Ustadz AYA: Hikmah Hari Raya Idhul Adha Sebagai Momentum Kepedulian Terhadap Sesama

- 13 Juni 2024, 15:47 WIB
Ustadz Agus Yosep Abduloh atau Ustadz AYA sebut Ibadah Kurban merupakan implementasi ketakwaan kepada Allah SWT dan bentuk kepedulian terhadap sesama/Ade Advian Achmad/priangantimurnews/PRMN
Ustadz Agus Yosep Abduloh atau Ustadz AYA sebut Ibadah Kurban merupakan implementasi ketakwaan kepada Allah SWT dan bentuk kepedulian terhadap sesama/Ade Advian Achmad/priangantimurnews/PRMN /

PRIANGANTIMURNEWS - Bulan Zulhijah dikenal sebagai bulan haji atau kurban. Bulan di mana umat islam di dunia melaksanakan ibadah haji di kota suci Mekkah. Rangkaian rukun haji harus dilalui dan dilaksanakan oleh para jamaah sesuai syariah dalam rangka menunaikan rukun Islam yang kelima.

Demi lancarnya pelaksanaan ibadah haji, calon jemaah sudah semestinya mempersiapkan diri baik fisik, ruhiyah dan materi. Untuk fisik perlu menjaga kebugaran dengan melakukan olah raga secara rutin.

Peningkatan ruhiyah dengan lebih mendekatkan diri kepada Allah melalui memperbanyak ibadah, Dzikir, Baca Qur'an, Sholawat dan doa-doa.

Baca Juga: Musim Ibadah Haji Sudah Berakhir, Segini Pendapatan yang Diterima Arab Saudi!

Serta mempersiapkan materi untuk memenuhi biaya selama melaksanakan haji di kota suci Mekkah dan bekal untuk pemenuhan kebutuhan keluarga yang ditinggalkan di Rumah.

Istilah hari kurban tak lepas dari peristiwa historis kenabian Keluarga Nabi Ibrahim dan Ismail ‘alaihissalam yang sangat monumental.

Hikmah dari pelaksanaan ibadah kurban dibahas oleh Ketua Forum Hufadzil Qur'an (FHQ) DPD Jawa Barat, Ustadz Agus Yosep Abduloh, M.Pd.I, M.BA kepada priangantimurnews.pikiran-rakyat.com pada Kamis, 13 Juni 2024.

Ustadz Agus Yosep Abduloh memaparkan bahwa pernah suatu saat Rasulullah SAW ditanya oleh sahabatnya mengenai makna penting dari ibadah penyembelihan kurban dalam Islam. Beliau menjawab dengan tegas bahwa ibadah kurban ini adalah ajaran Bapak kalian, yakni Nabi Ibrahim AS.

Baca Juga: Masa Tunggu Menunaikan Ibadah Haji di Malaysia Bisa Sampai 141 Tahun! Berikut Penjelasannya!

"Hal penting dari Hari Raya Idul Adha atau Idul Kurban bagi umat Islam yaitu untuk selalu berupaya menghayati dan mengaktualisasikan makna esensi dan pesan-pesan luhur ibadah kurban dalam Islam," ujar Ustadz Agus Yosep Abduloh.

"Manusia sebagai hamba Allah maupun sebagai Khalifatullah, baik sebagai umat Islam maupun warga bangsa yang tidak terlepas dari misi agama untuk menghadirkan kemaslahatan dan kesejahteraan bagi sesama," ujar Ustadz Agus Yosep Abduloh atau terkenal dengan panggilan Ustadz AYA ini.

"Kegiatan penyembelihan hewan kurban yang dilaksanakan hingga saat ini merupakan implementasi dari kepatuhan Nabi Ibrahim AS dan putranya Nabi Ismail AS dalam menjalankan perintah Tuhan," lanjut Ustadz AYA yang juga Pimpinan Ponpes Daarul Mu'minin Seladarma Kota Tasikmalaya ini.

Lebih lanjut Ustadz AYA memaparkan bahwa Nabi Ibrahim AS hidup pada abad 18 SM, suatu masa yang dikenal dalam sejarah manusia sebagai era terjadinya persimpangan jalan pikiran tentang maraknya praktek kurban manusia yang dipersembahkan kepada dewa-dewa atau tuhan-tuhan mereka.

