Membaca Buku Dapat Hilangkan Stres Menjadi Karya, Galau Menjadi Puisi

11 November 2020, 19:16 WIB
Seorang remaja sedang membaca buku di halaman kolecer alun-alun Parigi. /Aldi Nur Fadilah./

PRIANGANTIMURNEWS-
Saya keberatan untuk orang yang sering bilang di status sosial medianya seperti ini, "Aku memang bukan pujangga yang pandai merangkai kata".

Entah kenapa bikin hati itu sedikit sakit. Pasalnya, tanpa disadari kata-kata itu dirangkai dengan pandai. Lalu apa yang menjadikan alasan itu terus diucapkan ketika menyatakan puisi untuk sang kekasih.

Baca Juga: Ketidakwarasaan itu perlu dipertahankan untuk menjaga keseimbangan hidup

Saya paling kesel pada orang yang merendahkan dirinya sendiri dengan kata-kata menjatuhkan orang lain. Bisa dibilang pura-pura lupa aja. Bahwa dirinya serba bisa.

Ya sudah. Berhenti marah. Padahal jika memang punya kelebihan dalam bidang apapun silahkan tunjukan, biar tidak hanya orang tahu. Tapi, kamu akan dihargai karena itu.

Setelah marah sekian detik, saya coba untuk menahannya. Lalu saya kembali berpikir atas kemarahan yang saya luapkan terhadap orang-orang yang seringkali bicara "Bukan" padahal "Bisa" semacam narasi yang sengaja disusun untuk pujian.

Waktu berlalu, rasa kesal hilang begitu saja. Belajar bijak dalam mengutarakan kata. Iyah, saya yakin sekali orang yang pandai merangkai kata itu adalah pembaca ulung.

Pernah saya baca dalam sebuah artikel tentang pintar merangkai kata. Kutipan yang terpapar adalah 'Penulis yang bijak adalah pembaca yang baik' artinya setiap orang yang sering membaca pasti mempunya kamus kata yang banyak dalam isi otaknya. Sehingga merangkai kata menjadi mudah bikin otak bekerja.

Ini adalah alasan kenapa saya bisa menjadi penulis buku dan puisi bebas. Sombong dikit boleh kan. Bukan dari sebab kesengajaan, tetapi karena kegalauan yang menimpa.

Dari stres, pusing, patah hati sampai merasa gagal dalam hidup. Saya pernah terjatuh dalam kegagalan setelah lulus sekolah, karena tidak diterima kuliah di universitas negeri.

Sempat berpikir, bahwa lulusan kampus negeri terjamin suksesnya. Kerja di Perusahaan besar akan terjamin gajinya. Tapi, semua itu sirna dalam otak saya.

Setelah saya bertanya pada google, tentang, 'Bagaimana menjadi pengusaha' Semua suguhan tulisan nyaris isinya sama, dengan poin yang paling penting adalah waktu membaca.

Hal yang sangat di garis bawahi adalah kebiasaan membaca buku. Sekali pun Investor terkaya Dunia Warren Buffet mempunyai kebiasaan membaca yang produktif.

Selain membuka jendela dunia, membaca juga membuka cakrawala pikiran kita. Pendiri Microsoft Bill Gates pernah mengatakan dalam sebuah kutipan di salah satu akun YouTube Fearless, "Jika aku ditawarkan tuhan untuk memiliki salah satu kemampuan, maka akan aku jawab, kemampuan membaca cepat" Saking luar biasanya manfaat membaca buku, bisa bikin orang-orang terkaya di dunia ini ingin sekali memiliki kemampuan literasi yang hebat.

Bahkan dalam salah satu video akun YouTube Bill Ggates mengatakan, kebiasaan membaca buku adalah salah satu kegiatan efektif untuk memanfaatkan waktu luang menjadi sebuah Imajinasi yang inovatif.

Otak kita akan bekerja saat menerima kumpulan kata yang positif. Sehingga pemikiran kita bisa diprediksikan cerdas banyak akal dan kreatif.

