Petisi Dari Akademisi Boleh, Asal Jangan Ditunggangi dan Mencoreng Demokrasi

- 3 Februari 2024, 20:35 WIB
Maulana Janah ungkap terakait petisi baik untuk mengawal demokrasi, asal jangan menodai demokrasi yang akhirnya menodai demokrasi./facebook/Maulana Janah
Maulana Janah ungkap terakait petisi baik untuk mengawal demokrasi, asal jangan menodai demokrasi yang akhirnya menodai demokrasi./facebook/Maulana Janah /

PRIANGANTIMURNEWS - Baru baru ini Indonesia sedang di uji oleh berbagai persoalan yang muncul dari berbagai pihak. Informasi bisa dikatakan hoax pun bertebaran di berbagai media sosial. 

Diduga penyalahgunaan jabatan hingga buntut dari debat Calon Presiden dan Wakil Presiden yang telah dilaksanakan beberapa kali pun memberikan dampak positif dan juga negatif. 

Tak heran jka dari semua masalah itu, kini menjadi bahan perhatian dan perbincangan baik di medsos mau pun secara langsung diberbagai kalangan termasuk dikalangan akademisi ternama di Indonesia.

Baca Juga: Jelang Pesta Demokrasi 2024 Hoaks Pemilu Naik Hampir 10 Kali Lipat, Ini Penjelasan Menkominfo

Bahkan sejumlah Universitas ternama di Indonesia ramai ramai mengeluarkan petisi hingga deklarasi terkait demokrasi di Indonesia. 

Betebaran di media sosial terutama di grup grup WahsApp dan lainnya, ada seruan dari UGM yang mengawali, kemudian diikuti UII, Universitas Indonesia dan yang terbaru Universitas Padjajaran (Unpad).

Lain halnya dengan universitas di Tasikmalaya Jawa Barat, Dekan Fakultas Dakwah Universitas Islam KH Ruhiat Cipasung Tasikmalaya justru menyoroti munculnya petisi kalangan akademisi. 

Baca Juga: Raih Kembali Kursi Kepresidenan setelah Dibui, Lula da Silva: Demokrasi adalah Pemenang Besar Pemilihan Ini

Meski semangat hadirnya petisi dianggap baik untuk kawal demokrasi, namun kemunculan petisi di salah satu media akhir jelang Pemilu tahun 2024 terkesan ditunggangi kepentingan politik tertentu. 

Indikasinya petisi justru keluar mendekati puncak demokrasi Bangsa tidak dari awal proses demokrasi.

"Terkait petisi yang ada dari perguruan tinggi negeri maupun swasta dari para guru besar saya pikir semangatnya bagus untuk kawal demokrasi agar sesuai koridor perundang undangan yang ada," kata Dr. Maulana Janah Dekan Fakultas Dakwah Universitas Islam KH Ruhiat Cipasung Tasikmalaya Sabtu 3 Februari 2024.

Baca Juga: Tutup Festival Musik Jalanan, Kapolri Komitmen Bangun Ruang Demokrasi yang Positif untuk Jaga Persatuan

"Tetapi petisi harus berjalan apa adanya jangan sampai ada kesan petisi dari kampus ditunggangi kepentingan politik yang pada, akhirnya mencedirai petisi itu," ujarnya. 

"Kalau semangatnya bagus tapi jangan dinodai kepentingan politik tertentu, bahkan menguntungkan kepentingan tertentu, harus dipikirkan lagi bukan isinya tetapi momentum keluarnya petisi ini," katanya. 

"Pertanyaanya kenapa petisi tidak digulirkan dari awal kontestasi kenapa diakhir maka ini berpotensi menimbulkan persefsi negatif ini perlu kehati hatian para akademisi sampaikan petisi," kata Dr. Maulana.

Baca Juga: Guru Besar dan Akademisi Yogyakarta Dukung Ganjar Jadi Presiden, Berikut Alasannya

Maulana menambahkan penyampaian petisi jangan disertai provokasi untuk melakukan tindakan melawan hukum. Demokrasi harus dijalankan utuh tanpa mendeligitimasi kepemimpinan nasional. 

Demokrasi tidak boleh secara anarkis, karena akan berinflikasi pada kepercayaan dunia internasional, hingga ancaman gangguan perekonomian. 

"Petisi jangan sampai dipersesikan tidak baik, apalagi ada ajakan hal hal anarkis untuk keos gak boleh gitu, Demokrasi kita harus berjalan utuh secara baik kalau ada kekecewan dalam demokrasi, mari kita perbaiki bersama besama dan akhir demokrasi adalah pemilu 14 februari,"ujarnya.

Baca Juga: Proyek The Mukaab Tuai Kecaman dari Akademisi, Sebut Hendak Kerdilkan Status Ka'bah

"Saya menolak secara pribadi kalau ada pandangan pandangan anarkis keos, tidak boleh ada bahasa keos kita harus berikan pendidikan politik pada masyarakat pemilu harus jalan damai dan berkualitas," kata Maulana. 

Maulana juga menyinggung, proses kepemimpinan Presiden Joko Widodo harus selesai sampai akhir. 

Alasanya, kepemimpinan Joko Widodo merupakan proses legitima yang sah dan definitif. Upaya provokasi untuk mendeligitimasi kepemimpinan nasional harus ditentang.

Baca Juga: Akademisi Indonesia Fiki Satari Menyempatkan Mantau Pencarian Emmeril, Bertolak dari Milan ke Bern

"Persoalan mendeligitimasi kepemimpinan ini kan kurang bagus. Harus selesai presiden Joko Widodo sampai akhir karena hasil legitimasi bangsa ini," kata, Maulana. 

"Ini juga demi stabilisasi ekonomi dan kepercayaan dunia asing," kata Maulana. 

Disisi lain, Masyarakat termasuk akademisi harus fair mengakui jika Joko Widodo berhasil dalam pembangunan Bangsa ini.

Baca Juga: Warga Pangandaran Berpotensi Terasingkan Akibat Urbanisasi Penduduk, Akademisi: Memilih Tinggal di Kota

Persoalan Covid 19 dan guncangan ekonomi global jadi salah satu bukti keberhasilan Presiden Joko Widodo. Bangsa ini bisa melalui Covid 19 dan tantangan ekonomi hingga berhasil melaksanakan proses demokrasi tahun ini.

"Kalau melihat pemerintahan Joko Widodo saya fikir harus fair. Kalau mau sempurna gak ada pemerintahan di dunia yang sempurna. Kita harus adil apresiasi Presiden Jokowi yang membawa kita keluar dari persoalan Covid 19 belum lagi masih berdiri kokoh bangsa ini dari terpaan badai ekonomi global," kata Maulana.***

Editor: Sri Hastuti


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah

x