Hukum Menerjemahkan Al Quran ke Bahasa Lain di Luar Bahasa Arab Menurut Buya Hamka

15 Agustus 2022, 09:40 WIB
Beginilah hukum menerjemahkan Al Quran ke bahasa lain di luar bahasa Arab menurut pendapat Buya Hamka. /pexels.com / GR Stocks

PRIANGANTIMURNEWS- Artikel ini akan menguraikan tentang pendapat Prof Dr Haji Abdulmalik bin Abdulkarim Amrullah, atau yang populer dikenal dengan panggilan Buya Hamka, tentang hukum menerjemahkan Al Quran ke dalam bahasa lain di luar bahasa Arab.

Penjelasan mengenai hukum menerjemahkan Al Quran ke bahasa lain di luar bahasa Arab ini telah diuraikan Buya Hamka dalam karya monumental beliau, Tafsir Al-Azhar.

Sebagaimana diketahui bahwa Al Quran adalah kitab suci yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW yang didalamnya memuat banyak petunjuk bagi seluruh manusia.

Baca Juga: Viral! Aksi Seorang Wanita Diduga Mencuri Direkam Pegawai, 'pencuri' Suruh Minta Maaf ke Pegawai

Oleh karenanya, menerjemahkan Al Quran ke bahasa lain mau tidak mau dilakukan dengan tujuan agar dapat dengan mudah dipahami oleh setiap manusia yang menggunakan bahasa di luar bahasa Arab yang merupakan bahasa asli dari Al Quran tersebut.

Namun, ada beberapa persoalan terkait proses penerjemahan atau dalam proses menerjemahkan Al Quran itu sendiri.

Sehingga hal ini juga menimbulkan beberapa pendapat yang berbeda di kalangan para ulama terkait hukum menerjemahkan Al Quran itu sendiri.

Baca Juga: Menyambut Hari Kemerdekaan Bangsa Indonesia, KKN Unigal di Desa Cicapar Melakukan Ini?

Hal ini, sebagaimana yang disampaikan Buya Hamka dalam tulisannya bahwa "sudah menjadi pengetahuan umum, bahwasanya makna yang asli dari satu bahasa, terlalu
sukar dapat diartikan di dalam bahasa yang lain."

Tidak hanya itu, Buya Hamka juga menyebutkan bahwa "bahkan terjemahan ke dalam satu bahasa saja pun tidaklah sama di antara satu penerjemah dengan lain
penerjemah. Dan bahasa tempat menerjemahkan itupun selalu berkembang,
yang kadang-kadang satu patah kata 100 tahun yang telah lalu, sudah akan berbeda dengan yang sekarang ini."

Oleh sebab itu, menurut Buya Hamka, para ulama sepakat bahwa Al Quran "bukanlah semata-mata bertumpu pada maknanya saja, melainkan mencakupi lafaz dan makna."

Baca Juga: Pegawai Tertekan Setelah Didatangi Pengacara 'Pencuri Coklat', Alfamart: Siap Ambil Langkah Hukum

"Sebab itu makanya terdapat beberapa ayat di dalam Al Quran yang dengan tegas menyatakan sifat Al Quran itu, yaitu Arabi. Ayat ketiga dari Surat 14, dengan tegas menyebut Qur'anan 'Arabiyyan, artinya al-Quran yang ber-bahasa Arab," tegas Buya Hamka.

Oleh sebab itu, Buya Hamka dengan tegas menyebutkan bahwa "tidak ada Al Quran lain dengan bahasa lain, yang Al Quran ialah yang bahasa Arab itu."

Bahkan lebih lanjut, Buya Hamka menjelaskan bahwa "kalau dia (Al Quran) telah diterjemahkan ke dalam bahasa selain bahasa Arab, namanya bukan Al Quran lagi, melainkan (menjadi) terjemahan Al Quran."

Baca Juga: Viral Ibu Naik Mobil Mercy Kepergok Mencuri Coklat. Karyawan Alfamart Malah Diancam UU ITE

Oleh sebab itu, terkait hukum menerjemahkan Al Quran, Buya Hamka mengambil istinbath dengan beberapa pertimbangan.

Di antara yang menjadi pertimbangan Buya Hamka terkait hukum menerjemahkan Al Quran adalah faktor sosial dan sejarah.

