BPKN Hargai Putusan MK yang Tegaskan Tidak Boleh ada Penyitaan Unit Kendaran Jaminan Tanpa Proses Pengadilan

- 26 September 2021, 22:59 WIB
Ketua BPKN-RI Rizal E Halim.
Ketua BPKN-RI Rizal E Halim. /Humas BPKN RI/

PRIANGANTIMURNEWS- Putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 2/PUU-XIX/2021 terkait penyitaan unit kendaraan jaminan fidusia sempat membuat heboh publik, terutama yang tengah menghadapi dan terdampak pandemi, betapa tidak karena bagi beberapa kalangan Lembaga/perusahaan pembiayaan menganggap bahwa Putusan MK itu menetapkan penarikan barang leasing tidak lagi harus melalui pengadilan dan pengadilan hanya sebagai alternatif.

Keterangan dalam Media dengan judul dan isi yang mengutip beberapa bagian dalam Putusan Mahkamah Konstitusi sejatinya harus dipahami secara utuh oleh publik, sehingga tidak terjebak pada asumsi yang menyimpang dari Putusan Mahkamah Konstitusi itu sendiri.

Dengan kata lain, pelaksanaan eksekusi sertifikat jaminan fidusia melalui Pengadilan Negeri (PN) hanya alternatif dan bukan kewajiban. Dengan demikian kebijakan mengenai relaksasi kredit pun dianggap tidak lagi berlaku.

Baca Juga: Tiga Pantangan Saat Mendaki Gunung Guntur, Salah Satunya Jangan Bersiul

Ketua BPKN-RI Rizal E Halim menyampaikan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 18/PUU/XVII/2019 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 2/PUU-XIX/2021, sudah tepat dalam memberikan kepastian hukum, serta menempatkan kedudukan hukum yang seimbang antara Kreditur (Pelaku Usaha) dan Debitur (Konsumen), oleh karenanya wajib untuk ditaati dan dilaksanakan oleh semua pihak (erga omnes) sebagai suatu ketentuan hukum yang berlaku tentang eksekusi terhadap benda sebagai objek jaminan fidusia.

Pelaksanaan eksekusi jaminan fidusia memang merupakan alternatif pilihan, sepanjang Debitur mengakui adanya cidera janji (wanprestasi) dan secara sukarela menyerahkan benda sebagai objek dari jaminan fidusia. “Artinya, apabila tidak ada kesepakatan mengenai cidera janji (wanprestasi) dan Debitur keberatan atas menyerahkan secara sukarela benda sebagai objek dari jaminan fidusia, Kreditur wajib melaksanakan eksekusi jaminan fidusia melalui penetapan PN “ Ujar Rizal.

Baca Juga: Arsenal Takkan Memecat Mikel Arteta Meski Harus Kalah Melawan Tottenham, Ini Alasannya

“Putusan ini sejalan pula dengan kebijakan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang mewajibkan kepada debt collector atau penagih utang perusahaan pembiayaan untuk mengikuti sejumlah ketentuan dalam proses penagihan kepada konsumen, seperti membawa dokumen2 yaitu kartu identitas, sertifikat profesi dari lembaga resmi, surat tugas dari perusahaan pembiayaan, dan bukti jaminan fidusia,” katanya.

Sementara itu, Wakil Ketua Komisi Komunikasi dan Edukasi Firman Turmantara menandaskan, perusahaan pembiayaan wajib mengirim surat peringatan terlebih dahulu kepada konsumen terkait kondisi kolektabilitas yang sudah macet. Debt collector dilarang menggunakan ancaman, kekerasan atau tindakan yang bersifat mempermalukan.
Penagihan juga mestinya dilakukan dengan menghindari tekanan-tekanan bersifat fisik atau verbal.

Halaman:

Editor: Agus Kusnadi

Sumber: HUMAS BPKN RI


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x