Sistem demokrasi tidak mengenal dinasti. Sehingga presiden yang berkuasa tidak dapat menentukan siapa penggantinya. Wakil Ketua Umum DPP Partai Gelora Indonesia Fahri Hamzah mengingatkan, keputusan presidennya siapa terpilih berada di tangan rakyat.
Menurut Fahri, demokrasi terkesan masih menjadi barang mewah. Kultur elite di Indonesia kebanyakan masih sangat feodalistik. Ancaman terhadap demokrasi saat ini, sambung dia, juga disebabkan karena hilangnya cita rasa terhadap demokrasi. Misalnya, presiden menganggap partai politik sebagai alat tawar-menawar.
"Tentu presiden tidak ingin apa yang dilakukan tidak dilanjutkan. Tapi itu tidak boleh. Tidak ada pelanjut. Pelanjut itu di tangan rakyat, bukan di tangan elite," ujar Fahri dalam diskusi yang digelar Masika ICMI bertema 'Oligarki: Ancaman terhadap Negara Hukum dan Demokrasi' di Universitas Paramadina, Jakarta Selatan, Sabtu 18 Juni 2022.
Padahal, kata dia, dalam demokrasi presidensial, hal itu tidak dibenarkan. Pasalnya, presiden berada dalam posisi yang sangat kuat.
"Political game ada aturannya. Siapa yang boleh bermain, siapa yang tidak boleh. Dalam tradisi presidensialisme, yang bermain adalah yang dipilih rakyat. Yang tidak dipilih rakyat tidak boleh bermain," ujar eks wakil ketua DPR tersebut.***