Perbanyak Resapan dan Penghijauan untuk Atasi Banjir Bandang di Bandung

- 28 Januari 2021, 08:13 WIB
GUBERNUR Jawa Barat Ridwan Kamil saat meninjau lokasi banjir Bandung selatan di Desa Bojong Asih, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Sabtu 6 April 2019.*/DOK. PEMPROV HUMAS
GUBERNUR Jawa Barat Ridwan Kamil saat meninjau lokasi banjir Bandung selatan di Desa Bojong Asih, Kecamatan Dayeuhkolot, Kabupaten Bandung, Sabtu 6 April 2019.*/DOK. PEMPROV HUMAS /Mochamad Iqbal Maulud/Pikiran Rakyat/

PRIANGANTIMURNEWS - Hampir setiap hujan turun terjadi genangan di kawasan hilir bahkan tidak jarang menimbulkan banjir bandang di wilayah Kota Bandung.

Penyebab utamanya diduga akibat rusaknya kawasan hulu di Jawa Barat.
Untuk meminimalisasi bencana tersebut, upaya penanganan harus dilakukan seperti penghijauan kembali maupun rekayasa teknis.

Kepala Dinas Sumber Daya Air Provinsi Jawa Barat Dikky Achmad Sidik mengakui banyaknya kawasan hijau di wilayahnya yang beralih fungsi, seperti di Kawasan Bandung Utara (KBU).

Baca Juga: Anggota Komisi VIII DPR RI Menyayangkan Sikap Diskriminasi di Padang


Ini berdampak terhadap kualitas resapan sehingga hujan yang turun menimbulkan aliran air yang deras ke wilayah hilir. Pada sisi lain, tambah dia, saluran yang ada seperti sungai sudah tidak mampu menampung derasnya aliran tersebut.


Dikutip Priangantimurnews dari Pikiran Rakyat, Dikky menilai, berbagai cara harus ditempuh untuk meminimalisasi potensi banjir, seperti normalisasi sungai agar air tetap mengalir pada tempatnya. Namun, menurutnya langkah ini cukup berat mengingat terbatasnya lahan untuk pelebaran sungai serta kemampuan anggaran.


"Susah untuk memperlebar sungai, apalagi kalau harus makan lahan orang. Sehingga perlu penambahan kawasan resapan agar air hujan yang turun tidak terbuang ke wilayah hilir," ucap Dikky saat diwawancarai pada Rabu 27 Januari 2021.

Baca Juga: Jenazah Covid-19 Ditinggalkan di Jalan, Keluarga Akhirnya Memanggul Sendiri ke Makam


Selain melalui cara alami seperti penanaman pohon kembali, menurut Dikky perlu rekayasa teknis agar kawasan hijau yang sudah beralih fungsi tetap mampu menyerap air di saat hujan turun.

"Jumlah kawasan resapan air harus terus ditambah, agar air hujan yang turun tidak mengalir ke hilir, sehingga tidak menyebabkan banjir," katanya.


Dikky pun mengaku akan menyosialisasikan agar pemilik bangunan baik komersial maupun tempat tinggal agar menyediakan sumur resapan atau kolam tampungan air.

Baca Juga: Pelaku Pembunuh dan Pemerkosa ABG Ditangkap Polisi

Selain bisa meminimalisasi air hujan yang terbuang ke hilir sehingga bisa mengurangi potensi banjir, menurutnya cara inipun efektif untuk menyimpan cadangan air tanah.


"Contoh saat ini kan di Bandung, penggunaan air tanah terus bertambah, tapi jumlah lahan resapannya berkurang. Jadi perlu ada keseriusan dari semua pihak agar setiap bangunan yang ada memiliki sumur resapan atau kolam tampungan," ucapnya.


"Kita kalikan saja, kalau semua bangunan ada sumur resapan, kolam tampungan, ada berapa air yang tersimpan sehingga tidak terbuang begitu saja," ujarnya. 

Baca Juga: Di Sinetron Indosiar Seorang Ibu Terobsesi Jadi Seleb Tiktok


Terlebih, lanjut dia, Pemerintah Provinsi Jawa Barat sudah mewajibkan bangunan terutama yang berada di kawasan hulu untuk memiliki sumur resapan dan kolam tampungan.

"Saat ini Pemprov Jabar sudah tidak mengeluarkan izin pembangunan di kawasan hulu. Dulu saat izin masih diberikan, salah satu syarat utamanya harus ada sumur resapan dan kolam tampungan," kata dia.


Jadi demi memaksimalkan kebijakan tersebut, Dikky menyebut dalam waktu dekat pihaknya akan melakukan penelitian untuk mengetahui efektivitas sumur resapan dan kolam tampungan tersebut.

Baca Juga: Presiden Resmi Melantik Listyo Sigit Prabowo Sebagai Kapolri. Jokowi: Sosok Tegas Namun Humanis

"Tapi sumur resapan dan kolam tampungan ini penting, pasti mereduksi jumlah air yang mengalir. Syukur-syukur bisa mereduksi total," katanya.


Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jawa Barat Meiki W Paendong mengatakan, terjadi kerusakan yang signifikan di kawasan hulu di provinsi tersebut.

Bahkan, menurutnya kondisinya sangat memperihatinkan karena banyaknya pembangunan yang dilakukan sehingga menghilangkan fungsi konservasi.

Baca Juga: Tim Gegana Brimob Polda Jabar Evakuasi Granat Nanas


Sebagai contoh, menurutnya di KBU saja terjadi alih fungsi sekitar 22% dari total luas kawasan tersebut. "Selama 2019 saja, dari total 41 tibu hektare KBU, yang sudah terbangun 11.700 hektare," katanya.


Tak hanya itu, tambah dia, kawasan lindung di KBU pun turut dibangun akibat keserakahan manusia. Dari jumlah 16 ribu hektare kawasan lindung, menurutnya sudah terbangun 3.000 hektare lebih.


Meski pun menyebut harus ada penghijauan kembali di kawasan hulu terutama yang berfungsi sebagai konservasi.

Baca Juga: Presiden Luncurkan Gerakan Transformasi Pelaksanaan Wakaf

Hal ini sangat penting agar bertambahnya kawasan resapan air sehingga meminimalisasi potensi banjir. "Harus ada pendekatan rekayasa teknis. Tapi jangan sampai itu menjadi untuk dikeluarkannya izin pembangunan," kata dia.‎***
(Mochamad Iqbal Maulud/Pikiran Rakyat)

 

 

Editor: Muh Romli

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah