PRIANGANTIMURNEWS - Alih-alih demo karena menolak kenaikan BBM sejumlah mahasiswa pun ada yang terluka bahkan ditangkap polisi.
Kenaikan BBM itu diduga menjadi pemicu terjadinya aksi demontrasi mahasiswa yang katanya ingin mewakili suara rakyat.
Dimana rakyat merasa keberatan dan tercekik karena perubahan kenaikan BBM bersubsidi tersebut.
Baca Juga: Disebut Beda Level! Nikita Mirzani Sebut Najwa Shihab Pelakor!? Benarkah? Cek Faktanya
Hingga para demontrasi pun menuntut untuk menurunkan kembali harga BBM lewat aksinya itu.
Jika pemerintah tidak juga menurunkan BBM ditakutkan kedepannya akan terjadi instalasi yang lebih meningkat.
Sementara itu, aksi lanjutan massa yang menolak kenaikan BBM di Jakarta pada Sabtu, 17 September 2022 kian memanas.
Bahkan, diketahui sejumlah mahasiswa dikabarkan mengalami luka-luka akibat adu dorong dengan aparat kepolisian di kawasan Patung Kuda, Jakarta Pusat.
Pasalnya masa diduga ngotot dan merengek ingin masuk ke Istana Negara, sehingga harus berimbas luka-luka.
Tidak hanya itu saja, 2 orang demonstran dikabarkan telah diamankan polisi bahkan ada yang menyebutkan ditangkap.
Sebelum massa BMSI memporak-porandakan Mariner Beron hingga aparat memasang kawat berduri, guna mengantisipasi masa masuk ke Istana.
Meski begitu, para demonstran berusaha menggeser kawat berduri yang melintang itu dengan mendorongnya secara perlahan.
Sehingga dalam hitungan menit kawat berduri lapisan pertama pun dapat dirobohkan oleh para demonstran.
Baca Juga: Viral! Bjorka Kembali Buka Suara, Ini Dia Kata-Kata yang Disampaikannya untuk Indonesia
Hal ini membuat aparat kepolisian memasang baris dan memasang kawat berduri lapisan kedua, tindakan aparat ini sempat terekam jelas dikamera.
Di samping itu, pada 3 September 2022 Presiden Jokowi resmi menaikan harga BBM Pertalite Pertamina menjadi 10.000 per liter dari sebelumnya 7.650.
Bahkan BBM bersubsidi untuk solar pun mengalami kenaikan menjadi 6.800 dan Pertamax menjadi 14.500 per liter.
Ketua umum PMI Abdullah Syukri sangat menyayangkan kebijakan ini karena pemerintah diduga tidak mempertimbangkan kondisi masyarakat.***