Pertemuan G20 India Berakhir Kacau! Tanpa Kesepakatan Bersama Perang Rusia-Ukraina

- 4 Maret 2023, 09:32 WIB
Pertemuan G20 India dilaksanakan pada Kamis, tanggal 2 Maret 2023 di New Delhi. Mengundang seluruh Menteri Luar Negeri anggota G20.
Pertemuan G20 India dilaksanakan pada Kamis, tanggal 2 Maret 2023 di New Delhi. Mengundang seluruh Menteri Luar Negeri anggota G20. /g20.org/


PRIANGANTIMURNEWS - Pertemuan G20 India berakhir kacau, tanpa kesepakatan bersama tentang perang Rusia-Ukraina.

Pertemuan antar menteri luar negeri (Menlu) pada hari Kamis, 2 Maret 2022 di New Delhi, India tersebut dinilai kacau karena ketidaksepakatan negara-negara lain.

Dimana Rusia dan didukung China, benar-benar menolak pernyataan bersama tentang seruan diakhirinya perang Rusia Ukraina tersebut.

Baca Juga: Southampton vs Leicester City di Liga Inggris: Pratinjau, Jadwal, H2H, Prediksi Skor

Pertemuan yang disebut sebagai 'Kelompok 20' tersebut berakhir tanpa mencapai kesepakatan bersama tentang perang tersebut.

China yang bergabung mendukung Rusia dalam penolakan tersebut untuk semakin memperkeruh keadaan, dan menimbulkan tensi meningkat dalam pembahasan perang Rusia-Ukraina.

 

 

Keduanya adalah negara yang hadir di pertemuan G20 India, dan tidak menyetujui pernyataan yang menuntut 'Penarikan Penuh dan Tanpa Syarat Rusia dari Wilayah Ukraina.

Subrahmanyam Jaishankar, Menteri Luar Negeri India mengatakan bahwa terjadi perbedaan pendapat karena itu, dimana keduanya belah pihak tak mau damai.

Baca Juga: 8 Warga Hilang dan 17 Warga Meninggal dalam Insiden Kebakaran Hebat Depo Pertamina Plumpang

"Perbedaan yang tidak dapat didamaikan karena berbagai pihak memiliki pandangan yang berbeda," ujar Jaishankar.

Dirinya menyampaikan perdebatan tersebut terjadi cukup menegangkan dan seiring bergulirnya waktu terus memanas.

Menambahkan bahwa anggota G20, yang merupakan kelompok ekonomi terbesar di Dunia. Telah menyetujui sebagian besar masalah yang melibatkan negara-negara kurang berkembang.

"Diantaranya adalah perkara seperti memperkuat multilateralisme, promosi ketahanan pangan dan energi, perubahan iklim, masalah gender, dan kontra terorisme," akhiri Jaishankar.

Narendra Modi Perdana Menteri India, masuk dalam siaran pidato vidio kepada para Menlu yang berkumpul tersebut.

Baca Juga: Berapa Bonus Setiap Pemain Manchester United jika mereka Menang Empat Trofi Musim Ini? Simak!

Mendesak para anggota untuk tidak membiarkan ketegangan menghancurkan kesepakatan yang telah dicapai.

Terutama tentang ketahanan pangan dan energi, perubahan iklim, dan utang yang akan berdampak kepada negara berkembang jika diubah kembali.

Kondisi mulai memanas ketika Annalena Baerbock, Menlu Jerman yang duduk berhadapan dengan mitra lamanya Sergey Lavrov, Menlu Rusia.

Menyampaikan dalam pertemuan G20 tersebut secara lugas untuk menghentikan pelanggaran tatanan internasional Dunia.

"Tuan Lavrov, hentikan perang ini. Berhenti melanggar tatanan internasional kami, hentikan pemboman kota-kota dan warga sipil Ukraina," ungkapnya.

Baca Juga: Fiorentina vs AC Milan di Serie A: Pratinjau, Jadwal, H2H, Prediksi Skor

Lavrov membalas dalam pidatonya, dengan tuduhan bahwa negara-negara Barat munafik.

