Negara-negara Terapkan Pembatasan COVID, China: Itu adalah Keputusan Diskriminatif

31 Desember 2022, 13:51 WIB
 Ilustrasi demonstran China/Freepik /

PRIANGANTIMURNEWS – China tengah mengalami lonjakan kasus COVID 19 kembali.

Di tengah masa transisi tahun 2022 dan 2023 sejak pencabutan pemberlakukan pembatasan masyarakat beberapa minggu lalu, menyebabkan beberapa negara lain menjadi waspada.

Beberapa negara diketahui meragukan skala pelaporan resmi dari wabah di China.

Baca Juga: Google Search Terpopuler Sepanjang Tahun 2022 di Indonesia , Ada Apa Saja?

Sehingga mendorong negara-negara seperti Amerika Serikat, India, Taiwan, Korea Selatan, dan Jepang untuk memberlakukan aturan perjalanan baru mereka sendiri pada pengunjung China.

Diikuti oleh Prancis dan Inggris di Eropa, negara-negara tersebut mewajibkan hasil tes negatif COVID khusus bagi warga China sebelum menaiki pesawat dengan tujuan negara tersebut.

Negara lain yang ikut memberlakukan pembatasan juga diantaranya adalah Malaysia, Australia, dan Filipina.

Baca Juga: Pondok Pesantren Nurussolah Bogor Dilalap Si Jago Merah, Ratusan Kitab Terbakar

Menanggapi ketidakpuasan Beijing dengan langkah negara-negara tersebut. Media pemerintah China mengatakan kritik pada hari Kamis, 29 Desember 2022.

Bahwa persyaratan tes COVID yang diberlakukan sebagai aksi tanggapan penanggulangan gelombang infeksi global yang melonjak, dengan membatasi turis di negara itu adalah keputusan yang "diskriminatif".

“Tujuan sebenarnya adalah untuk menyabotase tiga tahun upaya pengendalian COVID-19 China dan menyerang sistem negara itu,” kata surat kabar tabloid milik pemerintah China Global Times, dikutip sebuah artikel yang diterbitkan pada Kamis malam.

Artikel tersebut mengecam pembatasan sebagai tindak yang tidak memiliki dasar dan sangat diskriminatif, serta menandai penolakan paling jelas atas China membatasi dan memperlambat pembukaan kembali negara tersebut.

Baca Juga: Resep Bumbu Oles Sosis Bakar, Rekomendasi Menu Tahun Baru 2023 untuk Anak-anak

Diketahu memang China menutup semua perbatasannya selama tiga tahun, memberlakukan penguncian yang sangat ketat dan pengujian tes tanpa henti.

Namun, tiba-tiba negeri tirai bambu tersebut malah berbalik arah menuju hidup dengan COVID yang diumumkan pada 7 Desember 2022 lalu. Setelah aksi protes masyarakat China meluas terhadap aturan "NOL COVID".

Diberitakan bahwa China disebu aksi protes masyarakatnya, akibat kondisi ekonomi tak stabil.

Akan tetapi, ketika pembatasan tersebut dicabut justru malah memberi jalan bagi gelombang infeksi baru menyebar ke seluruh negeri, membanjiri rumah sakit dan rumah duka.

Baca Juga: TERBARU! Ferdy Sambo Cabut Gugatan untuk Presiden Jokowi dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo ke PTUN

Perlu diketahui China adalah negara yang berpenduduk 1,4 miliar orang.

Jumlah kematian resmi China saat ini adalah sebesar 5.247 sejak pandemi dimulai, lebih besar satu juta kematian dibandingkan dengan Amerika Serikat.

Bahkan, Hong Kong yang dikuasai Cina dengan kota berpenduduk 7,4 juta telah melaporkan lebih dari 11.000 kematian.

Baca Juga: Apa itu Naegleria Fowleri? Ini Gejala, Masa Inkubasi dan Pencegahan Infeksi Amoeba Pemakan Otak

Pemerintah asing dan ahli epidemiologi meyakini bahwa jumlah yang sebenarnya justru jauh lebih tinggi, dan lebih dari satu juta orang mungkin meninggal tahun depan.

China mengatakan hanya menghitung kematian pasien COVID yang disebabkan oleh pneumonia dan gagal napas yang terikat sebagai virus tersebut.***

 

 

Editor: Muh Romli

Sumber: Al Jazeera

Tags

Terkini

Terpopuler