Ia mengaku khawatir karena banyak anak-anak kecil Talun yang beraktivitas di jalan kampungnya. Apalagi sudah ada kasus tertubruknya Uju yang telah berusia sepuh.
Kekesalan warga juga sudah terbilang memuncak. Lendang mengaku, kabar yang beredar di warga menyebutkan mereka tak akan mentolerir jika ada anak-anaknya diseruduk pemotor trail.
"Nya heug wae, hutang nyawa bayar nyawa, tong ngareupkeun bisa balik (Silahkan saja, tetapi kalau ada kejadian, nyawa dibayar nyawa, jangan berharap bisa pulang)," ucapnya menirukan informasi kekesalan warga itu.
Sementara itu, Dedi, 41 tahun, salah seorang penyuka atau pegiat motor trail asal Kecamatan Cipeundeuy mengatakan, tak semua pengendara trail atau motor cross melanggar aturan atau ugal-ugalan di jalan kampung.
Baca Juga: Efek Samping Vaksin Sputnik V Asal Russia, Ini Bedanya Dengan Vaksin AstraZeneca
"Tergantung jelemana, model didieu, ari liwat di kebon batur atau loba jelaman mah biasa wae. Cuma aya ayi nu jelemana nu teu ngarti kondisi batur mah subrat sebret oge aya nu kitu, nya macem-macemlah (Tergantung orangnya, seperti saya memacu kendaraan dengan kecepatan biasa saja saat melintasi kebun atau tempat yang banyak warga, tetapi ada juga orang yang tidak mengerti dan masih ngebut)," tuturnya.
Selain itu, para pegiat trail juga berasal dari luar daerah tersebut yang terkadang masuk jalur ke wilayah perkampungan.
Sepengetahuan Dedi, ada juga pengendara trail yang bertanggug jawab dengan membayar ganti rugi apabila kendaraanya melindas tanaman di kebun warga.
Biasanya, kejadian tersebut terjadi jika ada event atau kegiatan tertentu para pemotor trail. Guna menghindari kemacetan, terdapat pemotor trail yang mencari jalur lain justru masuk ke kebun.
Baca Juga: Seputar Perfeksionis pada Anak yang Perlu Diketahui