Umat Yahudi Swiss Bergabung dengan Kaum Muslim dalam Memprotes Larangan Memakai Cadar

11 Maret 2021, 21:25 WIB
Bendera nasional Swiss berkibar di belakang poster komite inisiatif menentang pemakaian burqa (Verhuellungsverbot) bertuliskan "Hentikan ekstremisme! Larangan kerudung" di Berikon, Swiss 12 Februari 2021. Pada 7 Maret, pemilih Swiss telah memutuskan tentang larangan cadar nasional. /Reuters/

PRIANGANTIMURNEWS- Anggota Dewan Swiss meloloskan referendum tentang pelarangan cadar, yang mendorong kelompok Muslim dan Yahudi di negara itu memprotes pelanggaran kebebasan beragama tersebut.

Federasi Komunitas Yahudi Swiss dan Platform untuk Yahudi Liberal di Swiss mengatakan larangan tersebut disahkan dengan 51 persen suara pada hari Minggu, 7 Maret 2021.

Mereka khawatir jika keputusan tersebut pada akhirnya akan membatasi kebebasan beragama di negara tersebut.

“(Ini) jelas membatasi dan melanggar beberapa kondisi kebebasan beragama." Dalam pernyataan bersama mereka seperti dikutip priangantimurnews.pikiran-rakyar.com dari The Jerusalem Post pada Kamis, 11 Maret 2021.

Baca Juga: Natalius Pigai Sebut Permintaan Mahfud MD pada TP3 6 Laskar FPI adalah Kesalahan Besar

Kelompok tersebut juga mengatakan bahwa mereka prihatin jika keputusan legislatif dan federal selanjutnya akan semakin merusak kebebasan menjalani agama di masa depan.

"prihatin bahwa inisiatif populer legislatif atau federal selanjutnya dapat semakin merusak kebebasan beragama di masa depan,” kata pernyataan bersama mereka.

Sementara itu, Swiss merupakan negara yang memiliki sejarah yang cukup panjang dalam mengekang migrasi melalui praktik keagamaan.

Baca Juga: Sepuluh tahun berlalu, Jepang Berduka atas Korban Gempa dan Bencana Fukushima

"Swiss memiliki sejarah panjang dalam mencoba mengekang migrasi melalui pelarangan praktik keagamaan," tulis Rabbi Pinchas Goldschmidt, presiden Konferensi Rabi Eropa dan penduduk asli Zurich, dalam pernyataan terpisah.

Pada tahun 1892, larangan Swiss terhadap pembantaian halal, yang masih berlaku sampai sekarang, "dirancang untuk menghentikan migrasi Yahudi dari Rusia,” tambahnya.

Pihaknya juga merasa khawatir jika pelarangan tersebut pada akhirnya akan melemahkan seseorang dalam menjalankan keyakinannya.

"Kami khawatir serangan terhadap kebebasan beragama ini semakin melemahkan kemampuan untuk menjalankan keyakinan seseorang, kebebasan dasar dan hak asasi manusia yang merupakan fundamental bagi demokrasi liberal," tulis Goldschmidt.

Baca Juga: Junta Myanmar Menghapus Pemberontak Rakhine dari Daftar Teroris

Dia juga menyebutkan bahwa pelarangan tersebut merupakan hal yang sangat "ironis" karena datang pada saat kebanyakan orang menutupi wajah mereka secara teratur untuk menghindari penyebaran virus corona.

Referendum tidak menyebut Islam, dan para pendukungnya mengatakan itu juga berlaku untuk para perusuh. Mereka juga menyebutkan bahwa Prancis, Belgia, dan Austria juga memiliki larangan serupa.***

Editor: Agus Kusnadi

Sumber: The Jerusalem Post

Tags

Terkini

Terpopuler