Cara Sutan Sjahrir Melawan Sekutu Bukan Dengan Senjata Tapi Diplomasi

- 8 Juni 2022, 08:05 WIB
Potret Sutan Sjahrir
Potret Sutan Sjahrir /

PRIANGANTIMURNEWS- Jepang akhirnya takluk kepada tentara Sekutu. Di saat-saat akhir kekuasaannya, Jepang sempat menjanjikan kepada Indonesia. Maka dibentuklah Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia oleh Jepang. Soekarno dan Hatta menjadi ketua dan wakil ketua Panitia Persiapan.

Sjahrir yang tak percaya dengan janji itu. Bersama sejumlah aktivis pergerakan lainnya, seperti Asam Malik, Soekarni, Chaerul Saleh, dan Kusnaeni, ia tak ingin kemerdekaan Indonesia didapat sebagai hadiah dari Jepang.

Para pemuda menuduh Soekarno Hatta sebagai kolaborator Jepang. Hanya, meski berbeda paham, Sjahrir mengakui rakyat di daerah sangat mendukung kemerdekaan dan kepemimpinan Soekarno - Hatta.

Baca Juga: Transfer Pemain: Chelsea dan Arsenal Masuk Daftar 5 Klub yang Inginkan Pemain yang Sama

Kemerdekaan Indonesia akhirnya diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Teks proklamasi disusun sehari sebelumnya di rumah Laksamana Maeda oleh Soekarno bersama Hatta, Soebardjo, Nishijima (ajudan meida) dan dua orang Jepang lainnya.

Lima hari setelah kemerdekaan diumumkan, Komite Nasional Indonesia Pusat, yang beranggotakan 137 orang dibentuk. Kelompok pemuda mendorong Sjahrir menjadi ketua Komite.

Sjahrir menolak. Ia masih menanti, sejauh mana Komite mencerminkan kehendak rakyat. Pada bulan-bulan pertama kelahiran Republik, pemerintah kabinet presidensial dipimpin kaum nasionalis pro-Jepang.

Kondisi ini membuat Sekutu sebagai pemenang Perang Dunia II, setelah merobohkan Jepang, sulit mengakui keberadaan Republik Indonesia.

Baca Juga: Jadwal Trans 7 Hari ini, Rabu 8 Juni 2022: Saksikan ‘Ragam Indonesia’ hingga ‘On The Spot’

Sekutu menganggap Indonesia masih di bawah kendali Jepang. Lemahnya kepemimpinan di pemerintahan juga telah melahirkan gerakan-gerakan bersenjata yang memanfaatkan situasi demi kepentingan masing-masing.

Pada 7 Oktober 1945, 40 anggota Komite Nasional meneken petisi untuk Presiden Soekarno. Mereka menuntut komite menjadi badan legislatif, bukan pembantu Presiden.

Selain itu, menteri kabinet harus bertanggung jawab kepada Dewan, bukan Presiden. Beredar kabar di balik petisi itu ada Adam Malik, Soekarni, Chaerul Saleh, serta para politikus senior yang tidak puas dengan Soekarno.

Suatu hari datanglah Nyonya Sri Mangoensarkoro di sertai dua pemuda dari barisan pelopor,Soebadio dan Soekarni. Mereka mendesak Sjahrir mau memimpin Komite.

Baca Juga: Jadwal Trans 7 Hari ini, Rabu 8 Juni 2022: Saksikan ‘Ragam Indonesia’ hingga ‘On The Spot’

"Komite harus bersih dari Jepang dan revolusioner," kata Soekarni. Sjahrir menerima panggilan para pemuda.

Sikap Sjahrir ini, menurut Y.B. Mangunwijaya dalam tulisannya,"Dilema Sutan Sjahrir: Antara Pemikir dan Politikus", kelak sering ditafsirkan sebagai kebimbangan. 

Tapi sebenarnya, "keputusan Sjahrir itu merupakan keharusan dan keputusan yang dingin bahwa untuk menghadapi dunia internasional dibutuhkan tokoh non-Jepang murni,".

Rapat komite nasional kedua pada 16 Oktober 1945 merupakan salah satu titik penting perjalanan politik Sjahrir. Dia diangkat menjadi ketua komite."secara aklamasi" tulis Mangunwijaya.

Baca Juga: Simak Ramalan Zodiak Scorpio Di Bulan Juni 2022: Disiplin mengatur Keuangan

Rapat yang dihadiri wakil presiden Mochamad Hatta itu, Presiden Soekarno tidak hadir berlangsung ricuh, saling serang terjadi antara kelompok pro dan kontra Jepang.

Kendati demikian, kedua kubu sama-sama menyadari usaha membangun Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merdeka menghadapi rintangan berat.

Belanda yang merupakan bagian dari sekutu, sangat ingin menjajah Indonesia lagi. Sedangkan sekutu belum menerima kemerdekaan Indonesia.

Sjahrir, yang sebelumnya sudah memprediksi sikap sekutu itu, berpendirian, menghadapi Belanda, termasuk sekutu, tidak bisa lagi dengan senjata, tapi harus lewat diplomasi.***

Editor: Galih R

Sumber: Buku Sjahrir Peran Besar Bung Kecil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah