Dasar Menafsirkan Al Quran dalam Pandangan Buya Hamka: Kajian Tafsir Al Azhar

- 16 Agustus 2022, 12:09 WIB
Potret surat Al Nahl, yang dijadikan dalil oleh Buya Hamka terkait teori dasar dalam menafsirkan Al Quran yang ia tulis dalam Tafsir Al Azhar.
Potret surat Al Nahl, yang dijadikan dalil oleh Buya Hamka terkait teori dasar dalam menafsirkan Al Quran yang ia tulis dalam Tafsir Al Azhar. /Al Quran Al Karim/

Artinya: Dan kami telah menurunkan peringatan (ingatan) kepadamu (Muhammad) supaya kamu bisa menjelaskan kepada manusia-manusia apa (ayat-ayat) yang telah diturunkan kepada mereka dan agar mereka berfikir. (Al Nah: 44).

Dalam hal ini, Buya Hamka mengartikan kata Dzikr dalam ayat tersebut sebagai "peringatan atau ingatan atau ingat." (Tafsir Al Azhar, jilid 1, hlm: 25.)

Dan lebih lanjut lagi, Buya Hamka menafsirkan kata Dzikr dalam ayat tersebut dengan "segala perbuatan Rasulullah yang dinamai Sunnah yang beliau kerjakan dengan sadar, supaya Sunnah beliau menjadi keterangan dan penjelasan daripada Al Quran itu." (Tafsir Al Azhar, jilid 1, hlm: 25).

Baca Juga: Kumpulan Twibbon Tema Hari Kemerdekaan RI Ke 77, Template Paling Baru dan Unik, Dwonload Disini

Sehingga, itulah mengapa, sebagaimana penjelasan Buya Hamka, 'Aisyah ketika ditanya oleh orang bagaimanakah akhlak Rasulullah SAW? maka isteri Rasul itu pun menjawab: "Akhlaknya Rasul ialah al-Quran itu sendiri!"

Maka atas dasar inilah Buya Hamka kemudian menjelaskan bahwa teori dasar dan paling utama dalam menafsirkan Al Quran itu adalah dengan hadits (sunnah) nabi itu sendiri.

Di mana dalam hal ini, Buya Hamka menjelaskan bahwa yang dimaksud oleh hadits atau sunnah nabi di sini adalah mencakup "ucapan/perkataan (aqwal) dan perbuatan (af'aal) Nabi dan perbuatan orang lain, yaitu sahabat-sahabatnya, yang mereka kerjakan di hadapan beliau, lalu dibiarkannya saja tidak dicegahnya (taqrir)." (Tafsir Al Azhar, jilid 1, hlm 25). Itulah dasar dari tafsir Al Quran yang paling utama.

Baca Juga: Datangi Rumah Irjen Ferdy Sambo di Magelang, Timsus Cari Data Tambahan

Dengan kata lain, hadits atau sunnah Rasulullah itu adalah penjelasan atau tafsir dari Al Quran itu sendiri. Sehingga, sebagaimana dijelaskan oleh Buya Hamka bahwa tidaklah boleh seseorang menafsirkan Al Quran dengan penafsiran yang berlawan dengan Sunnah." (Tafsir Al Azhar, jilid 1, hlm 25).

"Bahkan wajiblah Sunnah menyoroti tiap-tiap Tafsir yang hendak ditafsirkan oleh seorang Penafsir," tulis Buya Hamka.

Halaman:

Editor: Galih R

Sumber: Tafsir Al Azhar karya Buya Hamka


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x