Rocky dan Jamiluddin Menilai Pemberian Gelar Profesor Kehormatan Kepada Megawati Ciderai Perguruan Tinggi

13 Juni 2021, 16:00 WIB
Megawati sedang mengenakan toga profesor kehormatan GBTT. /Instagram @rockygerungfans/

PRIANGANTIMURNEWS- Ternyata pemberian gelar Profesor kehormatan Guru Besar Tidak Tetap (GBTT) kepada mantan Presiden ke lima Megawati Soekarno Putri menuai pro dan kontra hingga menjadi perhatian pengamat politik Roky Gerung.

"Dunia akademik Indonesia dikejutkan dengan rencana Universitas Pertahanan (Unhan) yang menganugerahkan gelar akademik yaitu profesor kepada Ketua Umum PDI Perjuangan, Megawati Soekarnoputri pada Jumat 11 Juni lalu," kata, Roky dikutip priangantimurnews.com dari akun Instagram @rockygerungfans Minggu 13 Juni 2021.

Baca Juga: Gelar Acara Halal Bi Halal, PCNU Kabupaten Tasikmalaya Terapkan Protokol Kesehatan yang Ketat

Kata, Roky, terkejut karena para akademisi untuk memperoleh jabatan akademik tertinggi di perguruan tinggi itu memerlukan proses panjang dan berliku. Pendidikannya juga harus lulusan S3 doktor.

“Untuk profesor madya saja, akademisi harus memiliki kumulatif angka kredit (KUM) 850. Sementara untuk profesor penuh diperlukan KUM 1.000,” kata pengamat komunikasi politik dari Universitad Esa Unggul Jakarta, M. Jamiluddin Ritonga.

Katanya, KUM tersebut dikumpulkan akademisi dari unsur pengajaran, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, dan unsur pendukung seperti mengikuti seminar ilmiah.

Baca Juga: TNI AL dan Yayasan Madana Metta Caritas Bangun Jembatan Penghubung Antar Desa

“Bahkan, akademisi harus menulis artikel yang dimuat di Scopus. Hingga saat ini banyak akademisi belum memperoleh jabatan profesor karena terganjal pada pemuatan artikel di Scopus,” kata, Jamiluddin, yang juga pernah menjabat Dekan Fikom IISIP Jakarta.

Karena itu, lanjut Jamiluddin, para akademisi merasa tidak adil bila ada seseorang yang terkesan begitu mudahnya memperoleh jabatan profesor.

“Moral akademisi bisa-bisa melorot melihat realitas tersebut,”katanya.

Baca Juga: Kisah Lika Liku Gemuk Hingga Kurus Badan Melly Goeslow

Ia menyebutkan, apalagi kesan politis begitu kental dari pemberian jabatan profesor tersebut. 

"Para akademisi semakin kecewa karena melihat secara vulgar aspek akademis sudah berbaur dengan sisi politis,” kata Jamiluddin.

Ia menyebutkan, sudah saatnya aspek politis dipisahkan secara tegas dengan aspek akademis dalam pemberian profesor.

Sudah waktunya Mendikbudristek tidak lagi terlibat dalam pemberian jabatan profesor. Sebab, Menteri sebagai jabatan politis tidak selayaknya terlibat dalam pemberian jabatan akademis.

Baca Juga: Penyisihan Grup E Euro 2020, Spanyol vs Swedia: Pratinjau, Berita Tim, Starting XI, dan Prediksi Pertandingan

“Pemberian jabatan profesor sudah saatnya diberikan kewenangan sepenuhnya kepada setiap perguruan tinggi," katanya.

Di Jerman, pemberian jabatan profesor menjadi kewenangan fakultas.

"Dengan begitu, kemurnian akademis akan lebih kental dalan penetapan profesor,” ucap Jamiluddin.***

Editor: Agus Kusnadi

Sumber: Instagram @rockygerungfans

Tags

Terkini

Terpopuler