Dalam hal ini, Buya Hamka menjelaskan bahwa "pada zaman Islam dan negara-negara Islam tengah dalam puncak kekuatannya,
Ulama-ulama Islam berpendapat bahwa naskah Al Quran tidak boleh dibawa ke
negeri orang kafir dan Al Quran tidak boleh (haram) jika diterjemahkan ke
dalam bahasa lain."

Baca Juga: KPU: Ada Tiga Metode Pendaftaran Partai Politik

Adapun sebab adanya hukum haram dalam menerjemahkan Al Quran ke bahasa yang digunakan orang-orang kafir itu, menurut penjelasan Buya Hamka adalah karena "takut Al Quran itu akan diperhina-hina."

Bukan hanya haram menerjemahkan Al Quran ke bahasa orang-orang kafir, Buya Hamka juga menjelaskan bahwa ulama-ulama terdahulu tersebut bahkan mengharamkan menerjemahkan Al Quran ke bahasa di luar bahasa Arab.

Hal ini, sebagaimana yang diuraikan Buya Hamka adalah "karena sudah nyata bahwa terjemahan tidak akan sama dengan aslinya."

Baca Juga: Inilah Sejarah Singkat Lahirnya Kemerdekaan Indonesia, Yang Begitu Besar Perjuangannya

Namun, meski demikian, Buya Hamka juga menjelaskan bahwa hal tersebut hanyalah merupakan pendapat dari ulama-ulama terdahulu.

Sementara hukum menerjemahkan Al Quran menurut fatwa ulama modern sudahlah berbeda dan berubah.

Hal ini, menurut Buya Hamka adalah karena "zamanpun telah berubah, terutama dengan adanya alat-alat pencetak, sehingga Al Quran
yang mula-mula dicetak dengan percetakan bukanlah di Mesir, Damaskus atau di Makkah, tetapi di Hamburg Jerman."

Baca Juga: KEREN! Tiba di Jakarta Pemain Timnas Indonesia U16 Diguyur Bonus Miliaran Rupiah

Oleh sebab itu, dengan adanya perkembangan zaman tersebut Buya Hamka menjelaskan bahwa pada masa ini, semakin berkurang pula jumlah Ulama yang memberikan hukum haram terhadap proses menerjemahkan Al Quran.

Namun, untuk mengantisipasi akan adanya terjemahan yang keliru atau terjemahan yang salah, Buya Hamka menjelaskan bahwa sebaiknya dalam menerjemahkan Al Quran harulah disertai pula ayat asli dari Al Quran itu sendiri.

Hal ini karena, menurut Buya Hamka, agar orang-orang yang benar-benar memahami Al Quran bisa meluruskan terjemahan yang keliru dan salah tersebut.

Baca Juga: Ada 3 Kategori Tahapan Pendaftaran Parpol Calon Peserta Pemilu 2024, Apa Saja?

"Maka untuk menandingi ini tidak ada lagi jalan lain bagi Ulama-ulama lslam yang bertanggungiawab, melainkan membolehkan menerjemahkan Al Quran. Tetapi sama pula pendapat sekalian Ulama Islam Zaman Modern, bahwa hendaklah ayat-ayatnya yang asli dengan huruf Arabnya dan nomor-nomor ayat dicantumkan pula di samping terjemahan itu, supaya dapat dibanding oleh ahli-ahli yang lain benar atau salahnya, tepat atau janggalnya terjemahan itu," tulis Buya Hamka.

Itulah hukum menerjemahkan Al Quran ke bahasa lain di luar bahasa Arab sebagaimana dijelaskan Buya Hamka dalam karya monumental-nya, Tafsir Al Azhar.

"Syukurlah kita kepada Tuhan, sebab baik bacaan Al Quran dengan makhraj dan hurufnya dan tajwid atau perkembangan tulisannya, masih tetap asli menurut naskah yang pertama," jelas Buya Hamka.

"Inilah keutamaan Al Quran yang melebihi naskah Taurat dan Injil. Keaslian Al Quran adalah mutawatir, artinya diterima dan dihafal oleh beribu-ribu orang yang mustahil akan sepakat berdusta dan diajarkan turun temurun dari nenek kepada anak dan kepada cucu," tambah Buya Hamka.***

Editor: Galih R

Sumber: Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka

Tags

Terkini

Terpopuler