Protes di Myanmar Kembali Memakan Korban Saat AS dan Sekutunya Telah Berjanji untuk Pulihkan Demokrasi

- 13 Maret 2021, 19:44 WIB
Masa anti kudeta berkumpul di Kota Yangon, Myanmar pada Jumat malam, 12 Maret 2021 untuk berjaga malam sambil menyalakan lilin dan mengacungkan tiga jari sebagai simbol pergerakan.
Masa anti kudeta berkumpul di Kota Yangon, Myanmar pada Jumat malam, 12 Maret 2021 untuk berjaga malam sambil menyalakan lilin dan mengacungkan tiga jari sebagai simbol pergerakan. /Twitter/@Reuters/

PRIANGANTIMURNEWS- Setidaknya lima daribpengunjuk rasa dibunuh oleh pasukan keamanan di Myanmar, ketika para aktivis menandai peringatan kematian seorang siswa pada hari Jumat, 12 Maret 2021.

Menurut pernyataan saksi dan media domestik setempat, dua orang korban tewas dan beberapa lainnya cedera ketika polisi melepaskan tembakan pada protes duduk di Mandalay, kota terbesar kedua Myanmar. Satu orang lagi tewas di pusat kota Pyay dan dua lainnya tewas dalam tembakan polisi di ibukota komersial Yangon pada Jumat malam.

Kematian itu terjadi ketika para pemimpin Amerika Serikat, India, Australia dan Jepang bersumpah untuk bekerja sama memulihkan demokrasi di negara Asia Tenggara tersebut.

Baca Juga: Lirik dan Kunci Gitar Lagu Tanpa Batas Waktu Fadly Padi feat Ade Govinda, Aku Merindu Ku Yakin Kau Tahu

Hingga saat ini, menurut kelompok Advokasi untuk Tahanan Politik (AAPP) menyebutkan bahwa lebih dari 70 orang telah tewas di Myanmar dalam protes yang meluas terhadap kudeta sejak 1 Februari oleh militer.

Protes hari Jumat meletus setelah poster-poster menyebar di media sosial yang mendesak orang-orang untuk memperingati kematian Phone Maw, yang ditembak dan dibunuh oleh pasukan keamanan pada tahun 1988 di dalam tempat yang kemudian dikenal sebagai kampus Institut Teknologi Rangoon.

Penembakannya dan penembakan terhadap siswa lain yang meninggal beberapa minggu kemudian memicu protes luas terhadap pemerintah militer yang dikenal sebagai kampanye 8-8-88, karena mencapai puncaknya pada bulan Agustus tahun itu. Diperkirakan 3.000 orang terbunuh ketika tentara menghancurkan pemberontakan, pada saat itu tantangan terbesar bagi pemerintahan militer sejak tahun 1962.

Aung San Suu Kyi muncul sebagai ikon demokrasi selama gerakan dan ditahan di rumah selama hampir dua dekade.

Baca Juga: Krisis Ekonomi Dampak Pandemi Covid-19, Jumlah UMKM Melonjak dan Persaingan Makin Ketat

Halaman:

Editor: Agus Kusnadi

Sumber: REUTERS


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah