaya Sentuh Angka 1,030 Orang

 "Dalam obrolan yang diwarnai relasi kuasa semacam itu, didiktekanlah skenario untuk menutup-nutupi apa yang telah terjadi. Skenario itu yang terwakili oleh perkataan Y (Brigadir J) saat dia dipanggil FS, 'Kenapa, Pak? Ada apa, Pak?'" ungkap Reza.

Di sisi lain, lanjut Reza, memahami bahwa sudah telanjur ada kegegeran di rumah Magelang, Putri Candrawathi berpikir ulang.

Mengingat klaim tidak terjadi apa-apa, tidak akan dipercayai oleh siapa pun. Apalagi, jika asisten rumah tangga dan ajudan sendiri yang mengabarkan kepada Ferdy Sambo ihwal kegemparan yang mencurigakan di Magelang yang bakal memicu kemurkaan suaminya. 

Menurut Reza, pada titik itulah boleh jadi Putri Candrawathi berpikir tentang menyelamatkan dirinya sendiri dengan strategi relabelling atau tuduhan (narasi) palsu (false accusation) tentang apa yang dilakukan Brigadir J.

Baca Juga: Gempa Bali, Lima Bangunan dan Rumah Sakit Balimed Karangasem Rusak

"Tragisnya, relabelling itu lantas ditelan bulat-bulat oleh FS. Pengalaman investigasinya selaku anggota Polri tak berfungsi. Relasi kuasa akhirnya makan korban, Y kehilangan nyawa," kata Reza.

Hingga saat Putri Candrawathi dihadirkan sebagai saksi pembunuhan Brigadir J dengan terdakwa Ricky Rizal Wibowo, Kuat Maruf, dan Richard Eliezer, Senin, pada pemeriksaan yang ada keterangan terkait dengan dugaan kekerasan seksual digelar secara tertutup, Reza masih sangsi akan adanya perkosaan di Magelang.

Akan tetapi, karena narasi tentang kejahatan seksual itu terus saja dipaksakan harus ada, Reza justru berpendapat bahwa Brigadir J bukanlah pelaku dalam narasi perkosaan itu.

"Majelis hakim akan ungkap semua dan memutus dengan seadil-adilnya," kata Reza.***

 

Editor: Muh Romli

Sumber: Antara

Tags

Terkini

Terpopuler