'Ber-Utang' Menurut Hadits dan Para Ulama, Simak Penjelasan Dengan Keterangan Hukumnya

- 4 Maret 2023, 17:26 WIB
Ilustrasi orang yang akan meminjamkan uang kepada orang lain.
Ilustrasi orang yang akan meminjamkan uang kepada orang lain. /Pixabay/


PRIANGANTIMURNEWS - Dalam kondisi terdesak, terkadang seseorang memilih cara berutang sebagai solusi.

Islam tidak melarang umatnya untuk berutang atau meminjam uang, tetapi ada banyak anjuran dari Al-Qur’an maupun hadits yang menjelaskan tentang meminjam uang (berutang).

"Allah senantiasa menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya". Kemudian, hukum pinjam meminjam bisa menjadi wajib apabila orang yang meminjam itu sangat memerlukannya.

Baca Juga: 5 Daerah Rawan Angin Puting Beliung di Indonesia, Salah Satunya Adalah Jawa Barat

Salah satu hukum bagi yang meminjamkan uang, mendapatkan pahala yang melebihi amalan sedekah.

Abu Umamah ra mengatakan bahwasanya Rasulullah SAW bersabda: “Ada orang yang masuk surga melihat tulisan pada pintunya: 'Pahala bersedekah adalah sepuluh kali lipat, sedangkan (pahala) memberi pinjaman adalah delapan belas kali lipat'.” (HR. Thabrani dan Baihaqi).

Kalangan ulama membolehkan transaksi tersebut. Dasarnya adalah hadis Rasulullah yang diriwayatkan oleh Ibnu Majah. “Bukan seorang Muslim (mereka) yang meminjamkan Muslim (lainnya) dua kali, kecuali yang satunya adalah (senilai) sedekah”. Demikian pernyataan Rasulullah.

Baca Juga: Puting Beliung Jadi Ancaman Pancaroba, Dalam 4 Hari, 351 Rumah Warga Rusak di Tiga Lokasi

Nabi Muhammad mengatakan, semua utang yang menarik manfaat adalah riba. Dalam kitab Fawaid al-Bunuk Hiya al-Riba al-Haram, Syekh Yusuf Al-Qaradhawi memberi penekanan terhadap pinjaman yang dilakukan kepada bank konvensional.

Ia menggarisbawahi, bank konvensional biasanya menerapkan sistem bunga yang diharamkan Islam.

Namun, ia memberi toleransi dengan beberapa catatan;

Baca Juga: Transfer Manchester United: Richarlison Bergabung Musim Depan, Illan Meslier Suksesor David de Gea

1. Tidak ada alternatif lain.

2. Hanya untuk memenuhi kebutuhan mendesak.

3. Dibolehkan sekadarnya hingga kebutuhan terpenuhi.

Apabila sudah terpenuhi, meminjam tersebut menjadi haram kembali.

Selain dari itu ada dua hal penting yang harus diperhatikan dalam etika dan hukum meminjam uang atau berutang.

Baca Juga: Troyes vs AS Monaco di Ligue 1: Pratinjau, Jadwal, H2H, Prediksi Skor

Pertama, ketika hendak meminjam uang, seseorang harus mempunyai niat yang kuat untuk membayar kelak saat jatuh tempo. Hal ini sesuai hadits dari Hurairah:

“Barangsiapa yang mengambil harta-harta manusia (berutang) dengan niat ingin melunasinya, Allah akan melunasinya. Dan barangsiapa yang berutang dengan niat ingin merugikannya, Allah akan membinasakannya” (HR Bukhari:

Kedua, dalam menjalankan transaksi utang piutang dengan nominal yang cukup banyak, sebaiknya menghadirkan saksi atau ditulis dengan tanda tangan kedua belah pihak yang bertujuan menghindari perselisihan antara dua pihak walaupun secara normatif dalam masalah ini kedudukan saksi atau tulisan hukumnya tidak wajib.

Baca Juga: Pertemuan G20 India Berakhir Kacau! Tanpa Kesepakatan Bersama Perang Rusia-Ukraina

Pernyataan Ibnu Abbas sebagaimana yang dikutip oleh As-Syirazi dalam kitab al-Muhadzab lengkapnya sebagaimana berikut:

“Saya bersaksi, sesungguhnya akad salam ditanggung sampai waktu jatuh tempo yang telah ditentukan dan dihalalkan oleh Allah dalam kitab-Nya.

Kemudian, Allah Ta’ala berfirman Hai orang-orang yang beriman, apabila kamu bermuamalah tidak dengan secara tunai, untuk waktu yang ditentukan, hendaklah kamu menulisnya,” (Ibrahim As-Syirazi, Al-Muhadzab, [DKI], juz 2, hal. 71).

Halaman:

Editor: Sri Hastuti

Sumber: islamNU.id


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x