"Serta pukulan baru-baru ini terhadap proses tersebut dengan menolak menghadiri putaran negosiasi berikutnya pada Desember 2022,” tambahnya.
Lebih lanjut dikatakan bahwa Armenia mengganggu proses reintegrasi penduduk Armenia sendiri di wilayah Karabakh melalui provokasi.
Aykhan menyampaikan bahwa kepemimpinan politik Armenia perlu bertindak dengan dasar rasa tanggung jawab, dalam menahan provokasi serta kepalsuannya.
"Mereka perlu bertindak secara bertanggung jawab, untuk menahan diri dari provokasi, pernyataan, dan retorika palsu," tegasnya.
Baca Juga: Kebakaran Pasar Cikurubuk Tasikmalaya, Kerugian Material Lebih dari Rp100 Juta
"Itu akan melemahkan peluang terciptanya perdamaian di wilayah tersebut setelah perang 44 hari,” akhirinya.
Perlu diketahui, hubungan antara Armenia dan Azerbaijan tegang sejak 1991, memburuk ketika militer Armenia menduduki Nagorno-Karabakh.
Sebuah wilayah yang diakui secara internasional sebagai bagian dari Azerbaijan, dan merupakan tujuh wilayah yang berdekatan.
Pada musim gugur 2020 lalu, selama 44 hari perang sengit terjadi.
Azerbaijan membebaskan sebagian besar wilayah Karabakh dari Armenia dan perjanjian perdamaian yang ditengahi Rusia kemudian ditandatangani.