"Mereka telah memompa Ukraina dengan senjata selama bertahun-tahun," balas Lavrov.

Disamping itu, menurut pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Luar Negeri Amerika Serikat, Antony Blinken selaku Menlu AS.

Telah menghabiskan sebagian besar waktunya di New Delhi untuk menjelaskan upaya Washington untuk meningkatkan ketahanan energi dan pangan.

 

 

Dirinya juga mengatakan pada pertemuan itu dengan tegas, bahwa perang Rusia-Ukraina tidak bisa dibiarkan begitu saja.

“Sayangnya, pertemuan ini kembali dirusak oleh perang Rusia yang tidak beralasan dan tidak dapat dibenarkan melawan Ukraina," ungkap Blinken.

Baca Juga: Efek Cristiano Ronaldo Membantu Al Nassr Ungguli Manchester United dan klub lainnya di Media Sosial

"Kampanye penghancuran yang disengaja terhadap sasaran sipil dan serangannya terhadap prinsip-prinsip inti Piagam PBB,” lanjutnya.

Blinken juga bertemu Lavrov secara singkat pada hari Kamis, 3 Maret 2023.

Dalam Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) pertama dalam beberapa bulan lamanya antara perwakilan kedua negara tersebut.

Pejabat AS mengatakan mereka berbicara bahkan kurang dari 10 menit di sela-sela konferensi tersebut.

Perlu diketahui, debat memanas karena salah satunya CHina mendukung pernyataan dari Rusia, terkait perang Rusia-Ukraina.

Baca Juga: Indonesia Masuk Kedalam 10 Negara Dengan Pengguna Tiktok Terbanyak, China Sendiri Kemana ?

Dalam beberapa hari terakhir, Washington menuduh China mempertimbangkan untuk menyediakan senjata ke Rusia untuk digunakan dalam perang Rusia-Ukraina.

Beijing membantah tuduhan itu. Namun China mengajukan sebagai perantara perdamaian dan pengajuan proposal yang berisi 12 poin perdamaian.

Hal tersebut mendapat pujian dari Rusia dan sekutunya, Belarusia. Akan tetapi mendapatkan kritikan dari Barat.

China membalas pada hari Kamis 3 Maret 2023, dan menuduh balik AS mempromosikan perang dan memanas-manasi Dunia.

Dengan memasok senjata ke Ukraina dan melanggar kedaulatan China dengan dukungan untuk Taiwan.

Baca Juga: Rangkuman Transfer Manchester United: Setan Merah Hidupkan kembali minat Frenkie de Jong, Incar Romeo Lavia

Sebagaimana yang disampaikan oleh Mao Ning, Juru Bicara (Jubir) Kementerian Luar Negeri China di Beijing.

"AS mengatakan menginginkan perdamaian, tetapi mengobarkan perang di waktu bersamaan di seluruh dunia dan menghasut konfrontasi," ungkap Ning.

“Sementara menekankan perlunya menghormati dan menjaga tatanan internasional," tambahnya.

"AS dengan penuh semangat mengejar sanksi unilateral ilegal, menempatkan hukum domestik di atas hukum internasional,” akhirinya.

Saat menjelang pertemuan G20 tersebut, Kementerian Luar Negeri Rusia mengecam kebijakan AS.

Baca Juga: Hayooo Sering Timbang Badan Setiap Hari Kan ? Padahal Tidak Boleh Lho, Simak Penjelasan Berikut 

Lavrov dan delegasinya akan menggunakan pertemuan itu untuk memfokuskan perhatian pada blok Barat, untuk membalas hilangnya tuas dominasi

"Fokus pada upaya Barat untuk membalas dendam atas hilangnya tuas dominasi dari tangannya yang tak terelakkan," ujar Kementerian Luar Negeri China.***

Editor: Galih Cipta Nugraha

Sumber: Al Jazeera


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x