Baca Juga: Ini Peraturan Terbaru Haji 2023, Mulai dari Kuota dan Biaya Ibadah Haji

Sementara perintah Allah SWT kepada kholilullah Ibrahim AS untuk menyembelih anaknya, Ismail lantaran diilhami dari suatu ru’yah (mimpi kenabian) yang diterima dari Allah SWT.

"Para ahli tafsir menyatakan, perintah Allah kepada nabi Ibrahim AS agar menyembelih putranya sebagaimana dikisahkan dalam Alqur’an Surat As-Shaaffat ayat 102," lanjut Da'i muda yang juga merupakan Ketua FORDA (Forum Da'i Muda) Kota Tasikmalaya ini.

Dalam ayat tersebut kata Ustadz AYA, terkandung makna yang dalam untuk menyampaikan pesan dan pelajaran kepada manusia, bahwa betapapun besarnya cinta seseorang kepada anak atau apapun yang dimilikinya, sesungguhnya bukanlah sesuatu yang berarti bila Allah telah menghendaki.

Pada hakikatnya apapun yang dimiliki dan dikuasai manusia sejatinya adalah sekedar titipan dari Allah Azza wa Jalla. Karenanya ridla dan mahabbah Allah yang sesungguhnya paling berarti dalam hidup dan kehidupan seorang muslim.

Baca Juga: Anak Kecil Ikut Menunaikan Ibadah Haji Viral di Media Sosial, Bacaan Ini yang Diucapkan

"Disebutkan juga dalam akhir kisah tersebut, Allah SWT memberikan pengganti seekor domba yang besar atas keberhasilan Nabi Ibrahim dan Ismail dalam melaksanakan perintah dan ujian yang amat sangat berat itu," kata Ustadz AYA.

Peristiwa monumental ini juga mengandung ‘ibrah (pelajaran), bahwa Allah SWT sangat sayang dan menjunjung tinggi harkat, martabat dan jiwa manusia.

Sehingga Ia (Allah) sama sekali tidak memperkenankan manusia dijadikan kurban untuk penyembahan atau sebagai tumbal untuk kepentingan apapun yang pada akhirnya mengakibatkan tercucurnya darah atau lenyapnya nyawa manusia.

"Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa seorang muslim sejati adalah yang memiliki kecintaan dan kepatuhan mutlak kepada Allah SWT melebihi kecintaannya kepada siapapun dan apapun. Kecintaan manusia kepada siapa dan apa saja selalu didasari karena kecintaannya kepada Allah SWT," tegas Ustadz AYA.

Baca Juga: Ini Pesan Menag Kepada PPIH Jelang Puncak Ibadah Haji

Perjuangan Nabi Ibrahim AS dan putranya, Ismail AS hendaknya dapat dijadikan wahana introspeksi diri atas ketaatan manusia dalam memegang teguh syariat Islam.

Untuk selanjutnya ritualitas kurban diharapkan mampu membentuk pribadi muslim yang peduli terhadap masyarakat dan lingkungan sekelilingnya.

Sebagai manusia yang siap berkorban dan mengulurkan tangan untuk membantu dan meringankan penderitaan kepada sesama, terutama kepada umat yang lemah dan membutuhkan (kaum dhu’afa dan masakin).

Allah mensyariatkan pemotongan hewan kurban pada setiap bulan Zulhijjah seperti tertera dalam Surat Al-Hajj ayat 36-37.

Baca Juga: Atalia Praratya Ungkap Dapat Undangan Ibadah Haji dari Pemerintahan Arab, Sebut Ini Berkat Amal Jariah Eril

Allah menghendaki mereka yang memiliki kelebihan rezeki untuk membeli hewan kurban sesuai ketentuan, menyembelih, serta membagikan dagingnya kepada mereka yang berhak.

"Syariat pemotongan hewan kurban ini tidak terlepas dari hikmah yang tersembunyi di baliknya. Allah menjadikan pemotongan hewan kurban sebagai bentuk syiar agama Allah. (Syekh Ali As-Shabuni dalam Rawa’iul Bayan, Tafsiru Ayatil Ahkam minal Qur’an, [Kairo, Darul Alamiyyah: 2015 M/1436 H], juz I, halaman 504)," papar Ustadz AYA.

"Pemotongan hewan kurban dimaksudkan agar umat Islam dapat mendekatkan diri kepada Allah, dan mendapatkan ampunan serta ridha-Nya.

Pemotongan hewan kurban juga dapat menjadi sarana kaffarah/penebusan dosa atau kekhilafan yang dilakukan individu-individu umat Islam," terang Ustadz AYA.

