Di tengah protes populer terhadap menteri pertahanan era Bashir yang memimpin Dewan Militer Transisi (TMC) pasca pencopotan, Al-Burhan diangkat menjadi kepala TMC.
Beberapa bulan kemudian, tekanan internasional mengarah pada pembentukan Sovereign Council (SC).
Yaitu sebuah kemitraan sipil-militer untuk mengarahkan negara menuju pemilu tahun ini, menggantikan TMC.
Sebagai kepala SC, Al-Burhan otomatis menjadi kepala negara Sudan secara de facto. Bekerja berdampingan dengan kekuatan sipil pro-demokrasi di negara tersebut.
Baca Juga: Heboh! Puluhan Pria Korea Selatan Berpura-pura Epilepsi untuk Hindari Wajib Militer
Tapi, pada tahun 2021 al-Burhan dan wakilnya Hemedti dari RSF memimpin kudeta dan merebut kekuasaan. Menggagalkan jalan singkat Sudan menuju demokrasi.
Sebagai kepala negara de facto, Al-Burhan telah menjalin hubungan sangat dekat dengan negara-negara Muslim tetangga. Seperti Uni Emirat Arab, Arab Saudi dan Mesir.
Al-Burhan aktor dari negara-negara tetangga yang telah mendorong jenderal militer sudan termasuk Hemedti (kepala RSF), untuk mendukung pencabutan mantan Presiden Al-Bashir.
Negara-negara teluk khususnya memberikan bantuan dalam jumlah besar kepada Sudan ketika pasukan Sudan dikerahkan dalam koalisi pimpinan Arab Saudi.