Meninggalnya Bu Tien, Hilangnya Wahyu Keprabon Soeharto

28 Mei 2022, 07:19 WIB
foto Presiden ke-2 Soeharto dan istri Bu Tien /

PRIANGANTIMURNEWS- Kesuksesan orde baru yang dipimpin oleh Soeharto ditopang oleh adanya seorang perempuan yang mendukungnya secara gaib.

Dialah Bu Tien, istri yang setia menemaninya dan mendukung secara lahir atau batin.

Soeharto yang berkuasa di Indonesia selama 32 tahun itu ternyata tidak bisa lepas dari pengaruh istrinya, Bu Tien.

Baca Juga: VIRAL !! Suami Diduga Idap OCD, Ceraikan Istri Yang Baru Dinikahi 8 Hari

Dalam kontek dunia batin orang Jawa mempunyai wangsit keprabon yang merasuk kepada suaminya dan mengantarkan Soeharto menjadi seorang yang terkuat.

Bu Tien diyakini menitiskan trah kekuasaan ke tangan Soeharto sebagai keturunan Mangkunegaran .

Hal ini dibenarkan oleh Ong Hok Ham bahwa perempuan keturunan raja ini (Bu Tien) memiliki pusaka api keramat kerajaan yang dapat mengangkat rakyat biasa menjadi raja.

Baca Juga: Timnas akan Mendapatkan Tambahan Amunisi Pemain Naturalisasi, Siapa dia Cek di Sini

Wangsit tersebut turun ketika terjadi peralihan kekuasaan dari Soekarno ke Soeharto pada tanggal 11 Maret 1966.

Kala itu Soekarno membubuhkan tanda tangan pada surat perintah di istana Bogor yang kemudian dikenal Supersemar.

Maka, saat itulah wangsit keprabon mulai merasuk ke dalam tubuh Soeharto sehingga ia pun jatuh sakit.

Dalam konsep Jawa, Soeharto menerima pulung merupakan suatu anugerah, Wahyu, dan tanda dari langit.

Pada saat pemilihan kepala desa di desa-desa Jawa, misalnya, masi biasanya memperhatikan pulung yang seliweran, kepada siapa pulung itu akan jatuh.

Baca Juga: Lirik Lagu Terhukum Rindu, Putra Siregar feat Andhika Mahesa

Turunnya pulung kepada diri Soeharto menjadikan kekuasaannya lebih kuat. Soeharto telah menjadi pemimpin dengan didukung kekuatan spy dan mistik. Meski demikian, ia bukan orang bodoh yang menjadi penguasa hanya lantaran wangsit dari Bu Tien.

Soeharto memang orang yang cerdas dan punya siasat jitu yang hampir-hampir tak dimiliki sebagian besar rakyat Indonesia.

Kehebatannya dalam memimpin negara Indonesia mendapat ujiannya ketika Bu Tien meninggal dunia 28 April 1996.

Sebagaimana disinggung sebelumnya, kematian Bu Tien seolah menghilangkan hasrat Soeharto pada kancah panggung politik meski akhirnya ia kembali mencalonkan diri.

Baca Juga: Daftar Pemain Timnas Skuad Garuda Untuk Kualifikasi Piala Asia

Kemudian, terbuka setelah Bu Tien meninggal, dan pada 70 hari sesudah MPR mengukuhkan Soeharto sebagai presiden dan BJ Habibie sebagai wakilnya pada 21 Mei 1998, terjadi perubahan besar Soeharto oleh rakyat dipaksa turun dari kursi kepresidenan.

Dipercaya, sang endhog jagad yang menjaga wahyu keprabon telah pergi meninggalkan Soeharto.

Soeharto seperti kelimpungan dan tidak kuasa menanggung bebannya sendirian pasca kematian istrinya.

Baca Juga: Inilah Ritual Penangkal Kejahatan Yang Dilakukan Soeharto

Ia mengalami masa yang disebut (keberuntungan) dan ciloko (kejatuhan). Konsep begja lan cilaka bagi masyarakat Jawa adalah cakramanggilingan yang menuntut masa dimana ada kecemerlangan dan kejatuhan.

Cakramanggilingan adalah roda berputar yang menjadikan manusia berada di atas dan berada di bawah.

Soeharto telah menerima begja selama 32 tahun memimpin Indonesia dan cilaka ketika diturunkan dari kekuasaan pada tahun 1998.

Kejatuhan Soeharto diakibatkan oleh kedudukannya sebagai paku buwana, paku bumi. Ketika paku bumi di cabut, maka alam semesta akan bergoyang.

Baca Juga: Manchester United Bersaing Dengan Tottenham Untuk Mengontrak Penyerang Berusia 18 Tahun Ini

Ketika penerima Wahyu keprabon, paku bumi telah menancap kuat di Indonesia.

Kematian Bu Tien adalah peristiwa pencabutan paku bumi dari Soeharto. Lepasnya paku bumi bersamaan dengan oncate Wahyu keprabon.***

 

 

Editor: Muh Romli

Sumber: Buku Dunia Batin 2 Macan Asia

Tags

Terkini

Terpopuler