“Permenaker ini melanggar undang-undang dan peraturan pemerintah yang telah ditandatangani Presiden, di mana kebijakan Presiden hanya ada upah minimum. Bukankah ini artinya Menaker membuat peraturan yang isinya bertentangan dengan peraturan di atasnya?,” kata Netty.
Baca Juga: Yuk Cari Tahu Tentang Lasminingrat Yang Jadi Google Doodle hari ini, Simak Profil kesepakatan!
“Dalam kondisi ekonomi seperti sekarang ini, kebijakan tersebut tentu berdampak buruk karena merugikan pekerja dan mencederai rasa keadilan bagi pekerja,” katanya.
Selain itu, kata Netty, terbitnya Permenaker No 5/2023 diam seolah pemerintah lepas tangan.
“Pemerintah seolah lepas tangan begitu saja. Padahal ada banyak cara yang bisa dilakukan. Kalau mau mengurangi biaya produksi perusahaan, pemerintah dapat mengurangi bea masuk bahan impor untuk produksi dan memberikan insentif pajak,” ujar Netty.
“Jangan menciptakan situasi yang dapat ditafsiri seolah-olah pemerintah dengan sengaja membuat perusahaan dan pekerja 'berselisih'," kata Netty.
Baca Juga: Berikut Jadwal Imsakiyah Wilayah Majalengka, Kamis 30 Maret 2023, atau 8 Ramadhan 1444 H
Menurutnya, ketentuan pengupahan 75 persen baru bisa diterapkan jika adanya kesepakatan antara perusahaan dan pekerja menjadi pasal karet yang berpotensi jadi bahan sengketa.
"Kalau pekerja tidak melarang, bagaimana?," ujar Netty.***