Kitab Kuning dan Tradisi Keilmuan Pesantren Oleh Dra. Hj. Badriyah Fayumi

- 13 April 2022, 19:26 WIB
Dra Hj Badriyah Fayumi, Lc.
Dra Hj Badriyah Fayumi, Lc. /Kemenag RI/

Kalau bidang ilmu Fikih, misalnya diawali dengan belajar kitab Safinah, kemudain ada kitab Taqrib/Fathul Qarib, Fathul Mu’in, dan seterusnya.

Baca Juga: Ini Dalil Lengkap Keutamaan Menyegerakan Berbuka Puasa dan Keutamaannya

Kedua, kitab kuning menjamin keilmuan Islam itu bersanad, yaitu memiliki mata rantai yang jelas dan bersambung hingga Rasulullah Saw. Termasuk juga memiliki klasifikasi bahkan afiliasi yang jelas, misalnya kalau ada santri belajar kitab Safinah, maka itu termasuk kategori kitab Syafi’iyyah (mazhab Imam Syafi’i).

Dengan mengetahui judul kitabnya saja kita bisa mengindentifikasi suatu kitab dari segi genealogi keilmuannya, sehingga bisa ditelusuri jalur sanad penulis kitab tersebut berguru kepada siapa saja, lalu apakah keilmuannya bersambung sampai ke Rasulullah ataukah tidak.

Ketiga, belajar kitab kuning itu sekaligus mengakomodasi berbagai macam pola pembelajaran yang terlembagakan.

Sebab, kitab kuning sendiri memiliki beragam nama metode ngajinya, seperti bandongan, sorogan, musyawarah atau bahtsul masail, musyawarah kubra, dan lain-lain.

Pola-pola pembelajaran seperti ini juga membuktikan adanya variasi pembelajaran yang satu sama lain sama-sama saling mendukung.

Sehingga, akhirnya memang tradisi kitab kuning yang ada di pesantren ketika dipelajari dengan serius maka akan menghasilkan satu capaian keilmuan yang tuntas komprehensif, luas, dan mendalam.

Baca Juga: Ini Dalil Lengkap Keutamaan Menyegerakan Berbuka Puasa dan Keutamaannya

Validitas Kitab Kuning

Halaman:

Editor: Agus Kusnadi

Sumber: Kemenag


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah