UU Omnibuslaw Berlaku, Rakyat Punya Kewajiban Mengawasi dan Mengkritisi Penerapannya

- 31 Oktober 2020, 16:59 WIB
Pengamat kebijakan publik Eman Sulaeman Nasim
Pengamat kebijakan publik Eman Sulaeman Nasim /Satrio Widianto/PR/

Baca Juga: Menteri Perhubungan Cek Kesiapan Pembukaan Pelabuhan Patimban

“Jika PP ditargetkan sebelum Presiden Jokowi turun dari kekuasaannya, maka pembuatan 33 PP ini membuat menteri menteri terkait, tergopoh-gopoh membuat PP. Dan pembuatan PP ini berarti akan dikebut juga karena harus kejar tayamg. Otomatis, akan minim partisipasi publik dan kecil kemungkinan meminta pendapat masyarakat. Saya yakin pemerintah tidak akan meminta pendapat masyarakat secara umum. Partisipasi masyarakat pasti dikesampingkan,” papar Ketua pusat kajian Islam dan hukum Islam FHUI ini.

Cara yang ke empat yang dapat dilakukan masyarakat yang menolak UU CK adalah dengan terus mengawasi dan mengkritisi penerapan dari UU CK. Sehingga pasal pasal yang membahayakan dan merugikan masyarakat tidak merugikan masyarakat bangsa dan negara. Sedangkan cara konstitusional yang ke lima adalah mengajukan uji materil  dan formil  ke Mahkamah Konstitusi (MK).

“Namun cara ini pun saya  tetap pesimistis. Sebab, hakim MK itu ada 9 orang . 3 hakim diusulkan oleh DPR RI. 3 hakim diusulkan oleh pemerintah. Sisanya dari Mahkamah Agung. Meskipun Hakim MK harusnya berisfta netral dan objektif, rasanya, mereka tidak akan mengeluarkan kebijakan yang bertentangan dengan lembaga yang mengusulkannya. DPR RI dan pemerintah jelas mereka yang mengusulkan dan mengesahkan UU omnibuslaw. Tidak mungkin hakim MK yang diusulkan DPR RI dan Pemerintah akan membuat keputusan yang bertentangan dengan lembaga yang mengusulkannya,” papar  manajer riset dan publikasi FHUI. 


Sementara cara yang ke enam adalah dengan terus mendesak Presiden untuk segera mengeluarkan Perpu pengganti UU omnibuslaw. Meskipun presiden Jokowi sendiri berulang kali menyampaikan tidak akan mengeluarkan Perpu untuk membatalkan atau mengganti UU CK.

 

Baca Juga: Petani Mengeluh, Pasokan Pupuk Bersubsidi Minim
Sedangkan, pembicara lainnya masing-masing Indra Lesmana dari Universitas Andalas menyampaikan, sebaiknya masyarakat melakukan  mosi tidak percaya kepada DPR RI dan pemerintah karena telah mengeluarkan UU yang merugikan bangsa Indonesia. Mosi tidak percaya dapat disampaikan dan dilakukan oleh Dewan Perwakilan Daerah (DPD RI). Sehingga pada akhirnya bisa melakukan pemilu yang dipercepat.


Sementara pembicara wakil dari alumni Universitas Brawijaya Malang, Utari Sulistiowati berpendapat, sebaiknya para tokoh dan guru bangsa berkumpul menemui Preisden Jokowi dan para Menko dan Ketua DPR RI, agar menari UU CK tersebut. Karena UU tersebut mengkhawatirkan dan membahayakan kelangsungan negara dan bangsa jangka pendek dan jangka Panjang.


Ketua Dewan Pertimbangan FAPI Dodi Haryadi UU CK menimbulkan kecemasan sosial. Dia mengkhawatirkan, apabila presiden tidak mengeluarkan Perpu pengganti UU CK dan otomatis UU CK berlaku mulai 4 Nopember 2020 akan menimbulkan gelombang  protest dari masyarakat yang semakin besar.  Bila ini yang terjadi, tujuan UU CK dibuat menarik investor akan gagal. Investor malah akan ketakutan.


“Semua bisa kita lakukan, asalkan dalam koridor hukum. Tidak bertentangan dengan hukum yang berlaku di negara kita. Soal hasil kita serahkan pada Allah SWT,” timpal Heru Susetyo, menanggapi usulan dari dua pembicara lainnya.***

Halaman:

Editor: Ahmad Ramadan


Tags

Artikel Pilihan

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x