Partai Gerindra Tolak Permenaker Pencairan JHT, Desak Menaker untuk Mencabut

- 15 Februari 2022, 19:04 WIB
Menaker resmikan Permenaker tahun 2021.
Menaker resmikan Permenaker tahun 2021. /Instagram @kemnaker/

PRIANGANTIMURNEWS - Partai Gerindra menolak Permenaker Nomor2 Tahun 2022 yang mengatur tentang pencairan Jaminan Hari Tua (JHT) pada umur 56 tahun.

Karena itu Gerindra mendesak Menteri Ketenagakerjaan Ida Fauziyah mencabut Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 tersebut.

Menurut Sekjen Partai Gerindra, Ahmad Muzani, dana JHT merupakan uang pekerja yang menjadi harapan utama bagi para pekerja buruh maupun perkantoran ketika sudah tidak bekerja lagi atau di-PHK, serta akan memulai dengan profesi barunya. Uang tersebut biasanya menjadi modal usaha.

Baca Juga: Ralf Rangnick Menjelaskan Alasan di Balik Perjuangan Harry Maguire di Manchester United

“Permenaker Nomor 2 Tahun 2022 harus dicabut karena di masa pandemi Covid-19 ini, tunjangan JHT yang telah dikumpulkan BPJS menjadi sandaran utama bagi para pekerja baik buruh pabrik ataupun perkantoran,” ujar Muzani dalam keterangan tertulis yang diterima wartawan, Selasa 15 Februari 2022.

Selama pandemi Covid-19, kata Muzani, jutaan orang kehilangan pekerjaan, bahkan kesulitan mencari pekerjaan kembali. Umumnya dana JHT menjadi tumpuan para korban PHK untuk mencoba dunia usaha kecil, seperti UMKM.

“Saat pandemi, aktivitas dan produktivitas pabrik maupun perkantoran berkurang yang menyebabkan pendapatan perusahaan menurun. PHK menjadi pilihan terakhir para pengusaha. Ketika akan mencari pekerjaan kembali, sudah ada angkatan kerja baru dengan semangat lebih fresh dan upah minim,” ujarnya.

Baca Juga: Batal Dihukum Mati, Herry Wirawan Pemerkosa 13 Santriwati Resmi Divonis Hukuman Seumur Hidup

Ketua Fraksi Gerindra DPR RI ini menuturkan, dana JHT menjadi penting untuk dicairkan dan digunakan untuk bertahan hidup tanpa pekerjaan. Karena itu, Permenaker No 2/2022 tidak sejalan dengan semangat pemulihan ekonomi nasional di masa pandemi.

“Seharusnya pemerintah mengeluarkan kebijakan bagi para korban PHK di masa pandemi, misalnya pelatihan keterampilan berusaha bagi mereka yang berminat menjajaki dunia UMKM. Kebijakan pencairan dana JHT sebesar 30 persen dari peserta BPJS yang sudah menggunakannya selama 10 tahun bukan solusi tepat,” ucapnya.

Terpisah, Sekretaris DPD Partai Gerindra Jabar, Abdul Haris Bobihoe, ada pasal di Permenaker No 2/2022 yang merugikan pekerja, yakni Pasal 5 yang berisikan pembayaran manfaat JHT baru bisa diberikan pada saat mencapai usia 56 tahun.

Baca Juga: PSG vs Real Madrid: Prediksi Susunan Pemain, Waktu Kick-Off, Stasiun Tv dan Link Streaming

"Kami menilai bahwa peraturan itu mencekik buruh. Untuk mendapatkan JHT saja sampai dipersulit begini. Kami minta peraturan itu dicabut," katanya.

Haris mengatakan, peraturan ini akan sulit diterapkan karena masih banyak pekerja yang berstatus kerja kontrak atau outsourcing.

Apalagi dengan UU Cipta Kerja yang selama ini dinilai lebih menyemarakkan status pekerja kontrak di dalam negeri.

Sebelumnya dalam peraturan lama, kata Haris, JHT bisa diambil setelah buruh tidak lagi bekerja.

Baca Juga: KLIK DISINI, Ini Cara Download Video TikTok MP4 Kualitas Terbaik dengan Savefrom.net

Sedangkan dengan aturan yang baru, buruh baru bisa mengambil JHT nya setelah berusia 56 tahun. Namun hal ini bertolak belakang dengan keadaan yang ada yakni banyaknya pekerja kontrak, termasuk di Jawa Barat.

"Saat ini sepertinya sistem hubungan kerja cenderung fleksibel. Mudah rekrut sekaligus mudah pecat dengan sistem kerja kontrak. Akan sangat sulit bagi buruh bisa bekerja hingga usia 56 tahun," katanya.

Di masa pandemi dan situasi ekonomi yang belum membaik, katanya, penerbitan Permenaker ini malah memperumit permasalahan dalam negeri dan lebih membebani para pekerja.

Baca Juga: Cara Ganti Background Foto Latar Belakang Biru Secara Online di Remove, GRATIS, LANGSUNG TERSIMPAN DIGALERI

Padahal selama ini, tidak ada permasalahan apa pun terkait peraturan yang lama yang berkenaan dengan pengambilan JHT yang bisa dilakukan satu bulan setelah buruh tidak lagi bekerja.

“Apa urgensinya muncul peraturan baru ini. Istilahnya tidak ada angin tidak ada hujan tiba-tiba aturan lama diubah. Ini kan yang jadi menimbulkan pertanyaan di tengah publik. Ada apa ini di Kemenaker," katanya.

Ketua Komisi V DPRD Jabar ini menuturkan, Jawa Barat menjadi provinsi dengan sektor industri dan manufaktur terbesar di Indonesia. Hal ini pun, akan sangat memengaruhi para pekerja di Jawa Barat.

Haris menjelaskan, Partai Gerindra mendapat aspirasi dari serikat pekerja yang menyatakan bahwa kini pekerja kian menderita dengan peraturan tersebut. Sejumlah serikat pekerja bahkan berencana membuat aksi unjuk rasa untuk menyampaikan aspirasinya menolak peraturan ini. (Mochamad Iqbal Maulud).***

Editor: Muh Romli

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah