Sri Mulyani mengatakan, pemerintah tidak mengenakan pajak sembako yang di jual di pasar tradisional yang menjadi kebutuhan masyarakat umum.
"Pajak tidak asal dipungut untuk penerimaan negara, namun disusun untuk melaksanakan azas keadilan," kata Menkeu Sri Mulyani.
Diterangkan Sri Mulyani, Misalnya beras produksi petani kita seperti Cianjur, rojolele, pandan wangi, dll yang merupakan bahan pangan pokok dan dijual di pasar tradisional tidak dipungut pajak (PPN).
Namun beras premium impor seperti beras basmati, beras shirataki yang harganya bisa 5-10 kali lipat dan dikonsumsi masyarakat kelas atas, seharusnya dipungut pajak.
"Demikian juga daging sapi premium seperti daging sapi Kobe, Wagyu yang harganya 10-15 kali lipat harga daging sapi biasa, seharusnya perlakukan pajak berbeda dengan bahan kebutuhan pokok rakyat banyak. Itu asas keadilan dalam perpajakan dimana yang lemah dibantu dan dikuatkan dan yang kuat membantu dan berkontribusi," ucapnya.
Dalam menghadapi dampak Covid yang berat, saat ini Pemerintah justru memberikan banyak insentif pajak untuk memulihkan ekonomi.
Pajak UMKM, pajak karyawan (PPH 21) dibebaskan dan ditanggung pemerintahan. Pemerintah membantu rakyat melalui bantuan sosial, bantuan modal UMKM seperti yang telah diterima pedagang sayur di Pasar Santa tersebut, diskon listrik rumah tangga kelas bawah, internet gratis bagi siswa, mahasiswa dan guru.***