JHT Cair di Usia 56 Tahun, Netty Meminta Kaji Ulang atau Cabut Aturan Tersebut

- 13 Februari 2022, 15:28 WIB
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani  minta Permenaker No 2 tahun 2002  dicabut atau dikaji ulang
Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani minta Permenaker No 2 tahun 2002 dicabut atau dikaji ulang /jabarprov.go.id/

PRIANGANTIMURNNEWS - Jaminan Hari Tua (JHT) bisa dibayarkan jika pekerja telah berusia 56 tahun. '

Hal itu sesuai dengan Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker) RI nomor 2 tahun 2022 tentang Tata Cara dan Persyaratan Pembayaran Manfaat Jaminan Hari Tua.

Persyaratan klaim jaminan hari tua tersebut menuai reaksi. Bahkan petisi penolakan dari kalangan pekerja.

Baca Juga: Waspada, Ini Dampak Stres di Tempat Kerja Bagi Kesehatan Tubuh

Anggota Komisi IX DPR RI Netty Prasetiyani Aher meminta pemerintah agar mengkaji ulang, bahkan mencabut peraturan tersebut.

"Muatan permenaker tersebut mencederai rasa kemanusiaan dan mengabaikan kondisi pekerja yang tertekan dalam situasi pandemi," kata Netty seperti dikutip priangantimurnews.com dari Pikiran Rakyat, Sabtu 12 Februari 2022.

Menurut Wakil Ketua Fraksi PKS DPR RI ini, ada beberapa pasal dalam Permenaker yang muatannya menunjukkan ketidakpekaan pemerintah pada situasi pandemi yang membuat pekerja ter-PHK.

Baca Juga: Niat Puasa Ayyamul Bidh Bulan Rajab 1443 H, Dilaksanakan Pada 14, 15, 16 Februari 2022

"Misalnya, aturan mengenai penerimaan manfaat Jaminan Hari Tua yang baru diberikan kepada peserta setelah berusia 56 tahun. Bayangkan, seorang peserta harus menunggu 15 tahun untuk mencairkan JHT-nya jika ia berhenti di usia 41 tahun. Ini tidak masuk akal," ujar Netty.

Menurut Netty, aturan tersebut berlaku pada peserta yang berhenti bekerja karena mengundurkan diri, terkena PHK atau meninggalkan Indonesia selama-lamanya.

Dan berdasarkan data BPJS Ketenagakerjaan per Desember 2021, total klaim peserta yang berhenti bekerja karena pensiun hanya 3 persen, sedangkan pengunduran diri 55 persen dan alasan terkena PHK mencapai 35 persen.

Baca Juga: KABAR TERBARU: 11 Pegawai Pendopo Garut dan 2 Ajudan Bupati Positif Covid-19, Ini Kondisi Rudy dan Istrinya

Berhenti bekerja karena PHK tentu bukan keinginan pekerja. Berhenti karena pengunduran diri pun bisa karena situasi di tempat kerja yang sudah tidak nyaman. Jadi, mengapa JHT yang sebagiannya merupakan tabungan peserta ditahan pencairannya?

"Bukankah dana yang tidak seberapa tersebut justru dibutuhkan mereka untuk bertahan hidup di masa sulit ini. Jika harus menunggu sampai usia 56 tahun, bagaimana keberlangsungan pendapatan pekerja?" tuturnya.

Oleh karena itu, Netty meminta pemerintah mencabut peraturan tersebut sebagai bukti empati dan keberpihakan pada pekerja di tengah pandemi yang berdampak pada pemiskinan rakyat.

Baca Juga: 50 Quote Hari Valentine bikin Ketawa dan Romantis!

"Apalagi, gelombang PHK dan merumahkan pekerja makin besar. Ini menjadi gambaran betapa pandemi menggerus kemampuan ekonomi keluarga Indonesia. Jika pemerintah tidak menggubris peringatan ini, saya khawatir tekanan hidup dan kesulitan akan membuat rakyat semakin keras menolak dan melawan pemberlakuan peraturan tersebut,"kata Netty.

Dirjen Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial (PHI & Jamsos) Kementerian Ketenagakerjaan (Kemenaker) Indah Anggoro Putri menyampaikan, berdasarkan data yang dihimpun dari Dinas Ketenagakerjaan, jumlah pekerja yang berpotensi terkena PHK hingga akhir 2021 sebanyak 143.065 orang.

Sementara itu untuk jumlah pekerja yang berpotensi dirumahkan sebanyak 1.076.242 orang, sedangkan jumlah perusahaan yang berpotensi ditutup sebanyak 2.819 perusahaan.

Baca Juga: Cara Pakai Telegram Desktop, Ini Panduan Lengkapnya

Terakhir Netty meminta pemerintah agar memperbaiki tata kelola komunikasi publiknya terkait penerapan aturan.

"Pemerintah harus dapat membuka ruang dialog dan mendengarkan aspirasi masyarakat dengan baik. Lakukan sosialisasi dan edukasi secara utuh jika menyangkut regulasi yang pasti akan menyentuh berbagai ruang kehidupan masyarakat secara luas," katanya.***(Novi Nurulliah/Pikiran Rakyat)

Editor: Muh Romli

Sumber: Pikiran Rakyat


Tags

Artikel Pilihan

Terkait

Terkini

Terpopuler

Kabar Daerah