Peneliti Muda Ungkap Rekam Penelitian Prediksi Tsunami Anak Krakatau Tahun 2012

13 Juni 2023, 07:30 WIB
Pemodelan runtuhnya sebagian tubuh Anak Krakatau di Indonesia pada 22 Desember 2018 silam disebabkan oleh proses destabilisasi jangka panjang /itb.ac.id /

PRIANGANTIMURNEWS - Tsunami Anak Krakatau tahun 2018 merupakan salah satu bencana paling tidak terduga oleh pemerintah dan  masyarakat Indonesia kala itu.

Bahkan dua lembaga pemerintah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) dan Pusat Vulkanologi dan Mitigasi Bencana Geologi (PVMBG) kecolongan.

Saat itu tidak ada peringatan dini Tsunami, serta terdapat kesimpangsiuran laporan erupsi gempa Gunung Anak Krakatau. Sangking singkat dan kecilnya gempa yang terjadi.

Baca Juga: Tsunami Vulkanik Gunung Anak Krakatau Tahun 2018 Tak Terprediksi, Apa Penyebabnya?

Namun, gempa erupsi yang kecil tersebut ternyata menyebabkan flank collapse atau runtuhnya badan Gunung Anak Krakatau di bagian Selatan.

Sehingga terjadilah Silent Tsunami, yang bahkan lebih berbahaya karena tidak terdeteksi kala itu.

Elmo Juanara, peneliti Muda asal Indonesia yang tengah berkuliah di Japan Advanced Institute of Science and Technology (JAIST), Ishikawa, Jepang.

Baca Juga: 56 Kali Meletus: Anak Krakatau Menempati Urutan Pertama Gunung Api Paling Aktif di Indonesia Tahun 2023

Tengah meneliti peristiwa Tsunami Vulkanik Gunung Anak Krakatau dan menyampaikan bahwa saat itu telah terjadi ketidak seimbangan dari kawah Anak Krakatau.

"Peristiwa runtuhan sayap (flank collapse) dari Anak Krakatau pada Desember tahun 2018 dikarenakan gunung anak krakatau yang terus tumbuh dan terdapat ketidakseimbangan pada salah satu sisinya" ungkap Elmo.

"Sehingga ketika proses aktivitas erupsi telah berjalan, atau adanya getaran maka sisi yang tidak seimbang tersebut runtuh," lanjutnya.

Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Erupsi Lontarkan Abu Vulkanik Setinggi 1.500 Meter

"Keruntuhan inilah yang menyebabkan tsunami yang tidak terdeteksi (silent tsunami)," tambahnya.

REKAM PENELITIAN 2012

Elmo juga mengungkapkan bahwa jauh sebelum peristiwa Tsunami Vulkanik Anak Krakatau terjadi pada tahun 2018.

Sebenarnya ada rekam penelitian ilmuwan yang menyampaikan keanehan Gunung Anak Krakatau pada tahun 2012.

"Jadi waktu itu tahun 2012, bulan Maret. Dipublish sebuah paper dari empat peneliti. Tiga orang asal Prancis dan satu orang asal Indonesia," ungkap Elmo.

"Peneliti Indonesia bernama Ontowirjo, dari BPPT (Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi)," lanjutnya.

Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Erupsi, Letusan Sampai 600 Meter di Atas Puncak

Dalam Paper tahun 2012 tersebut Elmo menjelaskan bahwa para peneliti telah melihat gelagat keanehan di Gunung Anak Krakatau.

"Mereka melakukan penelitian, dan langsung  menyatakan bahwa Krakatau ini akan menghasilkan Tsunami. Itu saat tahun 2012, melihat kejanggalan yang ada," pungkasnya

"Mereka saat itu melihat flank (sayap) sayap badan yang tidak stabil (seimbang)," lanjutnya.

"Saat itu mereka melakukan Numerical Simulation (simulasi). Dengan hipotesis kemungkinan flank collapse 0,28 KM3," paparnya.

Dirinya juga mengungkapkan kemungkinan-kemungkinan terburuk Tsunami menerjang dalam penelitian 2012.

