Mahkamah Konstitusi Putuskan UU Cipta Kerja Inkonstitusional Bersyarat, YLBHI: Pemerintah dan DPR Bersalah

- 26 November 2021, 06:36 WIB
Ilustrasi -  Mahkamah Konstitusi memutuskan UU Nomor 11 Tahun 20201 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat
Ilustrasi - Mahkamah Konstitusi memutuskan UU Nomor 11 Tahun 20201 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat /Pixabay/ArtsyBeeKids/

PRIANGANTIMURNEWS - Mahkamah Konstitusi (MK) menyatakan Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja inkonstitusional bersyarat.

UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja tersebut bertentangan dengan UUD 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat.

Amar putusan itu disampaikan Mahkamah Agung dengan nomor 91/PUU-XVIII/2020 tentang pengujian Undang-Undang No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.

Baca Juga: FAKTA TERKINI, Pada Malam Pembunuhan Tampak 5 Orang di Rumah Korban di Subang, Siapa Mereka? Masih Misterius


Atas putusan itu, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dan 17 Lembaga Bantuan Hukum se-Indonesia menyatakan‎ pemerintah dan DPR telah bersalah karena melanggar konstitusi dan melanggar prinsip pembuatan UU.

Dalam putusan itu disebutkan, pernyataan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang tidak dimaknai “tidak dilakukan perbaikan dalam waktu 2 (dua) tahun sejak putusan ini diucapkan.

MK juga memutuskan UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja masih tetap berlaku sampai dengan dilakukan perbaikan pembentukan sesuai dengan tenggang waktu sebagaimana yang telah ditentukan dalam putusan itu.

Baca Juga: BOCORAN TERBARU SAKSI Pembunuhan Ibu dan Anak Subang, Pada Malam Kejadian Ada 5 Orang di Rumah Korban

MK memerintahkan pula kepada pembentuk undang-undang untuk melakukan perbaikan dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak putusan diucapkan.

Apabila dalam tenggang waktu tersebut tidak dilakukan perbaikan maka UU No 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja menjadi inkonstitusional secara permanen.

Selain itu, MK memutuskan apabila dalam tenggang waktu dua tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU tersebut, UU, pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali.

MK juga menyatakan menangguhkan segala tindakan/kebijakan yang bersifat strategis dan berdampak luas, serta tidak dibenarkan pula menerbitkan peraturan pelaksana baru yang berkaitan dengan Undang-undang Nomor 11 Tahun 2020.

 

Baca Juga: WSBK Rilis Kalender Sementara Musim 2022, Mandalika November


Sebagaimana dilansir Priangantimurnews.com dari Pikiran Rakyat dari rilis Muhamad Isnur mewakili YLBHI dan 17 LBH se-Indonesia dengan putusan ini pemerintah dan DPR jelas salah, melanggar konstitusi dan melanggar prinsip pembuatan UU.

"Walaupun putusannya inkonstitusional bersyarat dimana Pemerintah diberikan kesempatan untuk memperbaiki. Tetapi putusan MK menggambarkan kekeliruan yang prinsipil," kata Muhamad Isnur mewakili YLBHI dan 17 LBH se-Indonesia dalam keterangan tertulis, Kamis 25 November 2021.

Dari putusan MK itu, pemerintah pun tidak bisa memberlakukan dulu UU Cipta Kerja dan menghentikan segala proses pembuatan dan penerapan semua aturan turunannya.

Baca Juga: Y2MATE: Website Downloader Terbaik Convert Video YouTube, Insatagram, Twitter dan Facebook to MP3 dan MP4 4K

Pemerintah dinilai pula telah kehilangan legitimasi dalam menerapkan/melaksanakan UU Cipta Kerja. Padahal, UU Cipta Kerja saat ini telah diberlakukan beserta seluruh PP turunannya.

Maka, dinilai penting guna menghentikan segera UU itu dan seluruh PP turunannya demi mencegah timbulnya korban dari masyarakat dan lingkungan hidup.

YLBHI serta 17 LBH se-Indonesia‎ meminta pemerintah menghentikan segera proyek-proyek strategis nasional yang telah merampas hak-hak masyarakat dan merusak lingkungan hidup.‎

Baca Juga: Hari Ikan Nasional, Atalia Apresiasi Seblak dan Ranginang Ikan Produk UMKM

Jauh sebelum MK menyatakan UU Cipta Kerja melanggar konstitusi, berbagai kelompok masyarakat di banyak wilayah dengan berbagai pekerjaan dan latar belakang telah mengatakan Omnibus Law UU CK melanggar konstitusi. Akan tetapi pemerintah bergeming.

"Pemerintah dan DPR harus menyadari kesalahan, bahwa terdapat kesalahan mendasar dalam pembentukan perundang dan tidak mengulangi, karena kekeliruan seperti ini juga dilakukan di UU KPK, UU Minerba, UU MK, dan banyak peraturan perundang-undangan lainnya baik secara prosedur maupun isi," ucapnya.

Pada sisi lain, ketidakpercayaan terhadap MK terjawab sudah. Putusan tersebut juga dianggap putusan kompromi. Putusan itu menyatakan permohonan Pemohon I dan Pemohon II tidak dapat diterima, dan hanya mengabulkan permohonan Pemohon III, Pemohon IV, Pemohon V, dan Pemohon VI untuk sebagian.

Baca Juga: Tiga Saksi Pembunuhan Ibu dan Anak di Subang Yosef, Yoris dan Danu Kembali Dipanggil Penyidik Polda Jabar


Meskipun menyatakan bertentangan dengan UUD, tetapi MK memberikan putusan yang menggantung atau tidak berani lurus dan tegas dengan logika hukum dan UU MK.

Seharusnya MK membuat putusan dengan menyatakan “Batal” saja, sehingga tidak membuat bingung dan mentoleransi pelanggaran. Ini juga membuat kondisi yang tidak mudah dipenuhi, dan malah menimbulkan ketidakpastian hukum.

Bahkan 4 dari 9 hakim menyatakan dissenting dalam arti berpendapat UU itu sesuai dengan konstitusi. Putusan MK itu menurut lembaga-lembaga bantuan hukum tersebut seolah menegaskan kekhawatiran masyarakat sipil terhadap MK yang tunduk pada eksekutif menjadi terbukti.*** (Bambang Arifianto/Pikiran Rakyat)

Editor: Muh Romli

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x