Tanggapi Narasi Pemberitaan Aksi Lonewolf di Mabes Polri, Rocky Gerung: Seperti Skenario yang Dipaksakan

5 April 2021, 21:21 WIB
Pengamat Politik, Rocky Gerung. /Instagram/@RockyGerungOfficial/

PRIANGANTIMURNEWS- Pengamat politik, Rocky Gerung menangapi narasi yang beredar di media terkait pemberitaan aksi lonewolf di Mabes Polri pada Rabu, 31 Maret 2021.

Menurut Rocky, berita yang beredar di media terkait peristiwa tersebut terkesan kontradiktif, karena adanya narasi “tembak-menembak” yang secara serentak digunakan oleh hampir semua media yang mengabarkan peristiwa tersebut.

Padahal, menurutnya, jika memperhatikan video yang beredar secara seksama, tidak ditemukan adanya aksi penembakan yang dilakukan oleh pelaku aksi lonewolf tersebut. Yang ada hanyalah pelaku sekedar menodongkan senjatanya saja ke arah polisi.

Baca Juga: Lakukan Audiensi, KMRT Meminta DPRD dan Pemkab Tasikmalaya untuk Segera membuka KBM Tatap Muka

“Inilah pada akhirnya, media juga kena perangkap buzzer. Karena sudah terhegemoni bahwa kalau ada seseorang berjalan itu artinya dia teroris, dia bawa senjata, dia akan tembak lalu balas tembak-menembak. Jadi kalimat tembak menembak itu sudah ada di kepala bahkan (dalam kepala) jurnalis, pers sekarang. Pers mainstream lagi,” ujar Rocky Gerung seperti dikutip priangantimurnews.pikiran-rakyat.com dari akun YouTube-nya pada Minggu, 5 April 2021.

Selain itu, Rocky juga menyebutkan bahwa narasi tersebut bisa terbangun karena para jurnalis tidak memiliki kesabaran untuk mengamati secara lebih teliti realitas yang sebenarnya dari aksi lonewolf tersebut.

“Jadi kepekaan pers juga untuk balik pada sense of reality itu hilang. Karena narasi itu selalu narasi tembak-menembak, kekerasan versus kekerasan. Gak ada orang yang bikin asumsi misalnya: jangan-jangan si orang yang masuk ke Mabes Polri tersebut memang ada dendam pribadi. Itu sudah hilang kemungkinan itu, karena langsung diarahkan bahwa ini adalah teroris pasti tembak-menembak,” ujar Rocky Gerung.

Baca Juga: 93 Napi di Lapas Tasikmalaya Diisolasi Karena Terpapar Covid-19

“Kepanikan juga ada pada pers, karena pers gak mau tenang sedikit untuk melihat bahwa, mari kita beritakan itu sebagai peristiwa, stop (hanya) sebagai peristiwa. Gak ada kaitannya dengan komposisi politik dengan versi yang disebarkan oleh buzzer, lama-lama buzzer merasa senang, karena dia berhasil memanfaatkan pers untuk menghidupkan kegelisahan masyarakat,” tegasnya.

Saat ditanya tentang reaksinya ketika membaca pemberitaan-pemberitaan yang tersebar itu, Rocky mengungkapkan bahwa dirinya tidak terkejut sama sekali. Pasalnya Ia sudah membaca pola-pola dari peristiwa dan pernyataan pemerintah yang ada jauh sebelum peristiwa teror tersebut terjadi.

“Kalau saya tidak kaget, karena antisipasi itu sebulan lalu sudah dibuat oleh istana: Mahfud ngomong, Moeldoko ngomong, Polisi ngomong segala macem. Jadi rentetan itu sebetulnya sudah terbaca bahwa nanti akan ada ujung. Ujungnya apa? Ujungnya seperti yang akhirnya berlangsung, diperlihatkan bahwa ujungnya itu betul-betul ujung yang strategis, yakni Mabes Polri,” ungkap Rocky.

Selain itu, Rocky juga menyebutkan bahwa masyarakat sebetulnya masih mempertanyakan dan masih meragukan pernyataan-pernyataan yang berkaitan dengan peristiwa teror yang terjadi selama ini.

Baca Juga: Satu Korban Kapal MV Barokah Jaya Kembali Ditemukan

Bahkan, pihaknya juga meyakini bahwa masyarakat menganggap hal tersebut sebagai skenario yang sengaja dibuat oleh pihak pemerintah. Dan itu sangat berdampak buruk bagi upaya yang selama ini dilakukan dalam mengantisipasi terorisme.

“Di tengah-tengah kepentingan kita untuk menghalangi aksi-aksi teror ini dengan pendidikan kewarganegaraan, dengan mengucapkan hal-hal yang baik di dalam relasi antar agama, tiba-tiba ada sesuatu yang justru membuat orang berbalik untuk menganggap bahwa ini semacam skenario yang dipaksakan. Ini kan buruk sebetulnya bagi upaya kita untuk secara serius mengantisipasi terorisme,” tegasnya.

Ketika ditanya kenapa hal tersebut bisa terjadi, Rocky menjawab bahwa hal tersebut disebabkan oleh ketidakmampuan pemerintah untuk menghadirkan narasi yang bersifat akademis yang menuturkan situasi kewarganegaraan.

Baca Juga: Real Madrid vs Liverpool: Berikut 3 Pertarungan Individu yang Akan Menentukan Kemenangan

Menurutnya, hal tersebut pada akhirnya berakibat pada hilangnya legitimasi pemerintah untuk meyakinkan publik. Dan hal tersebut pada akhirnya dimanfaatkan para buzzer untuk menyesatkan opini publik secara luas.

“Ini semua berawal dari ketidakmampuan istana untuk hadir. Istana harusnya hadir dengan narasi yang akademis, dan bersifat menuturkan situasi kewarganegaraan, tetapi ada problem selalu, yang mau tampil itu siapa, yang berani tampil di istana, pasti pak Mahfud MD juga,” kata Rocky.

“Poin saya adalah: istana akhirnya kehilangan legitimasi untuk tampil ke publik. Jadi dia ragu juga kan. Akibatnya, polisi mesti ambil alih: ini keterangannya begini-begini. Padahal dalam keadaan krisis sosial dan krisis kepercayaan sekarang memang tetap presiden yang harus muncul,” lanjutnya.

Baca Juga: Update Korban Banjir Bandang NTT Ditemukan 69 Meninggal Dunia, Basarnas Sisir Lokasi Kejadian

“Jadi kekacauan ini dimanfaatkan oleh buzzer untuk ambil keuntungan dari kekacauan opini publik. Bagian ini bukan sekedar membosankan, tetapi juga menjijikan,” tegas Rocky Gerung.***

Editor: Agus Kusnadi

Sumber: Youtube Rocky Gerung

Tags

Terkini

Terpopuler