SEJARAH, Sjahrir dan Hatta Mendirikan Partai Pendidikan Indonesia Lebih Radikal dari Soekarno

- 4 Juni 2022, 16:17 WIB
Sutan Sjahrir.
Sutan Sjahrir. /Buku Sjahrir Peran Besar Bung Kecil

PRIANGANTIMURNEWS- Kepulangan Sjahrir ke tanah air pada pertengahan November 1931 terasa mendadak.

Kepada rekan-rekannya di klub Mahasiswa Sosial Demokrat di Belanda, De Socialist, pemuda 22 tahun itu hanya bilang hendak pergi ke suatu wilayah berbahaya.

Sjahrir rupanya telah sepakat mengalah kepada Muhammad Hatta, ketika itu 29 tahun, senior di perhimpunan Indonesia dan teman diskusi di De Socialist.

Meski belum menyelesaikan studinya di Fakultas Hukum Universiteit Van Amsterdam.

Baca Juga: Drama 'Why Her?' dan 'Doctor Lawyer' Tayang Perdana, Begini Perolehan Ratingnya

Ia akan pulang, Hatta, yang sudah sembilan tahun di Belanda, berniat menyelesaikan kuliah di Fakultas Ekonomi Universiteit Rotterdam lebih dulu.

Menurut Rosihan Anwar, wartawan dan simpatisan Partai Sosial Indonesia, situasi Perhimpunan Indonesia tak lagi kondusif ketika itu.

Pada Maret 1931, kelompok Abdoelmajid dan Rustam Effendi yang berhaluan komunis kian mendominasi perhimpunan.

Mereka telah mendepak Hatta dari tampuk pimpinan. Sjahrir, sekretaris perhimpunan, membela Hatta dan keluar dari organisasi bersama seniornya itu.

Baca Juga: Jelang Turnamen Pra Musim, Mark Hartmann Akan Segera Tiba di Bandung, Ini Profil dan Biodatanya

Keadaan genting juga berlangsung di Indonesia. Pemerintah Kolonial Belanda menangkap Soekarno dan tokoh-tokoh Partai Nasional Indonesia (PNI).

Bagi Hatta dan Sjahrir, penangkapan ini bakal menyurutkan semangat kaum pergerakan."Bagi keduanya, ini sinyal bahwa keadaan di Tanah Air menghadapi masalah serius," kata Rosihan.

Lebih-lebih setelah mendengar PNI justru dibubarkan oleh aktivitasnya sendiri, yang kemudian membentuk Partai Indonesia atau Partindo.

Gerakan nasionalisme kultural Partindo dinilai terlalu lemah dan mengecewakan kaum nasionalis. Mereka berharap ada tokoh yang lebih berani.

Baca Juga: UPDATE KASUS SUBANG: Banyak Motif di Balik Kasus Pembunuhan Ibu dan Anak, di Antaranya...

Hatta dan Sjahrir saat itu sudah menjadi tokoh di kalangan nasionalis. Tulisan-tulisan mereka dari negeri Belanda tentang pentingnya pendidikan menuju kemerdekaan berpengaruh besar terhadap kaum pergerakan.

Terpengaruh tulisan ini, sekelompok mahasiswa dan pemuda membentuk klub studi di Bandung dan Jakarta pada Maret-April 1931.

Abdoel Karim Pringgodigdo, teman Hatta yang lebih dulu kembali dari Belanda, juga teman-teman Sjahrir semasa sekolah menengah di Bandung, bergabung dengan kelompok studi ini.

Menanamkan diri "Golongan Merdeka", mereka menerbitkan jurnal Daulat Rakyat. Misi jurnal ini adalah "Pendidikan Rakyat,".

Baca Juga: 5 Calon Pengganti Paul Pogba di Manchester United, Ada Nama Kalvin Philips dan Ruben Neves

"Nama Merdeka diambil karena mereka di luar kelompok mana pun. Mereka menegaskan tujuan memerdekakan bangsanya," kata Hadidjojo Nitimiharjo, putera Maroeto Nitimiharjo, salah seorang pendiri kelompok itu.

"Golongan Merdeka" mengadakan kongres di Yogyakarta pada Februari 1932. Mereka kemudian mendirikan Partai Pendidikan Nasional Indonesia dengan ketua Sukemi.

Partai ini kemudian dikenal sebagai PNI baru atau PNI Pendidikan. Begitu tiba di tanah air, Sjahrir langsung bergabung dengan partai baru ini.

Dalam kongres di Bandung pada Juni 1932, Sjahrir ditunjuk menjadi ketua dan Sukemi menjadi wakilnya. Beberapa bulan kemudian Hatta kembali ke Indonesia dan segera mengambil alih kepemimpinan, dengan Sjahrir sebagai wakilnya.

Baca Juga: Ungkapan Kekasih Eril, Nabila Ismha Mengaku Sudah Ikhlas: Aku Ikhlas Apapun Rencana Allah

"Agar efektif, pusat kegiatan lalu dipindahkan Hatta ke Jakarta," kata Hadidjojo.

Gerakan politik Hatta dan Sjahrir melalui PNI baru justru lebih radikal daripada PNI Soekarno, yang mengandalkan mobilisasi massa. Meski tanpa aksi massa dan agitasi, organisasi ini mendidik kader-kader pergerakan.

Menurut Des Alwi, anak angkat Sjahrir, Hatta dan Sjahrir memang mengambil alih PNI baru ini hanya agar pergerakan nasional terus berlanjut.

Pada Februari 1934, pemerintah kolonial Belanda menangkap Sjahrir, Hatta, dan beberapa pemimpin partai ini. Mereka di buang ke Boven Digul, Papua.***

Editor: Agus Kusnadi

Sumber: Buku Sjahrir Peran Besar Bung Kecil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x