3.000 Nelayan di Pangandaran Tandatangani Pernyataan Sikap Penolakan Penangkapan Baby Lobster, Diantaranya

9 April 2021, 11:18 WIB
Perwakilan nelayan Pangandaran saat melakukan audiensi ke DPRD di Parigi, Kamis, 8 April 2021. /PRIATIM PRMN AGUS KUSNADI/

PRIANGANTIMURNEWS- Puluhan nelayan mendatangi kantor DPRD Kabupaten Pangandaran untuk menyampaikan beberapa pernyataan sikap lewat audensinya pada Kamis, 8 April 2021.

Poin dalam pernyataan sikap yang sudah disetujui dan ditandatangani oleh sekitar 3.000 orang nelayan tersebut yakni soal penolakan penangkapan baby lobster, penertiban bagang dan penolakan ilegal fishing.

Wakil Ketua HNSI Pangandaran M. Yusuf mengatakan pihaknya sengaja melakukan audiensi ke DPRD untuk menyampaikan beberapa aspirasi, termasuk maraknya transaksi ilegal hasil laut.

"Kami datang mewakili 3.000 nelayan yang sudah ikut menandatangani pernyataan sikat yang kita serahkan ke DPRD," ungkap Yusuf.

Baca Juga: Toyota Luncurkan Dua Kendaraan Berteknologi Canggih, James Kuffner : Ini Model dan Produk Pertama

Kata Yusuf, ada 3 poin yang disampaikan ke DPRD. Yang pertama soal baby lobster, soal keberadaan bagang dan penjualan hasil laut di luar tempat pelelangan.

Yusuf menjelaskan bukan tidak boleh bakul menampung hasil laut nelayan. Tapi transaksi harus dilakukan di tempat pelelangan ikan.

"Jadi prinsipnya baik bakul, nelayan dan koperasi harus untung," kata Yusuf.

Dia mengatakan dengan bertransaksi di pelelangan maka nelayan akan mendapatkan harga jual terbaik dan terhindar dari praktek-praktek monopoli atau ijon bakul.

Baca Juga: Presiden Jokowi Tinjau Korban dan Penanganan Bencana di NTT

"Ya mungkin termasuk mendukung kepentingan pemerintah untuk menarik retribusi," kata Yusuf.

Retribusi hasil laut yang didapat Pemkab Pangandaran di tahun 2020 berada di kisaran Rp 1,5 miliar.

Jumlah tersebut dipandang masih jauh dari harapan, apalagi bagi sebuah daerah yang memiliki garis pantai 91 kilometer. Demikian hal itu diungkapkan Ketua DPRD Pangandaran Asep Noordin usai menerima audiensi nelayan HNSI, Kamis, 8 April 2021.

"Ya perlu optimalisasi, jelas ada kebocoran dalam bentuk hasil laut yang tidak tercatat dan lolos dari retribusi," kata Asep Noordin.

Baca Juga: Bupati Pangandaran Kukuhkan Tim Terpadu P4GN

Asep mengatakan siapapun yang menangkap hasil laut, maka wajib menjualnya melalui proses lelang di tempat pelelangan ikan (TPI).

"Itu ada aturannya di undang-undang dan Pangandaran pun sudah membuat Perda. Artinya jika menjual di luar tempat lelang itu adalah pelanggaran. Itu termasuk illegal fishing," kata Asep.

Dia mengatakan laut adalah potensi besar yang dimiliki Pangandaran sehingga masalah ini harus disikapi serius oleh Pemkab.

"Perkiraan kami pelanggaran penjualan hasil laut itu bisa mencapai 30 sampai 40 persen total tangkapan yang ada. Jadi kami meminta harus ada penanganan khusus, apalagi ini berkaitan dengan optimalisasi pendapatan daerah khususnya dari retribusi transaksi hasil laut," kata Asep.

Baca Juga: Kemenag RI Luncurkan Jadwal Imsakiyah Ramadan 1442 H untuk Seluruh Provins

Sementara itu pengelolaan tempat pelelangan ikan di Pangandaran sendiri saat ini dikerjasamakan dengan koperasi nelayan, salah satunya koperasi nelayan Minasari. Kondisi ini berbeda dengan daerah lain dimana pelelangan ikan dikelola langsung oleh Pemerintah Daerah.

Menurut Ketua DPRD Asep Noordin pengelolaan tempat pelelangan ikan dengan melibatkan koperasi nelayan membantu koperasi, meski diakui Asep disisi lain koperasi kurang memiliki kekuatan untuk memaksa nelayan dan bakul untuk bertransaksi di tempat pelelangan.

Pembacaan pernyataan sikap dibacakan langsung oleh salahsatu nelayan Pangandaran, Datam yang diikuti perwakilan nelayan yang hadir pada saat audensi di DPRD. Tampak sejumlah anggota TNI-Polri ikut mengamnakan jalannya audensi.***

Editor: Agus Kusnadi

Tags

Terkini

Terpopuler