Panglima Santri Melawan Pernyataan Pendeta Pesantren Dinilai Produk Radikal

16 Maret 2022, 09:23 WIB
Wagub Jabar, Uu Ruhzanul Ulum Kanter pernyataan oknum pendeta yang dinyatakan telah menghina umat muslim. /PRITIM PRMN/EDI MULYANA/

PRIANGANTIMURNEWS– Wakil Gubernur Jawa Barat yang di juluki sebagai Panglima Santri, Uu Ruzhanul Ulum mengaku geram dan terusik dengan adanya pernyataan terkait pondok pesantren (ponpes) yang di nilai sebagai produk radikallisme.

Adanya pernyataan yang beredar membuat gaduh terhadap pesantren dan umat muslim yang menilai pesantren sebagai produk radikalisme, Panglima Santri membantah.

"Justru menurut saya ponpes sangat berjasa dalam melahirkan generasi yang mampu mengamalkan Pancasila."kata, Panglima Santri, Uu Ruhzanul Ulum kepada priangantimurnews.pikiran-rakyat.com Rabu 16 Maret 2022.

Baca Juga: Bukti Kepercayaan Xavi Kepadanya!! Perubahan Ferran Torres Yang Menjadi Jauh Lebih Efektif Di Lapangan

Radikalisme merupakan tindakan memaksakan pandangan maupun kehendak yang dilakukan oleh individu maupun kelompok tertentu, bahkan dengan menghalalkan segala cara.

"Untuk itu, saya kira sangat tidak tepat jika ada orang atau kelompok menyanfingkan ponpes sebagai bentuk tindakan radikal."ujarnya.

Dinamakan radikal itu seseorang ataupun kelompok yang memaksakan kehendak maupun keinginan, yang bertentangan dengan agama dan darigama.

"Radikalisme itu menghalalkan segala cara, yang penting mereka atau kelompok berhasil tujuannya,” ujar Uu.

Baca Juga: Timnas Indonesia U-19 Kedatangan 1 Pemain Baru Untuk TC di Korea Selatan, STY Langsung Sumringah

“Saya sebagai keluarga pesantren, tersinggung dan tidak terima pesantren disebut produk orang radikal. Justru produk pesantren adalah orang-orang yang berjasa terhadap bangsa dan negara, terutama dalam implementasi Pancasila,” tuturnya.

Uu juga menyebut, saya sangat tidak sepakat dengan pernyataan pendeta Saifuddin Ibrahim terkait 300 ayat Al Qur’an yang harus dihapus atau direvisi karena mengandung nilai-nilai radikalisme.

"Umat muslim tidak memiliki kebebasan untuk menafsirkan sendiri ayat-ayat Al Qur’an."ujar, Uu.

“Umat Islam saja tidak diberi kebebasan untuk menafsirkan sendiri, apalagi non muslim seperti pendeta,” tegasnya.

Baca Juga: Khasiat Tomat untuk Kaum Wanita Mujarab Banget, Salah Satunya Bisa Melindungi Kulit

Untuk menafsirkan ayat-ayat Al Qur’an, tidak cukup dengan tekstual saja, tapi juga konteksnya pun harus dipahami dan disesuaikan dengan situasi dan kondisi.

Para ulama juga minimal harus paham 12 fan (bidang ilmu) agama Islam, yang membutuhkan waktu sedikitnya 12 tahun dalam mendalami dan memahaminya.

“Untuk mempelajari 12 fan ilmu Islam itu di pesantren saya butuh 12 tahun. Dan selama 12 tahun itu tidak bisa dengan mandiri, harus ada sampingan ilmu yang lain,” kata, Uu.

“Karena Al Qur'an adalah kitab suci yang sangat luar biasa, jadi orang yang menafsirkannya pun jangan orang yang biasa-biasa, harus orang yang luar biasa (ilmu agamanya),”kata, Uu.

Lanjut, UU, saya berharap agar masyarakat di Jabar tidak terprovokasi pemberitaan di media terkait hal tersebut.

Baca Juga: Darah Tinggi Kumat, Segera Konsumsi 4 Buah Segar ini

"Masyarakat juga diminta lebih kritis lagi dalam menerima informasi dan tidak mudah percaya pada penjelasan pendeta Saifuddin yang dinilainya sudah menyakiti hati muslim."ujar, Uu.

“Tolong jangan menghina kitab suci kami, karena ini akan membuat luka hati umat mayoritas. Umat yang baik adalah umat yang menjaga agamanya sendiri. Menjaga agama sendiri bukan berarti harus menyerang agama yang lain,”kata, Uu.

“Saya harap masyarakat jangan terjebak dengan statement itu, atau terkecoh dan mengiyakan apa yang disampaikan oleh pendeta tersebut."ujarnya.

Kita tetap saja sebagai umat Islam, pegang apa yang disampaikan oleh para kiai dan ulama.***

Editor: Agus Kusnadi

Tags

Terkini

Terpopuler