Peneliti Analogikan Tsunami Anak Krakatau, Seperti Batu yang Dilempar ke Bak Mandi

- 2 Juli 2023, 08:44 WIB
   Pemodelan Letusan Gunung Anak Krakatau tahun 2018 yang mengakibatkan keruntuhan kapak badannya dan menyebabkan Tsunami yang menyebabkan 430 orang Meninggal
Pemodelan Letusan Gunung Anak Krakatau tahun 2018 yang mengakibatkan keruntuhan kapak badannya dan menyebabkan Tsunami yang menyebabkan 430 orang Meninggal /YouTube Research Info /
PRIANGANTIMURNEWS - Seorang peneliti dari Brunel University London menganalogikan Tsunami Gunung Anak Krakatau tahun 2018. layaknya batu yang dilempar ke bak mandi.

Letusan Gunung Berapi dari Anak Krakatau pada tahun 2018, melepaskan gelombang setinggi 100 meter.

Laporan terbaru, menunjukkan bahwa lebih dari 430 orang kehilangan nyawa mereka pada tanggal 22 Desember 2018.
 
Baca Juga: Meteor Chelyabinsk yang Jatuh Tahun 2013, Menjadi Awal Penelitian Gelombang Infrasonik di Atmosfer

Tsunami disebabkan ketika kapak (bagian tubuh) Anak Krakatau meletus dan sebagiannya runtuh ke laut, dan mengirimkan gelombang ke arah Barat.

Gelombang tersebut menuju Pulau Sumatera di Indonesia. Dengan ketinggian Tsunami antara 5-13 meter ketika mendarat ke pantai. Kecepatannya bahkan kurang dari satu jam.

Peneliti menyebutkan bahwa kehancuran dapat terjadi lebih meluas seandainya gelombang tersebut bergerak ke arah lain (Banten).

Penelitian terbaru dari ilmuwan asal Brunel University London dan University of Tokyo telah menunjukkan bahwa bencana yang ditimbulkan bisa menjadi jauh lebih buruk.
 
Baca Juga: Aktivitas Gunung Anak Krakatau Semakin Meningkat, Luncurkan Abu Vulkanik 3 KM Tertinggi Sejak 2018

Apabila gelombang yang memiliki ketinggian antara 100 meter dan 150 meter tersebut bergerak ke arah pantai yang lebih dekat.

Khususnya ketika material Vulkanik (longsor tubuh Anak Krakatau) jatuh ke laut. Itu dapat menyebabkan perpindahan permukaan air ke daratan yang jauh lebih besar.
 
Pernyataan diungkapkan oleh ilmuwan bernama Dr. Mohammad Hyde Rosada, seorang asisten profesor teknik sipil di Brunel University yang memimpin penelitian tersebut.

Dirinya menganalogikan kejadian tersebut layaknya seseorang melempar batu ke dalam bak mandi, batu itu akan menyebabkan gelobang perpindahan air.
 
Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Erupsi Lontarkan Abu Vulkanik Setinggi 1.500 Meter

Dr. Hyde menyampaikan bahwa kasus Gunung Anak Krakatau ini serupa dengan hal tersebut.

Dimana ketinggian perpindahan air disebabkan oleh runtuhnya material berupa badan berbentuk kapak Gunung Anak Krakatau.

Telah menyebabkan gelombang setinggi 100 meter, walaupun ketinggian gelombang dengan cepat menyusut.

Gelombang menyusut disebabkan karena efek dari gabungan gravitasi yang menarik massa gelombang massa air ke bawah dengan gesekan  dihasilkan antara Tsunami dan dasar laut.

Dr. Hyde juga menyampaikan bahwa tinggi Tsunami tetap berada di ketinggian lebih dari 80 meter, ketika menyapu pulau sekitarnya.
 
Baca Juga: Gunung Anal Krakatau Erupsi, Lontaran Abu sampai Setinggi 600 Meter

Beruntungnya, tidak ada kehidupan di pulau tersebut kecuali tanaman. Sehingga tidak ada korban jiwa.

Namu Dr. Hayde memberikan peringatan, jika saja kala itu terdapat masyarakat pesisir yang bermukim dekat dengan Gunung Anak krakatau dengan jarak 5 Kilometer.

Mereka akan terbawa arus dan terseret oleh Tsunami yang cukup mengerikan dari Anak Krakatau tahun 2018.

"Tsunami akan berada di antara 50 meter dan 70 meter ketika menghantam pantai tersebut," ungkap Dr. Hayde Rosada.

Dirinya juga memberikan contoh letusan dahsyat Gunung Krakatau pada tahun 1883. Dimana letusan itu menghasilkan Tsunami yang melanda daratan pada ketiggian 42 meter.
 
Baca Juga: Gunung Anak Krakatau Muntahan Lava Pijar, PVMBG: Tinggi Capai 350 Meter

Menyebabkan kematian yang luar biasa, sebanyak 36 ribu orang pada masanya. Perlu diketahui, pada zaman tersebut wilayah pesisir masih tidak sepadat saat ini.

Dr. Hayde menyampaikan bahwa hasil penelitian baru tersebut sangat penting untuk dipelajari masyarakat Dunia yang tinggal di pesisir pantai dekat Gunung Berapi.

Dr. Mohammad Hyde Rosada adalah ilmuwan pertama yang menunjukkan bahwa gelombang sebesar itu dapat dihasilkan letusan Gunung Anak Krakatau yang menimbulkan runtuhan tahun 2018.

Analisis tersebut diterbitkan dalam Jurnal Ocean Engineering, dengan menggunakan data permukaan laut dari lima lokasi dekat Anak Gunung Krakatau.

Divalidasi oleh komputer model yang mampu membuat simulasi pergerakan Tsunami dari runtuhan Gunung Anak Krakatau sampai ke daratan.

Pengukuran dilakukan dengan menggunakan alat pengukur gelombang yang dioperasikan oleh pemerintahan Indonesia.

Sementara itu, Dr. Heiter Sada menyampaikan bahwa analisis tersebut menggunakan data nyata untuk memastikan bahwa simulasi tersebut konsisten dengan kejadian real.

"Sangat penting memvalidasi simulasi komputer dengan data dunia nyata. Indonesia salah satu daerah paling rawan Gempa dan Tsunami di Dunia," ungkap Dr. Sada.

Pada tahun 2018, Indonesia dilaporkan dilanda gelombang Tsunami mematikan saat itu.

Pertama ketika Gunung Anak Krakatau mengalami keruntuhan. Kedua, longsor di lepas pantai Sulawesi yang juga menewaskan lebih dari 2000 orang.

Saat ini, Dr. Hyde bekerja sama dengan LIPI (lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) untuk Pengujian dan penerapan teknologi.

Bertujuan untuk pemetaan dasar laut bagian timur Indonesia dan pengembangan rencana mitigasi dan ketahanan Tsunami yang baru.

Proyek tersebut didanai oleh sebesar 500.000 Poundsterling (Rp 9.479.979.055) dari The Royal Society of London.

Sebuah lembaga yang memfasilitasi ilmuwan untuk fokus meneliti bidang Peningkatan Pengetahuan Alam.***

Editor: Muh Romli

Sumber: Jurnal Ocean Engineering


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x