Saat duduk dibangku sekolah, saya pernah sekelas dengan salah satu perempuan yang bisa dibilang paling rajin membaca. Lumayan sih, cantik. Dulu pacarnya seorang kepala Organisasi Pramuka. Bisa dibilang paling hitz.

Seperti kutu buku pada umumnya, kemana pun dia pergi, buku selalu ada dalam genggamannya. Nyaris pelajaran olahraga pun tak lepas dari sisinya. Sengaja ya, tak aku sebutkan namanya, takut nanti dia baca. Ketahuan deh, sering memperhatikannya.

Bukti nyata yang dihasilkan olehnya dari membaca ribuan kata perhari, walaupun isinya pelajaran sekolah. Tidak ada satu pun nilai yang menyerupai bebek ternak. Nilai sempurna selalu didapatkan.

Setelah beberapa bulan dalam kegagalan, saya menemukan suatu mediasi yang unik setelah sering membaca. Meskipun belum terlalu kecanduan baca buku waktu itu.

Masih asyik menyelami artikel, berita dan opini. Semakin kecanduan membaca, akhirnya terjun juga menjadi kutu buku dan ikut komunitas pegiat literasi. Disana saya menemukan banyak teman yang sama-sama jatuh cinta pada membaca.

Stres yang biasanya dirasakan berlama-lama, semakin terasa berkurang dengan obat yang orang lain mungkin kedengarannya tabu, yaitu membaca buku.

Buku pertama yang membawa saya menjadi penulis adalah bukunya Fiersa Besari - Garis Waktu. Isinya tentang konflik batin dan kisah patah hati. Seperti sebuah tamparan bagi saya yang baru saja mengalami patah hati kembali.

Saya ingat waktu itu kegiatan mendaki menjadi salah satu hobi saya. Tahu dari teman saya yang menawarkan buku karya seorang pendaki yang membuat saya menjadi tertarik untuk mengetahui lebih mendalam.

Saya pernah menyangka bahwa membaca buku hanya membuang waktu saja. Ternyata itu hanya opini, bukan fakta.

Pasalnya, setelah saya coba, ternyata bisa menghilangkan stres jadi karya dan galau menjadi puisi. Buku pertama saya "Pesan Untuk Semesta" pada tahun 2019 merupakan kumpulan prosa, perasaan, dan pemikiran selama menghadapi berbagai romantika kehidupan. Ternyata memang benar, apa yang kita baca akan menjadi apa yang kita hasilkan.

Teringat kembali soal teman saya yang menjadi kutu buku ulung. Karena yang di baca adalah buku pelajaran, sehingga yang dihasilkan adalah diterima di kampus negeri ternama. Mengingat proses terakhir literasi adalah menulis.

Maka pada saat buku pertama itu terbit. Temen saya pun terkejut, karena dulu saya benar-benar membenci kelakuannya yang sering membaca. Tiba-tiba lama tak berjumpa, saya muncul dengan sebuah karya dalam bentuk buku prosa. Ah, sial.

Saya termakan omongan sendiri. Anggaplah itu sebagai karma yang baik. Disitulah aku percaya karma itu ada. Untungnya, dia hanya mengucapkan terimakasih atas keberhasilan yang aku capai dari rasa benci yang aku dulu telah lalui.

Sungguh sebuah keajaiban yang bukan hanya saya saja yang merasakan. Temen-temen di komunitas pun menjadikan alternatif penghilang stres dan bosan dengan membaca. Itu alasannya kenapa saya nulis tentang ini, kembali stres dan saya coba menulis kembali ingatan-ingatan yang lama tersimpan di gudang pikiran.

Membaca ulang, membuat puisi dan menyatakan cinta pada membaca.***

Karya: Aldi Nur Fadilah Duta Baca Kab Pangandaran.

Editor: Agus Kusnanto

Tags

Terkini

Terpopuler