Baca Juga: Wajib Haji dan Miqot Ibadah Haji yang Perlu Kita Ketahui Sebagai Seorang Muslim

Syariat pemotongan hewan kurban dimaksudkan agar mereka membiasakan diri ikhlas dalam ucapan dan amal perbuatan.

Orang-orang yang beriman memotong hewan kurban atas nama dan perintah Allah. Mereka tidak menyebut nama selain Allah dan tidak bertawajuh kepada selain-Nya.

Orang-orang yang beriman juga tidak meniatkan amalnya selain keridhaan Allah sebagaimana Surat Al-An’am ayat 162-163, “Sungguh, shalat, ibadah, hidup, dan matiku hanya untuk Allah, Tuhan sekalian alam. Tidak ada sekutu bagi-Nya. Untuk itu aku diperintah. Aku adalah orang pertama yang tunduk menyerah.”

Masih dalam paparannya, Ustadz AYA juga menyampaikan dengan menghadapkan amal ibadah kepada Allah, mereka akan terbiasa beribadah dengan ikhlas tanpa kemusyrikan.

Baca Juga: Di Masa Covid-19 Kemenag Tetap Melayani Pendaftaran Ibadah Haji

Serta akan mendapatkan derajat ketakwaan sebagaimana diisyaratkan dalam Surat Al-Hajj ayat 37, “Daging dan darahnya tidak akan sampai kepada Allah, tetapi ketakwaan di antara kamu yang akan sampai kepada-Nya.”

Jika kaum musyrikin Makkah menyembelih kurban untuk berhala mereka dengan mengharapkan maslahat-manfaat dan penolakan mudharat dari berhala-berhala tersebut.

Maka orang yang beriman menyembelih kurban bukan untuk berhala sebagaimana kaum musyrikin. Orang yang beriman bertaqarrub melalui ibadahnya kepada Allah semata.

Islam menghubungkan hewan kurban yang disembelih oleh mereka yang berhaji dan ketakwaan hati. Ketakwaan menjadi puncak tujuan manasik dan syiar ibadah haji.

Baca Juga: 3 Larangan Bagi Yang Niat Qurban

Manasik dan semua bentuk syiar ibadah haji termasuk pemotongan hewan kurban merupakan simbol ungkapan tawajuh dan ketaatan kepada Allah, Tuhan Ka‘bah.

"Ibadah pemotongan hewan kurban juga merupakan peringatan tebusan atau peringatan atas persembahan Nabi Ibrahim AS yang rela menyembelih anaknya Ismail AS demi mematuhi perintah Allah SWT yang diterimanya melalui mimpi sebagaimana Surat As-Shaffat ayat 102-107. (As-Shabuni, 2015 M/1436 H: I/505)," ucap Ustadz AYA.

Da'i muda yang telah bersertifikat MUI Pusat ini lebih lanjut memaparkan bahwa ibadah pemotongan hewan kurban juga merupakan peringatan atas tanda kebesaran Allah dan salah satu bentuk mukjizat-Nya yang terang benderang ketika Allah menebus persembahan Nabi Ibrahim dengan hewan kurban yang bagus.

Setelah peristiwa agung penyembelihan tersebut, pemotongan hewan kurban menjadi sarana sedekah dan taqarrub kepada Allah dengan berbagi daging kepada orang-orang fakir dan membantu kaum dhu‘afa yang membutuhkannya. (As-Shabuni, 2015 M/1436 H: I/505). Wallahu a’lam.

Baca Juga: Haramkah Menyimpan Daging Qurban Lebih dari Tiga Hari, Ini Penjelasannya!

Di akhir paparannya, Ustadz AYA mengajak apabila kita memiliki kenikmatan, hendaknya berbagi kenikmatan itu kepada yang membutuhkan. Apabila ada orang lain menderita, kita membantu untuk menghilangkan atau setidaknya mengurangi penderitaannya.

Bila ada saudara kita sakit, hendaknya kita turut mengobati dan berempati kepadanya. Bila ibadah puasa kita yang lalu mengajak kita merasakan lapar serta dahaga sebagaimana orang-orang miskin sering merasakannya.

"Maka ibadah kurban saat ini mengajak saudara-saudara kita merasakan nikmatnya kenyang sebagaimana kita sering mengalaminya," tandas Ustadz AYA.***

Editor: Sri Hastuti


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah