Mahasiswa IPB Tanggapi Polemik Kebijakan Impor Beras terhadap Rantai Komoditi Beras

10 April 2021, 18:51 WIB
Kolase Foto Mahasiswa/i Institut Pertanian Bogor /PRIANGANTIMURNEWS/Sabtu, 10 April 2021

PRIANGANTIMURNEWS- Sekelompok mahasiswa Institut Pertanian Bogor (IPB) tanggapi polemik Kebijakan Impor Beras ditengah Pandemi COVID-19.

Melalui karya tulis dalam bentuk artikel populer mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen IPB urut Lufita Ayuwandini,
Vina Pandini, Iqbal Nasution,
Nur Afifah, menyampaikan pernyataannya.

Lufita Ayuwandini (20) mengatakan, kebijakan impor beras merupakan salah satu intervensi pemerintah dalam komoditi beras untuk mencapai ketahanan pangan dan melindungi konsumen domestik.

"Impor beras yang dilakukan menjelang Ramadhan dan saat pandemi Covid-19 2021 untuk memperbaiki daya beli konsumen karena pandemi," katanya kepada PRIANGANTIMURNEWS. Sabtu, 10 April 2021.

Baca Juga: Karakter Hubungan Berdasarkan Bulan Kelahiran, Kamu Bulan Apa Nih

Lanjutnya, kebijakan impor dapat dilakukan apabila memenuhi syarat kondisi sesuai UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan Pasal 14.

Dalam kesempatan yang sama Vina Pandini (21) menerangkan, kebijakan impor beras sebanyak 1,5 juta ton diusulkan oleh Kementerian Perekonomian dan Kementerian Perdagangan pada awal 2021.

"Menurut BPS tahun 2020 produksi beras mencapai 31,33 juta ton yang mengalami kenaikan sebesar 0,07 persen dibandingkan tahun 2019 sebanyak 31,31 juta ton," kata Vina.

Pada Januari 2021, produksi beras mencapai 1,18 juta ton dengan potensi sepanjang Februari-April sebesar 13,36 juta ton.

Tambahanya, dengan total produksi beras sepanjang periode Januari hingga April 2021 mencapai 14,54 juta ton atau mengalami kenaikan sebesar 3,08 juta ton dibandingkan dengan produksi beras periode Januar sampai April 2020 yang sebesar 11,46 juta ton.

Baca Juga: Rumah Warga Ambruk Akibat Gempa Bumi magnitudo 6,7 yang Mengguncang Kabupaten Malang

Selain itu, kebijakan impor beras sebanyak 2 juta ton pada tahun 2018 juga masih menyisakan stok di Bulog sebanyak 275.000 ton.

Hal tersebut juga akan menimbun pasokan beras di Bulog karena terjadinya over supply sehingga akan menyebabkan inefisiensi konsumsi beras.

Iqbal Nasution (20) juga menjelaskan hasil kajian dari berbagai sumber, kebijakan impor beras selanjutnya akan memberatkan petani domestik dan mempengaruhi harga gabah di pasar.

"Saat ini harga gabah kering yang diterima oleh petani bekisar antara Rp.3.500 – Rp.4.000/kg padahal sebelumnya di akhir tahun 2020 harga gabah kering berkisar antara Rp.4.500 – Rp.5.000/kg," kata Iqbal.

Menurutnya, penurunan harga ini bukan hanya menurunkan pendapatan petani namun juga memperbesar peluang bagi para tengkulak untuk ‘mempermainkan’ harga pasar.

Baca Juga: Pemkot Bandung Keluarkan Tiga Kebijakan pada Bulan Ramadhan 2021, Berikut Penjelasannya

Nur Afifah (20) mengatakan bahwa, kebijakan impor beras ini pastilah berdampak pada rantai pasok beras nasional.

"Pemerintah tidak lepas tangan untuk berperan dalam mengatur simpanan stok beras ini," kata Nur Afifah.

Dia menjelaskan, melalui Perusahaan Umum Badan Usaha Logistik atau sering disebut dengan Perum Bulog, pemerintah memastikan ketahanan pangan Indonesia.

Perum Bulog ditugaskan untuk menjaga ketersediaan pangan dan stabilisasi harga pangan khususnya beras, mengelola Cadangan Beras Pemerintah (CBP); menyediakan dan mendistribusikan beras, melaksanakan impor beras; serta mengembangkan pergudangan dan industri berbasis beras, hal ini sesuai dengan Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Kepada Perusahaan Umum (Perum) pasal 3 (2) .

Baca Juga: Telah Terjadi Gempa Magnitudo 6,7 di Kabupaten Malang

"Kinerja Perum Bulog ini perlu dievaluasi pemerintah untuk meningkatkan efektivitas peranan Bulog dan menciptakan pasar beras yang lebih sehat dan tidak rentan terhadap kenaikan harga," terangnya.

Perum bulog terlibat ditingkat hulu sampai hilir, bahkan pada impor beras yang dilakukan Indonesia.

Di tingkat hulu, rantai pasok beras nasional dimulai dari pembelian Gabah Kering Pnen (GKP) dan Gabah Kering Giling (GKG) semua kualitas dari petani oleh Bulog untuk stok pangan dan melindungi harga ditingkat produsen maupun konsumen.

Untuk impor, walaupun pemerintah memprioritaskan pasok beras domestik, impor beras tetap dilakukan untuk mengamankan stok CBP namun sangat dibatasi kusantitasnya.

Sementara ditingkat hilir, Bulog mendistribusikan beras dari cadangan nasional untuk memenuhi kepentingan masyarakat umum.

Akan tetapi, permasalahan akan muncul apabila tanpa kebijakan yang jelas mengenai tugas Bulog dalam menjaga stok penyangga nasional. Pendistribusian di tingkat hilir memiliki dampak jangka panjang untuk pengelolaan Bulog.

Adanya permasalahan tersebut, peran Bulog dalam rantai pasok beras perlu dipertimbangkan kembali dengan pihak swasta. Dalam kondisi ini, pihak swasta lah yang bisa menawarkan harga beras yang lebih tinggi kepada petani dengan kualitas beras yang lebih baik, pihak bulog berada di pihak yang merugi.

Baca Juga: Jangan Lakukan 4 Hal Ini Jika Tak Ingin Puasa Ramadhan Kita Menjadi Sia-Sia

Melalui Peraturan Kementerian Kesehatan (Permenkes) Nomor 9 Tahun 2020, pemerintah mengizinkan usaha di sektor pengolahan makanan, distribusi, dan penjualan ritel untuk tetap buka selama PSBB.

Sehingga Perum Bulog tidak perlu mengganti saluran distribusi yang ada untuk komoditas pangan strategis, termasuk beras (Perum Bulog, 2020).

Kebijakan impor beras memiliki dampak yang signifikan terhadap kesejahteraan agen ekonomi pada rantai komoditi beras.

Mulai dari petani penanam, pedagang pengumpul, penggilingan padi, pedagang besar atau eceran, dan konsumen akhir.***

Editor: Agus Kusnadi

Tags

Terkini

Terpopuler