"Dengan kemungkinan jatuh ke arah barat daya, dan akan menyebabkan Tsunami setinggi 43 meter. Diprediksi akan mencapai Pulau Sertung dan Krakata kurang dari 1 menit," tambahnya.

Baca Juga: Muntahkan Lava Pijar, Erupsi Anak Krakatau Capai 31 Kali Per Januari

"Tinggi Tsunami saat mencapai Pulau tersebut setinggi 15-30 meter. Simulasi ini memberi warning untuk masyarakat yang berada di wilayah wisata pantai," lanjutnya.

"Akan tiba di pantai barat Pulau Jawa, seperti Anyer, Carita, dam Marak bisa mencapai 35 sampai 45 menit, dengan maksimal ketinggian 1,5 meter dalam penelitian kala itu,"

Elmo menyampaikan bahwa prediksi tersebut membuktikan kejadian Tsunami Vulkanik pada tahun 2018.

Dimana bencana tak terprediksi itu telah merenggut 437 korban jiwa, 14.059 korban luka-luka, dan 33.719 orang kehilangan tempat tinggal.

"Semua telah diprediksi dalam penelitian 2012," ungkap Elmo.

"Saat itu mereka menyampaikan banyak tempat wisata dan infrastruktur wisata dan industri yang ketinggiannya dibawah 10 km dan itu pasti akan tersapu," lanjutnya.

Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Kembali Mengalami Erupsi, Hingga Terjadi Beberapa Kali

Namun sayangnya, penelitian tahun 2012 itu tidak terlalu pertimbangkan saat itu oleh pemerintah dan masyarakat.

"Sayangnya penelitian 2012 ini, saat itu tidak terlalu digubris," pungkasnya

LANGKAH MITIGASI

Elmo Juanara menyampaikan ada beberapa langka yang sebenarnya sudah mulai diterapkan dengan belajar dari peristiwa Tsunami 2018.

1. Penginstalan Alat Pengukur Pasang Surut

"Langkah ini sepertinya sudah cukup banyak yang dilakukan. Seperti sudah mulai menginstal 'pengukur pasang surut', didukung oleh para peneliti yang mulai membuat," ungkapnya

2. Website Pemantau yang Aktif

"Beberapa website-website terus memantau perkembangan dan prediksi melalui observasi yang dilakukan oleh peneliti,"

Observasi yang dilakukan oleh ilmuwan diantaranya adalah observasi Field Survey dan Tide Gauges. Dengan tahapan asumsi, mensimulasikan, dan pemodelan dan validasi.

Baca Juga: Erupsi Kembali Terjadi di Gunung Anak Krakatau, Masyarakat Diminta Untuk Tidak Mendekatinya

3. Edukasi Mitigasi

Edukasi tentang mitigasi bencana alam Tsunami Vulkanik Gunung Krakatau juga penting, untuk membangun kesadaran untuk tentang potensi bencana besar di wilayah tersebut

SULIT TERPREDIKSI

Elmo Juanara juga menyampaikan hingga saat ini erupsi Gunung Anak Krakatau masih selalu terjadi.

Tapi belum ada prediksi penelitian terbaru perkara potensi Tsunami Vulkanik hingga saat ini.

"Untuk saat ini prediksinya, saat ini erupsi dan letusan masih selalu terjadi. Tetapi untuk menyebabkan Tsunami Vulkanik belum ada penelitian terbaru," ungkapnya.

Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Kembali Erupsi, Jauhi Aktifitas di Radius 5 Kilometer

"Sehingga hal-hal sama kedepan sangat mungkin terjadi kembali jika tidak dilakukan observasi yang benar, dan penyadaran serta edukasi kepada masyarakat," tegasnya.

"Sebab semua hal tentang Krakatau sulit untuk diprediksi," akhirinya***

Key: Ilmuwan Muda, anak krakatau, tsunami, elmo juanara, rekam penelitian, Tsunami vulkanik, kecolongan, jepang.

Sumber: wawancara langsung

 

Editor: Muh Romli

Sumber: Wawancara eksklusif

Tags

Terkini

Terpopuler