Update COVID-19 di China, Dua Bulan Terakhir Hampir 60 Ribu Warga China Tewas, Ini Penyebab Lonjakannya

- 17 Januari 2023, 06:58 WIB
Warga China dalam dua bulan ini tercatat hampir 60.000 orang yang meninggal akibat COVID-19./The Guardian
Warga China dalam dua bulan ini tercatat hampir 60.000 orang yang meninggal akibat COVID-19./The Guardian /

PRIANGANTIMURNEWS - China yang menjadi negara pertama adanya kasus COVID-19 pada tahun 2019 lalu.

Kini, tercatat di penghujung akhir tahun 2022 sampai dengan sekarang kasus COVID-19 di China mengalami lonjakan kembali.

Komisi Kesehatan Nasional China (NHC) merilis data terbaru bahwa sebanyak 59.938 warga setempat tewas saat terjadinya puncak lonjakan COVID-19 dari 8 Desember 2022 hingga 12 Januari 2023.

Baca Juga: Gunung Semeru di Lumajang Jawa Timur Kembali Erupsi, Hingga Banjir Lahar Dingin yang Mencekam

Tentu dengan kabar tersebut menandakan hampir 60.000 orang telah meninggal karena COVID-19 di rumah sakit China.

Hal itu terjadi akibat pemerintah melonggarkan pembatasan penguncian yang ketat (PPKM) sejak awal Desember.

Presiden Xi Jinping tiba-tiba mencabut pembatasan kebijakan nol-Covid bulan lalu yang mengakibatkan adanya gelombang besar virus yang mencekam.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Capricorn Hari Ini Selasa 17 Januari 2023, Berhati-hati dalam Menangani Keuangan

Diperkirakan beberapa kota besar telah mengalami tingkat infeksi antara 70 persen dan 90 persen dari populasinya sejak saat itu.

Banyak pihak berpendapat bahwa lonjakan infeksi akibat penekanan pemerintah China untuk melindungi 1,4 miliar orang yang membentuk populasinya daripada memvaksinasi mereka secara efektif terhadap virus COVID-19.

Data Korban Meninggal Akibat COVID-19

Jiao Yahui selaku pejabat NHC, kepada pers di Beijing, mengungkapkan bahwa pihaknya mengklasifikasi kasus kematian akibat positif COVID-19 berdasarkan hasil tes PCR sesuai dengan standar internasional yang ditetapkan oleh Organisasi Kesehatan Dunia (WHO).

Ia menyebutkan, rata-rata usia yang meninggal akibat COVID-19 pada periode tersebut adalah 80 tahun.

Dari data yang ada lebih dari 90 persen pasien COVID-19 yang meninggal juga karena menderita penyakit bawaan.

Menurut Jiao Yahui penyebab kematian COVID-19 di China terbagi menjadi dua yakni infeksi virus corona yang menyebabkan kegagalan pernapasan dan penyakit bawaan yang berinteraksi dengan virus corona.

Baca Juga: Gara-gara Cemburu, Seorang Karyawan PDAM Probolinggo Membunuh Rekan Kerjanya

Diketahui dari 59.938 kematian akibat COVID-19, sekitar 5.503 diantaranya karena kegagalan saluran pernapasan akibat serangan virus tersebut, dan 54.435 kasus dibarengi dengan penyakit bawaan.

Selain itu, musim dingin yang terjadi di China juga menjadi pemicu interaksi penyakit saluran pernapasan dan penyakit lainnya yang berpengaruh terhadap lansia sehingga sebagian besar kalangan tersebut menjadi korban gelombang terkini kasus COVID-19.

"Hal ini memperingatkan kami agar lebih fokus pada pasien lansia dan kami akan melakukan upaya terbaik untuk menyelamatkan nyawa warga," ujar pejabat perempuan itu.

Peluncuran Platform Analisis Kematian COVID-19

NHC melalui Jiao mengatakan telah membentuk platform pelaporan yang bertujuan untuk mengumpulkan dan menganalisis kematian terkait COVID-19 secara ilmiah dan berbasis fakta.

Diketahui platform tersebut mulai digunakan pada 31 Desember 2022 lalu.

Disisi lain, institusi medis di seluruh pelosok China juga diminta untuk mengumpulkan dan melaporkan informasi tentang kematian yang tercatat antara tanggal 8 hingga 29 Desember.

Setelah data terkumpul, Jiao mengatakan bahwa para ahli membutuhkan beberapa waktu untuk menganalisis sebagian besar data dalam menyajikan laporan berbasis sains yang objektif tentang jumlah kematian akibat COVID-19.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Pisces Hari Ini Selasa 17 Januari 2023, Keuangan Anda Tidak Begitu Cerah

Penyebab lonjakan Kasus COVID-19

Dari data yang ada, NHC mengungkap bahwa lonjakan kasus COVID-19 yang mulai terjadi pada Desember 2022 bersamaan dengan kebijakan otoritas setempat yang melonggarkan protokol kesehatan.

Bahkan karena tingginya angka lonjakan membuat NHC memutuskan untuk tidak lagi mempublikasikan data harian COVID-19.

Meskipun ada lonjakan di negaranya tetapi China pada 8 Januari 2023 membebaskan warganya bepergian ke luar negeri.

Hal itu tentu membuat beberapa negara di Eropa, Amerika Serikat, Korea Selatan, Jepang, dan Malaysia mewajibkan warga China menunjukkan hasil tes negatif PCR sebelum keberangkatan lantaran China dituduh tidak transparan terkait data COVID-19 terbaru.

Baca Juga: Ramalan Zodiak Taurus Hari Ini Selasa 17 Januari 2023, Temukan Hal yang Berguna untuk Mencapai Kemajuan

Namun China menganggap kebijakan negara-negara tersebut diskriminatif.

Alhasil China balas dendam kepada sebagian negara tersebut dengan tidak memberikan visa kepada warga negara Korsel dan Jepang.

Di sisi lain beberapa media menyoroti pemandangan tempat-tempat krematorium, khususnya di Beijing dan Shanghai yang kewalahan menerima jenazah para pasien COVID-19.***

 

 

 

Editor: Muh Romli

Sumber: The Guardian


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x