“Kalau tengah musim garap lahan, pukul 06.00 WIB pergi ke sawah atau ke kebun dulu, baru pukul 10.00 WIB menggembala. Kalau tidak sedang menggarap lahan menggembala bisa lebih pagi lagi,” kata Yanti yang membantu suaminya menggiring ternak ke pemandian di sungai.
Baca Juga: Woow, Menkeu Sri Mulyani Akan Berikan Bansos BKLT kepada Ibu Rumah Tangga
Dari domba peliharaanya Didin dan Yanti bisa memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari atau untuk biaya sekolah anaknya yang paling besar kini sudah duduk di bangku SMK atau untuk kebutuhan skunder.
“Kadang tiap bulan menjual domba untuk kebutuhan di rumah,” kata Yanti kepada wartawan "PR" Tati Purnawati.
Kondisi yang sama juga dilakukan Wahyu dan Wardaya warga Desa Babadjurang, Kecamatan Jatitujuh setiap pagi mereka menggembala puluhan dombanya ke padang rumput atau ke perkebunan tebu, yang kebetulan wilayahnya berdekatan dengan lokasi perkebunan tebu dan pihak PTPN membebaskan masyarakat untuk menggembala selama tidak menganggu tanaman.
Baca Juga: Ace Hasan: Kondisi Darurat, Vaksin Covid Sudah Semestinya Halal
Setiap pagi hingga senja hari ratusan domba milik beberapa peternak berkumpul di penggembalaan. Sorenya saat pulang domba yang semula menyatu langsung memisahkan diri berkumpul dengan keluarganya masing-masing.
Seolah mereka tahu keluarganya sendiri walaupun tidak diberi tanda apapun. Demikian juga dengan pemiliknya sangat hapal dengan ternaknya sendiri walau jumlahnya tidak sedikit.
Kepala Desa Jatiraga, Kecamatan Jatitujuh, Carsidik mengungkapkan, ada 5 desa di wilayahnya yang masyarakatnya memiliki pencaharian beternah domba kacang selain bertani, yakni Desa Jatiraga, Babadjurang, Pilangsari, Sumber Kulon dan Sumber Wetan.
Baca Juga: Tanah Bergerak di Kawali Ciamis Puluhan Rumah Rusak, Warga Ketakutan