Fadli Zon: UU ITE Harusnya Direvisi Dulu, karena Akan Membuka Pintu Kematian Demokrasi

- 19 Februari 2021, 08:18 WIB
Fadli Zon Mantan Anggota DPR RI
Fadli Zon Mantan Anggota DPR RI /Tangkapan Layar YouTube Fadli Zon Official /
 
PRIANGANTIMURNEWS- Fadli Zon menanggapi soal rencana Jokowi revisi UU ITE. Karena beranggapan tidak dapat memunculkan keadilan secara umum.
 
"Saya ingin menyoroti wacana revisi UU ITE (Informasi Transaksi Elektronik)," kata Fadli Zon melalui kanal YouTube Fadli Zon Official. Jumat, 19 Februari 2021.
 
Karena sebelumnya, Presiden Jokowi mengatakan, bahwa apabila UU ITE tersebut tidak bisa mengimplementasikan nilai keadilan, maka harus ada revisi.
 
 
"Perubahan terhadap UU tersebut memang bernilai positif. Karena sejak tahun 2016 saya sendiri sudah mengusulkan agar UU ini ditinjau, ada bagian pasal-pasal yang berpotensi menjadi pasal karet," kata Fadli Zon.
 
Lanjutnya dia menjelaskan, revisi UU ITE ini bukan pertamakali bergulir. Tahun sebelumnya sudah pernah direvisi dengan UU No 19 Tahun 2016 atas perubahan UU No 19 Tahun 2008.
 
Pasal yang kontroversial itu cukup banyak. Ada yang mengatakan 9 pasal.
 
Selain itu, ada sebagian pasal yang mesti kita cuplik, mempunyai persoalan-persoalan yang menimbulkan Intervretasi yang berbeda-beda.
 
 
"Pasal 27 soal pencemaran nama baik. Implementasinya akan mempermudah ujaran kebencian, politisasi dan banyak lagi," katanya.
 
Ia juga mengatakan, UU ITE lebih banyak mengusut UU tentang kebencian, dibandingkan kasus-kasus transaksi elektronik.
 
"UU ITE ini secara umum untuk mengatur Informasi dan Teknologi Informasi yang menjadi Cyber Law," katanya.
 
Dalam kesempatan yang sama menurutnya, Implementasinya sesuai dengan selera, justru akan menimbulkan  kriminalisasi, yang dapat tajam kebawah dan tumpul keatas. 
 
Pemerintah diharapkan dapat mencabut pasal-pasal karet yang bermasalah tersebut.
 
"Kalo mau cepat melalui Perpu (Peraturan pemerintah pengganti undang-undang) yang dilakukan pemerintah dan dibahas oleh DPR," katanya.
 
 
Mungkin karena cakupannya luas, akhirnya UU ITE hanya mengatasi ujaran kebencian dengan kasus yang tak jelas, dan rancu terhadap pencemaran nama baik, tidak bisa dicampuradukan dengan satu dimensi.
 
"Seperti bungkam, dalam kebebasan berekspresi dan akan berpotensi dapat membuka pintu untuk kematian demokrasi," katanya
 
Sangat membahayakan, karena itu bisa disalahgunakan untuk membungkam lawan-lawan politik.
 
Lanjut dia, Ujaran kebencian dapat menggambarkan sebagai satu perkataan untuk membenci, melanggar, mendiskriminasi  dengan cara  menyinggung, mengancam, dan menghina terhadap kelompok berdasarkan Sara dan Ras akibat Fake News.
 
 
Secara sosiologi tujuannya ada pasal ini menghindari terjadi Penghinaan terhadap Sara dan RAS.
 
"Rasa benci merupakan sifat asli manusia, namun kebencian dapat melahirkan hal-hal membahayakan," ucapnya.
 
Menurut Fadli Zon, Ada 3 Undang-Undang yang mengatur larangan kebencian diantaranya.
 
Undang-Undang KUHP No 155 mengatur tentang kebencian terhadap Ras.
 
UU No 156 Kebencian terhadap agama, UU No 157 Kebencian terhadap golongan.
 
 
UU ITE pasal 28 ayat 2 permusuhan terhadap individu, dan  Undang-Undang  No 40 tahun 2008 tentang penghapusan diskriminasi rasa  kebencian terhadap ras.
 
Bagi Fadli Zon catatannya, suatu hal yang bagus bagi segera, dan harus segera direvisi
 
Karena demokrasi kita telah jeblok dari data 2019 yang tadinya berada pada posisi 85 jadi 102 dari 160 negara.
 
"Sebagai negara demokrasi ke 3 dunia, ternyata jauh dari bayangan. Harus menghapus buzzer sebagai ancaman dari konstitusi kita," katanya.***

Editor: Agus Kusnadi

Sumber: YouTube Fadli Zon Official


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x