PRIANGANTIMURNEWS- Indonesia akan menggunakan undang-undang yang ada dalam undang-undang penciptaan lapangan kerja yang disahkan tahun lalu untuk menangani masalah seputar produksi minyak sawit berkelanjutan, seorang pejabat senior mengatakan pada hari Rabu, setelah moratorium izin perkebunan baru baru-baru ini berakhir.
Negara Asia Tenggara, produsen minyak sawit utama dunia, meluncurkan moratorium pada September 2018 untuk mencoba menghentikan deforestasi dan meningkatkan tata kelola di industri, sambil berupaya meningkatkan hasil dari area budidaya yang ada.
Moratorium berakhir pada 19 September tanpa indikasi perpanjangan, menimbulkan kekhawatiran oleh para pemerhati lingkungan yang mengatakan bahwa Indonesia berisiko kehilangan lebih banyak lahan hutan untuk ekspansi perkebunan.
Baca Juga: Indonesia Harus Meningkatkan Kewaspadaan Untuk Mencegah Lonjakan Ketiga
"Biarkan saja sesuai aturan yang ada," kata Wakil Menteri Pangan dan Pertanian Indonesia, Musdhalifah Machmud dalam konferensi virtual, seraya menambahkan pihak berwenang telah mengidentifikasi masalah dengan moratorium yang perlu ditangani.
Isu yang mengemuka adalah beberapa perkebunan yang sudah ada bahkan sebelum moratorium tetap beroperasi tanpa izin karena berada di dalam kawasan hutan yang telah ditentukan.
"Semua kondisi ini belum bisa kita atasi... mari kita usulkan lagi regulasi apa yang mungkin bisa mengatasi permasalahan lebih lanjut," ujarnya.
Baca Juga: Satgas: Pandemi COVID-19 yang Terkendali Harus Dipertahankan
Pemerintah Indonesia mengesahkan apa yang disebut undang-undang penciptaan lapangan kerja "omnibus" tahun lalu yang merevisi lebih dari 70 undang-undang yang ada, dalam upaya untuk memotong birokrasi, memacu investasi dan meningkatkan daya saing pasar tenaga kerja.