Sutan Sjahrir, Anak Minang, Jago Menyerang, Simak Ini Kisah Perjalanannya

- 23 Mei 2022, 07:54 WIB
Ilustrasi foto Sutan Sjahrir/buku Sjahrir
Ilustrasi foto Sutan Sjahrir/buku Sjahrir /
PRIANGANTIMURNEWS- Sutan Sjahrir adalah satu dari tujuh "Bapak Revolusi Indonesia". Dia mendesak Soekarno-Hatta memproklamasikan kemerdekaan walau dia sendiri absen dari peristiwa besar itu.
 
Dia memilih jalan elegan untuk menghalau penjajah yakni melalui diplomasi, cara yang ditentang Bapak Revolusi lain. Ideologinya, anti-fasis dan anti militer, dikritik hanya untuk kaum terdidik, maka dia dituduh elitis.
 
Sejatinya, Sjahrir juga turun ke gubuk-gubuk, berkeliling tanah air menghimpun kader Partai Sosialis Indonesia (PSI).
 
 
Sutan Sjahrir lahir di Padang Panjang pada 5 Maret 1909. Dia anak minang, jago menyerang, karena kegemarannya bermain bola, juga pandai bergaul, termasuk dengan pemuda dan noni Belanda. Pidato Dr. Tjipto Mangunkusumo di alun-alun menyulut nasionalisme Sjahrir muda.
 
Rumah panggung dengan halaman luas itu telah raib, komplek asri dengan pohon-pohon menjulang yang dulu menjadi ciri permukiman di Jalan Mantri, Kelurahan Aur, Medan Maimun, Kota Medan itu tak lagi ada. Yang tinggal hanya barisan rumah padat yang tak menyisakan halaman.
 
Menurut Des Alwi, nasionalisme Sjahrir tumbuh pertama kali tatkala mendengar pidato Dr. Tjipto Mangunkusumo. Saat itu Dr. Tjipto, yang telah dikenal sebagai tokoh pergerakan berpidato di satu alun-alun di Bandung.
 
 
Sjahrir gemar sepak bola, bahkan kerap mencari uang saku dari dia bermain bola. Sjahrir yang hidup di lingkungan pro Belanda karena ayahnya pegawai Belanda, semula kurang menyukai pergaulan dengan kaum pemberontak.
 
Namun, kawan sekelasnya, Boediono, membujuk, mengajaknya jalan-jalan serta makan sate. Dari situlah untuk pertama kalinya Sjahrir terpukau dengan semangat kebangsaan.
 
Ia mulai aktif dalam perkumpulan pemuda kebangsaan, bahkan ikut membentuk perhimpunan "Jong Indonesie" dan majalah perhimpunan, akibatnya, pemuda yang masih duduk di AMS itu dimata-matai polisi.
 
Aktif dalam politik tak membuat Sjahrir meninggalkan hobinya bermain bola dan berkesenian. Ia menjadi anggota Club Voetbakvereniging Poengkoer,  perkumpulan sepak bola di tempat tinggalnya. Ia juga anggota Club bola kuno di sekolahnya. 
 
 
Lapangan klub di jalan Pungkur itu kini telah berubah menjadi gedung dan rumah tinggal. Selain itu, bersama temannya ia mendirikan perkumpulan sandiwara bersama batovis. Kelompok ini sering manggung di Gedung Concordia, Gedung Merdeka.
 
Sjahrir mempunyai banyak teman, termasuk pemuda dan noni-noni Belanda yang mengundangnya berpesta. Ia mahir berdansa waltz, fox trot, dan Charleston. Sjahrir tidak membenci orang Belanda, yang dibenci paham imperialisme dan kolonialismenya.
 
Satu kegiatan Sjahrir yang terkenal dikalangan AMS adalah kebiasaan membaca Algemene Indische Dagblad (AID). Buletin yang ditulis dalam bahasa Belanda itu di pasang di jendela setiap pukul enam sore.
 
Surat kabar itu dimaksudkan untuk pembaca warga Belanda. Karena itu ia kerap di usir polisi Belanda, yang melarang anak sekolah membaca berita tersebut. Bangunan itu hingga kini masih ada, di jalan Braga II, Bandung.
 
 
Sjahrir bergerak hampir di semua bidang. Dalam pergerakan, ia juga mendirikan Tjahja Volksuniversiteit atau Tjahja Sekolah Rakyat, yang memberikan pendidikan gratis untuk kalangan jelata.
 
Sjahrir dan kawan-kawan juga mendirikan kelompok studi Patriae Scientiaeque, ajang diskusi politik. Menurut Des Alwi, Sjahrir pernah bercerita, telah menjadi tradisi dikalangan pelajar dan pemuda untuk melakukan debat tentang ide kebangsaan di setiap pertemuan.
 
Bintangnya tentu mereka yang dikenal ulung berdebat. Disitulah ia mengasah kemampuannya bersilat lidah.***
 
 
 
 
 
 
 

Editor: Muh Romli

Sumber: Buku Sjahrir, Peran Besar Bung Kecil


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x